Mohon tunggu...
Mas Kumambang
Mas Kumambang Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati hukum dan politik Indonesia.

Adillah sejak dalam pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hakim Bisa "Menjewer" Demi Menjaga Marwah BPK

9 Juli 2019   17:46 Diperbarui: 9 Juli 2019   17:59 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cerita sumbang tentang auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bukan lagi hal baru. Sudah terlalu sering terdengar auditor yang memainkan angka-angka temuannya di lapangan, bahkan mereka yang meminta imbalan kepada pihak terperiksa. Beberapa auditor BPK telah dijebloskan ke penjara karena kasus-kasus penyelewengan yang mereka lakukan.

Publik mencatat permainan sejumlah auditor yang menyalahgunakan kewenangannya, misalnya, dalam beberapa kasus besar yang terbongkar. Kasus suap di Kementrian Desa Tertinggal, Ditjen Hubla dan PT Jasa Marga beberapa waktu lalu memperlihatkan bahwa pemeriksaan dan hasil audit BPK dapat diatur, bahkan, konon, "diperjualbelikan". Hal itu juga membuktikan para auditor dapat disuap, tidak independen, setidaknya ada vested interest.

Kepercayaan publik terhadap lembaga tinggi Negara ini terus menurun karena berbagai penyimpangan tersebut. Ini sangat memprihatinkan. Seharusnya BPK menjadi lembaga terpercaya untuk membantu penghematan, efektivitas dan penyelamatan uang Negara. 

Tentu masih ada auditor BPK yang bersih dan bertanggungjawab, namun "akibat nila setitik, rusak susu sebelanga". Publik tak pelak lagi mempersepsi keliru dan mempertanyakan kualitas hasil pemeriksaan dan audit BPK.

Indonesian Corruption Watch (ICW) pernah mengungkapkan bahwa  dalam kurun 2015-2017 terdapat tiga kasus untuk pemberian WTP, satu kasus untuk predikat Wajar dengan Pengecualian (WDP), satu kasus untuk mengubah hasil temuan BPK dan satu kasus untuk membantu kelancaran proses audit BPK. Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa proses audit bisa dipermainkan dan dijadikan tawar menawar.

Pelik dan rumitnya permainan para auditor di lapangan juga pernah diakui oleh Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara. Ia pernah mengatakan kepada media, sulit untuk mengendalikan 'permainan' auditor di lapangan yang sedang memeriksa lembaga sebelum memberikan opini."Yang dilakukan itu temuan yang dihilangkan, itu perorangan. Dia kan nemu masalah belum lapor Ketua, tim bisa saja itu yang dimainkan. Itu enggak ada yang bisa kendalikan," kata Moermahadi suatu kali.

Kita memaklumi betapa peliknya masalah ini, yang tentu mempengaruhi kualitas pemeriksaan oleh auditor dan laporan BPK sendiri. Bila kualitas pemeriksaannya rendah maka hal tersebut berpengaruh besar terhadap efektivitas penggunaan anggaran oleh pemerintah. Kalau pemeriksaan dan audit bisa diatur-atur maka efektifitas pemeriksaan rendah dan upaya penghematan anggaran pun tidak optimal.

Audit pesanan KPK

Hari-hari ini kita menyaksikan gugatan seorang warga yang merasa dirugikan karena kualitas audit BPK hasil pesanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Perkara gugatan tersebut Rabu (10/7) ini disidangkan di Pengadilan Negeri Tangerang. Meski ini persidangan perdata, kasus ini menyita perhatian publik karena yang digugat adalah lembaga tinggi negara serta ada campurtangan KPK.

Pengacara Otto Hasibuan mewakili Sjamsul Nursalim, menggugat auditor I Nyoman Wara dan BPK karena dinilai melakukan tindakan melawan hukum. "Dasar gugatan kami adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH), karena kami melihat BPK melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengeluarkan audit yang tidak independen dan objektif dan tidak sesuai UU BPK," ujar Otto.

Dikatakan, dalam Pasal 1 angka (9) UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan disebutkan, "Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara".

Otto berpandangan BPK tidak independen dan obyektif karena hanya menerima data secara sepihak dari KPK. Padahal menurut aturan umum audit, semua pihak yang berkepentingan harus dikonfirmasi. Dalam konteks ini, BPK seharusnya mengkonfirmasi Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) serta pemiliknya, Sjamsul Nursalim, yang menerima kucuran dana BLBI.

Sjamsul Nursalim dan BDNI tidak pernah diperiksa oleh BPK. Kedua pihak tersebut selama ini belum pernah menerima surat panggilan. Atas alasan inilah ia menilai audit investigasi yang dilakukan BPK cacat hukum.

Audit investigasi BPK inilah yang menjerat mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT) sebagai terdakwa. SAT dianggap menguntungkan Sjamsul Nursalim selaku pemilik BDNI sebesar Rp4,58 triliun. 

"Kalau mereka hanya mengandalkan data KPK tapi tidak dikonfirmasi kepada pihak ketiga dan audit itu kan merugikan Sjamsul Nursalim. Nah, berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata dapat dituntut perbuatan melawan hukum," tandas Otto.


Hakim harus jernih
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang bisa berkaca dengan kejernihan dan keberanian hakim Mahkamah Agung (MA) yang pada Selasa (9/7) ini membebaskan SAT dari hukuman. Sebelumnya SAT dihukum oleh pengadilan tingkat pertama dan diperkuat di pengadilan banding.

Hakim dipercaya sebagai sandaran terakhir para pencari keadilan. SAT telah membuktikannya dengan segala kegigihan dan keyakinannya, ia percaya dan terus meminta keadilan. Akhirnya hakim MA memutuskannya bebas. Keputusan ini langsung bersifat tetap (inkracht) karena sesuai KUHAP, jaksa penuntut tidak bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) perkara ini.

Kejernihan hati dan keberanian hakim PN Tengerang yang memeriksa dan mengadili gugatan Sjamsul Nursalim akan diperhatikan publik. Ia akan melihat, membaca dan mempertimbangkan seluruh fakta dan bukti yang diajukan pemohon. Bahwa dalam proses audit investigatif atas permintaan KPK tersebut memang banyak cacatnya karena dilakukan di luar prosedur dan tata kelola yang berlaku.

Publik akan memperhatikan dengan seksama, seraya berharap hakim bersikap seadil-adilnya. Bila hakim mengabulkan gugatan Sjamsul Nursalim, maka keputusan itu sekaligus juga merupakan "jeweran" terhadap BPK agar bekerja lebih professional, independen dan sesuai prosedur. Ini penting sekali karena selama ini seolah tidak ada pengawasan terhadap BPK dan auditornya sehingga berbagai penyimpangan terus terjadi.

Rakyat ingin lembaga Negara seperti BPK senantiasa menjaga marwah dan integritasnya. Penyimpangan di masa lalu mencoreng dan merusak marwah lembaga itu. Maka diperlukan "jeweran" terhadap BPK agar kembali ke rel yang benar. 

Hakim PN Tangerang memiliki peluang untuk melakukan "jeweran" itu, bila sang hakim juga menjaga marwah dan integritasnya sebagai penegak hukum dan keadilan. (Mas Kumambang)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun