Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah menghela dunia masuki pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran masuki dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Kesabaran Menjadi Bahasa Cinta Yang Menumbuhkan

17 Oktober 2025   03:00 Diperbarui: 16 Oktober 2025   20:49 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input gambar: kuncikebaikan.com

KETIKA KESABARAN MENJADI BAHASA CINTA YANG MENUMBUHKAN

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Dalam dunia yang serba cepat, penuh dengan godaan atau hal yang mengalihkan perhatian (distraksi), dan dipenuhi budaya instan, kesabaran sering kali dianggap sesuatu yang membosankan, bahkan lemah. Banyak orang lebih tertarik pada hal-hal yang cepat terlihat hasilnya, gemerlap di luar, dan langsung memuaskan. Hal ini juga berlaku dalam cara kita mencintai dan menjalin hubungan. Cinta, dalam bayangan banyak orang, harus penuh kejutan, kata-kata manis setiap saat, atau ekspresi besar yang dramatis. Padahal, tak semua bentuk cinta harus gaduh dan terang-benderang.

Input gambar: youtube.com
Input gambar: youtube.com
Ada cinta yang tumbuh dalam diam, yang tidak bersorak di tengah keramaian, tetapi terus bekerja dalam senyap. Cinta seperti inilah yang seringkali menjadi fondasi paling kuat dalam relasi antarmanusia. Cinta tak selalu harus riuh. Ia tidak melulu hadir lewat bunga, pelukan, atau kata-kata romantis yang viral di media sosial. Cinta sejati kadang justru hadir dalam bentuk yang tidak terucapkan: menunggu seseorang tumbuh, menerima kekurangannya, dan tetap setia ketika keadaan tidak sempurna. Dalam bentuk ini, cinta tidak terburu-buru. Ia sabar. Ia memilih hadir, walau tak selalu dipahami. Ia bertahan bukan karena segalanya mudah, tetapi karena ia tahu, cinta tanpa kesabaran adalah api yang cepat padam. Maka, ketika kesabaran menjadi bahasa cinta, di sanalah cinta tidak hanya mengikat hati, tapi mampu menumbuhkan jiwa.

Kesabaran adalah bentuk cinta yang tak selalu tampak, namun justru paling mendalam. Ia hadir bukan dalam kata-kata manis atau pelukan hangat, melainkan dalam keputusan untuk tetap bertahan di tengah keterbatasan dan ketidaksempurnaan orang yang dicintai. Kesabaran membuat seseorang mampu menerima proses, bukan hanya hasil. Dalam relasi, ini berarti memberi ruang bagi pasangan, anak, sahabat, atau siapa pun untuk tumbuh dalam waktunya sendiri, tanpa tekanan untuk segera berubah atau memenuhi ekspektasi.

Dalam menghadapi realita, menumbuhkan dengan kesabaran bukanlah konsep yang abstrak, melainkan nyata dan relevan dalam berbagai konteks kehidupan: keluarga, dunia kerja, maupun lingkungan sosial. Dalam keluarga, kesabaran menjadi jembatan penting dalam menghadapi perbedaan karakter, pertumbuhan anak, dan dinamika pasangan. Seorang orang tua yang sabar tidak sekadar menuntut anaknya untuk cepat mengerti, tapi memilih membimbing dengan hati, meski berulang kali harus mengulang nasihat yang sama.

Input gambar: gurusiana.id
Input gambar: gurusiana.id
Dalam relasi suami-istri, kesabaran adalah ruang aman tempat masing-masing belajar memahami, bukan saling menyalahkan. Di dunia kerja, kesabaran teruji dalam menghadapi target yang tak selalu tercapai, kolega yang berbeda visi, atau atasan yang sulit dipahami. Karyawan yang sabar tidak hanya bertahan, tetapi tetap menunjukkan etos kerja yang stabil, tidak mudah meledak, dan mampu menunda emosi demi menjaga profesionalisme. Begitu juga dalam lingkungan kerja yang kompetitif dan penuh tekanan, kesabaran adalah fondasi yang membuat seseorang tidak mudah goyah atau terjebak dalam konflik yang merugikan. Ia tahu bahwa membangun kepercayaan, kredibilitas, dan hasil kerja yang berdampak membutuhkan proses panjang.

Mengakarkan kesabaran bukan tanda lemah atau lamban, tapi tanda kedewasaan emosional dan komitmen jangka panjang terhadap pertumbuhan, baik dalam hubungan pribadi maupun dalam kontribusi profesional. Karena itu, orang yang sabar bukan hanya bertahan, tapi justru menumbuhkan: kepercayaan, keharmonisan, dan hasil yang bermakna.

Di tengah dunia yang serba cepat dan instan, kesabaran menjadi kualitas langka yang sering kali tergeser oleh dorongan untuk segera melihat hasil. Tantangan terbesar dalam bersabar bukan hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam diri sendiri yaitu keinginan untuk merasa diakui, untuk segera diperhatikan, untuk cepat-cepat lepas dari ketidaknyamanan. Godaan untuk tidak sabar hadir dalam bentuk emosi yang meledak saat harapan tak sesuai kenyataan, kekecewaan yang mendorong kita menyalahkan orang lain, atau keinginan untuk menyerah karena merasa proses terlalu panjang.

Sering kali dalam relasi keluarga, kita tergoda untuk membandingkan pertumbuhan anak dengan anak lain, lalu memaksa mereka menjadi versi yang belum siap mereka capai. Dalam pekerjaan, kita mudah frustasi ketika hasil belum tampak, lalu mulai meremehkan proses atau kehilangan motivasi. Bahkan dalam relasi sosial, godaan untuk cepat menghakimi, marah, atau menjauh bisa mengikis hubungan yang sebenarnya masih bisa diselamatkan. Padahal justru di situlah kesabaran diuji dan dibentuk. Sabar bukan soal pasrah tanpa usaha, tetapi soal hati yang teguh menahan diri dari reaksi sesaat agar tidak merusak hal-hal yang sedang bertumbuh secara perlahan namun pasti. Maka, melawan godaan untuk tidak sabar bukan perkara mudah, tetapi sebuah pilihan sadar untuk tetap bertahan dalam proses yang membentuk, bukan menghancurkan.

Input gambar: venerana.eu.org
Input gambar: venerana.eu.org
Psikolog Carl R. Rogers, tokoh penting dalam psikologi humanistik, pernah mengatakan bahwa "perubahan yang paling berarti terjadi ketika seseorang diterima apa adanya." Pandangan ini menegaskan bahwa penerimaan yang lahir dari kesabaran adalah inti dari relasi yang menumbuhkan. Kesabaran bukan sekadar menunggu, tetapi menciptakan ruang aman bagi orang lain untuk bertumbuh dalam waktunya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun