Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah menghela dunia masuki pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran masuki dunia

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Isu "Matahari Kembar" di Langit Kekuasaan: Siapa Pemilik Cahaya Sejati?

30 April 2025   05:47 Diperbarui: 30 April 2025   05:47 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input gambar: dailymotion.com

ISU "MATAHARI KEMBAR" DI LANGIT KEKUASAAN: SIAPA PEMILIK CAHAYA SEJATI?

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Belakangan ini muncul isu "matahari kembar" yang santer dibicarakan publik. Sorotan ini mencuat setelah sejumlah menteri Kabinet Merah Putih menyambangi kediaman Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), di Solo, Jawa Tengah, tak lama setelah perayaan Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Kunjungan itu menimbulkan berbagai spekulasi politik, terutama terkait gestur simbolik yang dianggap mencerminkan keberpihakan pada poros kekuasaan di luar jalur formal pemerintahan. Banyak pandangan publik yang menafsirkan pertemuan tersebut bukan sekadar silaturahmi lebaran, melainkan sinyal awal tentang kontestasi pengaruh di antara dua kutub kekuasaan, yang satu berada di lingkar kekuasaan formal, dan yang lainnya mencoba tetap bersinar dari balik bayang-bayang.

Isu "matahari kembar" mencerminkan kegamangan arah kepemimpinan dalam satu negeri, ketika dua tokoh kuat seolah berlomba menjadi pusat pengaruh. Dalam konteks ini, yang terjadi bukan sekadar dinamika politik biasa, melainkan tarik-menarik kuasa yang bisa menimbulkan perpecahan. Metafora "matahari kembar" lazim digunakan untuk menggambarkan situasi di mana dua pusat kekuasaan muncul secara bersamaan dalam satu wilayah otoritas, menciptakan ketegangan dan kebingungan arah.

Dalam konteks kenegaraan, fenomena ini mencuat ketika muncul dua tokoh dengan pengaruh besar mencoba mendominasi ruang kepemimpinan, baik secara formal maupun simbolik. Keduanya berusaha menjadi sumber cahaya bagi arah bangsa, namun pada saat yang sama justru menimbulkan bayang-bayang persaingan yang tajam. Di tengah kondisi seperti ini, muncul pertanyaan yang menggelayut di benak publik: siapakah sebenarnya pemilik cahaya sejati?

Input gambar: youtube.com
Input gambar: youtube.com
Dalam situasi menyoroti beredarnya isu "matahari kembar", seakan menampakkan perebutan menjadi hal yang tak terhindarkan. Masing-masing figur berupaya menampilkan diri sebagai pusat cahaya yang paling layak diikuti dengan daya pengaruhnya di balik layar, simbol-simbol politik, hingga komunikasi publik yang intens. Legitimasi formal yang melekat pada satu pihak sering kali berbenturan dengan karisma dan kekuatan jejaring sosial-politik yang dimiliki pihak lainnya. Di sinilah muncul dilema besar: siapa yang sebenarnya dianggap sah oleh rakyat? Apakah legalitas kekuasaan lebih penting daripada kepercayaan dan pengaruh di akar rumput? Sementara satu tokoh memiliki wewenang administratif, tokoh lain justru meraih keunggulan narasi di hadapan publik.

Media turut menambah terang cahayanya dengan memperbesar polarisasi ini dalam memberitakan setiap gerak langkah dua matahari tersebut secara kontras. Publik pun ikut terseret dalam arus pertarungan cahaya antara "matahari kembar" ini. Tak sedikit yang terjebak dalam polarisasi, memilih salah satu sosok sebagai representasi harapan, sementara yang lain dianggap ancaman. Di tengah riuhnya opini dan bias informasi, rakyat justru menjadi korban kebingungan arah, tak tahu mana cahaya yang benar-benar menerangi dan mana yang hanya memancarkan silau semu.

Dampak dari isu "matahari kembar" tak hanya menjadi wacana elite, tetapi turut berimbas serius pada persatuan dan stabilitas bangsa. Ketika dua tokoh dengan pengaruh besar saling berebut pengaruh di ruang publik maupun pemerintahan, imbasnya merembes hingga ke lapisan masyarakat bawah. Polarisasi yang tercipta membuat rakyat terbelah dalam loyalitas yang tidak sehat, bukan karena perbedaan gagasan, tetapi karena sikap ikut-ikutan dalam kultus personal. Institusi pemerintahan pun tak luput dari dampaknya; kebijakan menjadi bias arah, roda birokrasi berjalan tidak serempak, bahkan antarpejabat saling mencurigai satu sama lain.

Lebih jauh, potensi instabilitas politik meningkat ketika kelompok-kelompok pendukung bersikap militan, memperuncing konflik di media sosial hingga ruang-ruang kehidupan sehari-hari. Dalam suasana seperti ini, ruang dialog yang konstruktif semakin menyempit, tergantikan oleh adu klaim dan narasi yang menyesatkan. Jika dibiarkan, isu ini tak hanya menggerogoti kepercayaan publik terhadap pemimpin, tetapi juga merusak tatanan demokrasi yang sehat dan beradab.

Di tengah isu perebutan sorotan antara dua "matahari kembar", penting untuk merenung sejenak dan mencari jalan tengah. Refleksi terhadap situasi ini mengajarkan kita bahwa kepemimpinan yang baik bukanlah tentang siapa yang paling terang, tetapi siapa yang mampu mengarahkan cahaya untuk kebaikan bersama. Kedua tokoh, meski berbeda jalan, bisa saja memiliki kontribusi positif jika mereka memilih untuk saling melengkapi, bukan saling mengalahkan.

Ruang rekonsiliasi politik yang mengedepankan dialog dan kerjasama bisa menjadi solusi terbaik, dengan menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Jalan tengah ini tidak hanya akan membawa kedamaian bagi tubuh pemerintahan, tetapi juga meredakan ketegangan di masyarakat yang semakin terpolarisasi. Yang lebih penting lagi, ini akan mengingatkan kita semua bahwa persatuan dan stabilitas jauh lebih berharga daripada merebutkan cahaya yang hanya sementara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun