Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah menghela dunia masuki pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran masuki dunia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Krisis Kedisiplinan: Aturan Ada, Ketegasan Tiada, Siapa yang Disalahkan?

23 September 2025   04:00 Diperbarui: 22 September 2025   21:07 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input gambar: hellomotion.com

KRISIS KEDISIPLINAN: ATURAN ADA, KETEGASAN TIADA, SIAPA YANG DISALAHKAN?

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Dalam kehidupan bermasyarakat, berorganisasi, maupun berbangsa, keberadaan aturan menjadi fondasi utama dalam menciptakan keteraturan, keadilan, dan rasa aman. Setiap institusi, baik itu sekolah, kantor pemerintahan, komunitas, hingga lembaga keagamaan memiliki seperangkat tata tertib, kode etik, atau peraturan yang dirancang dengan maksud menuntun perilaku anggota agar selaras dengan visi, nilai, dan tujuan bersama.

Namun ironisnya, dalam praktik keseharian, aturan yang sejatinya menjadi penuntun moral dan perilaku itu sering kali kehilangan maknanya yaitu ketegasan dalam penegakan. Fenomena pelanggaran yang terus berulang tanpa konsekuensi yang jelas seolah mengabarkan bahwa aturan ada hanya untuk ditulis, bukan untuk ditegakkan.

Lalu pertanyaannya: ketika krisis kedisiplinan mulai menggerogoti dari dalam, siapa yang sepatutnya disalahkan? Apakah mereka yang melanggar, atau mereka yang membiarkan pelanggaran itu terjadi? Apakah krisis ini murni akibat lemahnya karakter individu, atau karena sistem yang terlalu lunak dan permisif? Pertanyaan-pertanyaan ini mengajak kita untuk tidak sekadar menunjuk jari, tetapi sejenak menengok ke dalam diri, adakah kita sendiri sedang menjadi bagian dari lingkaran ketidaktegasan itu?

Input gambar: elninopedia.blogspot.com
Input gambar: elninopedia.blogspot.com
Dalam pusaran ini, disiplin tak lagi berdiri sebagai nilai yang ditegakkan bersama, melainkan menjadi formalitas kosong yang dikorbankan demi kenyamanan, relasi, atau sekadar menghindari konflik. Inilah titik genting yang patut direnungkan bersama, saat aturan tak lagi ditegakkan, maka kehancuran dimulai dari ketidakberanian menindak pelanggaran terkecil.

Fakta di lapangan, krisis kedisiplinan tampak jelas dalam berbagai bentuk yang nyaris dianggap wajar. Di sekolah, misalnya, siswa datang terlambat tanpa sanksi yang konsisten. Di kantor, pegawai bermalas-malasan, absen tak tepat waktu, atau melanggar aturan berpakaian tanpa teguran berarti. Bahkan dalam lembaga pemerintah sekalipun, pelanggaran etika kerja sering kali hanya berakhir pada pembinaan lisan yang tak berdampak.

Dari sisi aturan memang ada dan kadang tertulis rapi di papan pengumuman, buku panduan, atau dokumen resmi, namun penerapannya bergantung pada "mood" atau kedekatan personal dengan atasan. Ketidaktegasan ini bukan hanya membuat aturan kehilangan wibawa, tetapi juga menumbuhkan sikap yang terlalu longgar atau terlalu memberi kebebasan sehingga dari pelanggaran kecil terus berkembang menjadi pembangkangan besar.

Akar dari krisis kedisiplinan bukan semata pada pelanggar aturan, melainkan lebih dalam lagi yakni pada ketidaktegasan sistem dan lemahnya keteladanan dari para pemangku kebijakan. Ketika pelanggaran tidak ditindak secara konsisten, maka pesan yang diterima adalah sebuah aturan bisa dinegosiasikan. Pemimpin atau otoritas yang seharusnya menjadi panutan justru sering kali tidak memberi contoh yang baik, bahkan tak jarang ikut melanggar.

Input gambar: canva.com
Input gambar: canva.com
Di sisi lain, budaya kerja atau lingkungan yang sering memberikan kelonggaran dan kebebasan berlebihan turut memperparah keadaan. Sanksi dianggap sebagai bentuk kekerasan, sementara menegur dianggap tidak sopan. Maka muncullah kebiasaan membiarkan, demi menghindari konflik atau menjaga relasi. Dalam situasi seperti ini, disiplin kehilangan makna dan berubah menjadi formalitas yang tidak mengikat.

Dampak dari krisis kedisiplinan sangat terasa dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari menurunnya etos kerja hingga runtuhnya kepercayaan terhadap institusi. Ketika pelanggaran dibiarkan tanpa konsekuensi, maka akan muncul rasa ketidakadilan di antara mereka yang berusaha taat. Dalam jangka panjang, hal ini menciptakan lingkungan yang tidak sehat, di mana perilaku tidak disiplin dianggap normal dan tidak lagi memalukan. Produktivitas menurun, hubungan antaranggota menjadi renggang, dan rasa tanggung jawab perlahan menghilang. Lebih dari itu, krisis kedisiplinan dapat mencoreng reputasi lembaga dan menanamkan budaya kerja asal-asalan yang sulit diperbaiki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun