PRO KONTRA PELAKSANAAN PROGRAM MAKANAN BERGIZI GRATIS (MBG)
*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Dalam seruannya, orator pada unjuk rasa tersebut memprotes bahwa sekolah seharusnya mengutamakan pendidikan. "Sekolah bukan warung makan." ujar salah satu pengunjuk rasa. Dalam spanduk yang dibentangkan, tertulis bahwa aksi unjuk rasa dilakukan "Aliansi Pelajar Yahukimo". Ada juga bentangan spanduk dengan tulisan "Makan Gratis, mati Gratis". Mereka menuntut perbaikan pendidikan di pegunungan Papua terlebih dulu sebelum program MBG dijalankan. Bukan rahasia, kualitas sekolah-sekolah di kebanyakan wilayah di Papua pedalaman jauh tertinggal dengan sekolah-sekolah di wilayah lain di Indonesia.
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak, terutama di lingkungan sekolah. Program ini diharapkan dapat membantu mengurangi angka stunting, meningkatkan konsentrasi belajar siswa, serta meringankan beban ekonomi keluarga kurang mampu. Namun, pelaksanaannya tidak lepas dari perdebatan.
Di satu sisi, banyak yang mendukung karena manfaatnya bagi gizi dan pendidikan anak-anak. Di sisi lain, ada kekhawatiran terkait efektivitas, pengelolaan anggaran, serta potensi ketimpangan dalam distribusinya. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji lebih dalam pro dan kontra pelaksanaan MBG guna memastikan program ini berjalan optimal dan tepat sasaran.
Program MBG memiliki banyak manfaat yang menjadikannya sebagai salah satu kebijakan yang patut didukung dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama bagi anak-anak usia sekolah.
Pertama, program MBG berkontribusi dalam meningkatkan kesehatan dan gizi anak-anak. Dengan adanya MBG, anak-anak, khususnya dari keluarga kurang mampu, dapat memperoleh asupan nutrisi yang cukup sehingga risiko stunting dan gizi buruk dapat diminimalisir. Asupan makanan yang bergizi sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik dan kognitif anak, sehingga mereka dapat tumbuh dengan optimal dan memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik terhadap penyakit.
Kedua, program MBG berdampak positif terhadap prestasi akademik dan kesejahteraan siswa. Anak-anak yang mengonsumsi makanan bergizi cenderung lebih fokus dalam belajar, memiliki energi yang cukup untuk beraktivitas di sekolah, dan lebih mudah menyerap pelajaran dibandingkan dengan mereka yang datang ke sekolah dalam keadaan lapar.
Keempat, program MBG ini berkontribusi dalam mengurangi kesenjangan sosial antara anak-anak dari berbagai latar belakang ekonomi, sehingga mereka memiliki kesempatan yang lebih setara dalam memperoleh asupan gizi yang cukup.
Kelima, program MBG memiliki dampak sosial yang positif dalam membangun budaya makan sehat di kalangan anak-anak. Dengan terbiasa mengonsumsi makanan bergizi di sekolah, anak-anak akan lebih sadar akan pentingnya pola makan sehat dan dapat membawa kebiasaan tersebut ke lingkungan keluarga mereka. Jika program ini diintegrasikan dengan edukasi gizi, anak-anak tidak hanya menerima makanan bergizi, tetapi juga memahami bagaimana memilih dan mengonsumsi makanan yang sehat secara mandiri.
Meskipun Program MBG memiliki tujuan mulia dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak, implementasinya tidak terlepas dari berbagai kritik dan tantangan yang perlu dipertimbangkan. Salah satu kritik utama adalah potensi pemborosan anggaran dan penyalahgunaan dana dalam pelaksanaannya. Program ini membutuhkan alokasi dana yang besar, sehingga jika tidak dikelola dengan baik, dapat membuka celah bagi korupsi, mark-up harga bahan pangan, serta ketidakefisienan dalam distribusi makanan. Kasus penyalahgunaan anggaran dalam program bantuan sosial di masa lalu menjadi contoh nyata bagaimana program berbasis bantuan sering kali tidak berjalan sesuai harapan.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa anggaran yang digunakan untuk MBG bisa dialihkan ke sektor lain yang lebih membutuhkan, seperti peningkatan fasilitas pendidikan atau program pelatihan gizi bagi keluarga miskin agar mereka lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan anak-anak mereka. Selain masalah anggaran, kualitas dan keamanan makanan yang diberikan dalam program ini juga menjadi perhatian serius.
Kritik lain yang muncul adalah kekhawatiran bahwa MBG dapat menciptakan ketergantungan pada bantuan pemerintah dan mengurangi peran keluarga dalam memastikan kecukupan gizi anak-anak mereka. Alih-alih mendorong kemandirian dalam pola makan sehat, program ini berisiko membuat masyarakat terbiasa mengandalkan makanan gratis tanpa membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang pentingnya pola makan bergizi. Ketergantungan ini juga dapat berdampak pada ekonomi lokal, terutama bagi pelaku usaha makanan di sekitar sekolah yang sebelumnya mendapatkan penghasilan dari penjualan makanan kepada siswa.
Tidak meratanya distribusi MBG bisa menimbulkan ketimpangan di mana hanya sekolah-sekolah tertentu yang benar-benar merasakan manfaatnya, sementara yang lain masih kesulitan mendapatkan makanan berkualitas. Hal ini berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial dan menambah kesenjangan dalam akses pangan di antara kelompok masyarakat yang berbeda.
Dengan berbagai tantangan tersebut, perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan MBG agar program ini benar-benar efektif dan tidak hanya menjadi proyek populis yang menyedot anggaran besar tanpa hasil yang sebanding. Transparansi dalam pengelolaan dana, sistem pengawasan ketat terhadap kualitas makanan, serta strategi yang mendorong kemandirian gizi bagi masyarakat adalah beberapa aspek yang perlu diperbaiki agar MBG dapat berjalan dengan baik. Jika tidak, program ini bisa menjadi beban bagi anggaran negara tanpa memberikan dampak jangka panjang yang signifikan bagi kesejahteraan generasi mendatang.
Untuk mengatasi berbagai pro dan kontra dalam pelaksanaan Program MBG, diperlukan solusi dan alternatif yang dapat memastikan efektivitas serta keberlanjutan program ini.
Pertama, meningkatkan transparansi dan pengawasan dalam pengelolaan anggaran agar dana yang dialokasikan benar-benar digunakan secara efisien dan tepat sasaran. Pemerintah dapat melibatkan lembaga independen serta masyarakat dalam pengawasan distribusi dan kualitas makanan guna meminimalisir risiko korupsi dan penyelewengan dana. Â Â Â Kedua, penting menjamin kualitas makanan, kerja sama dengan petani lokal, UMKM, serta pihak swasta dapat diperkuat guna memastikan bahan makanan yang digunakan segar, bergizi, dan mudah didistribusikan ke seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil.
Ketiga, memperbaiki tata kelola program MBG yang diintegrasikan dengan program edukasi gizi yang melibatkan siswa, guru, dan orang tua. Dengan begitu, anak-anak tidak hanya menerima makanan bergizi, tetapi juga memahami pentingnya pola makan sehat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kombinasi solusi ini, program MBG dapat berjalan lebih efektif, berkelanjutan, dan memberikan manfaat jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat.
Mengenai perdebatan antara pro dan kontra dalam pelaksanaan Program MBG seharusnya tidak hanya menjadi ajang perbedaan pendapat, tetapi justru menjadi bahan evaluasi untuk menciptakan kebijakan yang lebih baik. Kritik terhadap efektivitas anggaran, ketergantungan masyarakat, serta tantangan distribusi harus dijadikan dasar untuk memperbaiki sistem pelaksanaan agar lebih transparan, efisien, dan tepat sasaran. Di sisi lain, manfaat besar MBG dalam meningkatkan gizi dan kualitas pendidikan anak-anak juga tidak boleh diabaikan, sehingga perlu strategi untuk mempertahankan dampak positifnya tanpa mengabaikan potensi permasalahan yang muncul.
Dengan menyeimbangkan pandangan dari sisi pro dan kontra, pemerintah dapat merancang kebijakan yang lebih inklusif, seperti meningkatkan pengawasan anggaran, menggandeng sektor swasta dan UMKM dalam penyediaan makanan, serta memastikan program ini tetap mendukung kemandirian keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi anak-anak. Dengan demikian, perdebatan yang ada bukan menjadi penghalang, melainkan menjadi pendorong untuk menciptakan kebijakan yang lebih baik dan berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat.
Program MBG ini sesungguhnya memiliki dampak besar bagi kesehatan dan pendidikan anak-anak, namun juga menghadapi tantangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak baik pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya untuk bersama-sama mengawal program ini agar berjalan efektif, transparan, dan berkelanjutan. Kritik dan dukungan harus dijadikan masukan konstruktif untuk menciptakan kebijakan yang lebih baik, sehingga manfaat MBG benar-benar dirasakan oleh mereka yang membutuhkan terutama anak-anak. Mari berkontribusi dengan sikap kritis dan solusi yang membangun demi kesejahteraan generasi mendatang.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI