Menanggapi isu "matahari kembar" yang mengarah pada dua sosok pemimpin, yakni Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto, sesungguhnya tidak sepenuhnya mencerminkan realitas perebutan kekuasaan. Kunjungan sejumlah menteri Kabinet Merah Putih ke kediaman Jokowi di Solo pasca-Idul Fitri lebih dapat dipahami sebagai momen silaturahmi dan bentuk keharmonisan dalam hubungan antar-elit politik.
Dalam tradisi politik Indonesia, pertemuan semacam ini sering kali menjadi ajang untuk mempererat tali persaudaraan, bukan untuk memicu perpecahan. Kenyataannya hal itu lebih kepada sebuah ritual sosial yang menegaskan pentingnya kebersamaan di tengah keberagaman politik. Jadi, meskipun berbagai spekulasi berkembang, kita perlu mengingat bahwa di balik setiap pertemuan, ada nilai-nilai kekeluargaan yang lebih tinggi dari sekadar pertarungan kekuasaan.
Pesan moral bagi publik yang dapat diambil dari beredarnya isu "matahari kembar" ini adalah pentingnya untuk tidak membiarkan persaingan kekuasaan menjadi bola liar yang terus berputar tanpa arah. Ketika perebutan cahaya menjadi tujuan utama, kita justru mengabaikan esensi kepemimpinan yang sesungguhnya. Kepemimpinan sejati tidak lahir dari ambisi untuk bersinar paling terang, tetapi dari keikhlasan untuk menjadi pelita yang menerangi jalan bagi orang lain. Sebagai pemimpin, seharusnya kita mampu menempatkan kepentingan bersama di atas ambisi pribadi, dan menjaga agar cahaya yang dimiliki tidak digunakan untuk saling menaklukkan, melainkan untuk menerangi, menyatukan dan memajukan bangsa.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI