Setiap orang tua pasti merasa bahagia saat mendengar buah hatinya mulai mengoceh, mengucapkan kata pertama, atau bahkan berceloteh dengan bahasanya sendiri. Namun, di balik momen-momen menggemaskan itu, ada proses kompleks yang sedang dilalui anak: perkembangan fonologis, yaitu kemampuan memahami dan menghasilkan bunyi bahasa. Proses ini tidak hanya menentukan seberapa jelas anak berbicara, tetapi juga menjadi fondasi bagi keterampilan komunikasi, membaca, dan menulis di masa depan.
1. Tahap Perkembangan yang Unik
Perkembangan fonologis tidak instan. Bayi mulai dengan tangisan dan cooing, lalu berkembang menjadi ocehan seperti "ba-ba" atau "ma-ma". Memasuki usia balita, anak mulai menguasai bunyi sederhana seperti /p/, /b/, dan /m/. Namun, tidak semua anak mengikuti tahapan ini dengan kecepatan yang sama. Ada yang di usia 4 tahun sudah lancar mengucapkan /r/ dan /s/, sementara yang lain masih menggantinya dengan bunyi yang lebih mudah, seperti "lalat" menjadi "layat".
Hal ini wajar, selama masih dalam rentang perkembangan normal. Namun, orang tua perlu waspada jika di usia 3 tahun anak masih sulit menyusun kata-kata sederhana atau tidak merespon saat dipanggil. Bisa jadi ada faktor medis, seperti gangguan pendengaran atau tongue-tie, yang membutuhkan penanganan ahli.
2. Lingkungan: Kunci Stimulasi Fonologis
Faktor terbesar yang memengaruhi perkembangan fonologis anak adalah lingkungan. Anak yang sering diajak ngobrol, dibacakan cerita, atau diajak bernyanyi cenderung lebih cepat menguasai bunyi bahasa. Sayangnya, di era gadget seperti sekarang, interaksi verbal sering tergantikan oleh screen time. Padahal, tidak ada yang bisa menggantikan percakapan langsung dalam melatih fonologi anak.
Orang tua juga perlu menjadi model pelafalan yang baik. Ketika anak salah mengucapkan "susu" menjadi "cucu", alih-alih mengoreksi dengan keras, lebih baik ucapkan kembali dengan benar sambil tersenyum, "Oh, kamu mau susu? Ini susu-nya!" Koreksi yang lembut membuat anak tidak takut mencoba dan belajar dari kesalahan.
3. Apa yang Bisa Orang Tua Lakukan?
Perbanyak interaksi verbal -- Ajak anak ngobrol sejak dini, bahkan sejak mereka masih bayi. Respons ocehannya dengan antusias untuk membangun kepercayaan dirinya.
Gunakan media menyenangkan -- Lagu, permainan kata (seperti tebak bunyi), atau buku cerita dengan rima dapat melatih pendengaran fonologis anak.
Pantau perkembangannya -- Jika ada tanda keterlambatan, jangan ragu konsultasi ke terapis wicara. Intervensi dini jauh lebih efektif daripada menunggu hingga anak masuk sekolah.
4. Kesimpulan
Setiap anak unik, tapi peran orang tua dalam perkembangan fonologis mereka tidak bisa dianggap remeh. Dengan memberikan stimulasi yang tepat, kesabaran, dan perhatian, kita tidak hanya membantu anak lancar berbicara, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan komunikasi yang akan berguna seumur hidup. Jadi, yuk, lebih sering ajak si kecil mengobrol karena setiap kata yang mereka ucapkan adalah langkah kecil menuju kemandirian berbahasa!