Mohon tunggu...
Salma Sakhira Zahra
Salma Sakhira Zahra Mohon Tunggu... Freelancer - Lahir di Jakarta, 28 Februari 2002. Alumni TK Putra III (2007/2008), SDSN Bendungan Hilir 05 Pagi (2013/2014), dan SMPN 40 Jakarta (2016/2017). Kini bersekolah di SMAN 35 Jakarta.

Nama : Salma Sakhira Zahra TTL : Jakarta, 28 Februari 2002 Agama : Islam Jenis Kelamin : Perempuan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Antiseptik dan Masker yang Tak Terhiraukan

21 April 2020   00:28 Diperbarui: 21 April 2020   00:43 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

SMA adalah masa sekolah yang paling tinggi di antara 2 sekolah. SMA adalah penentuan akan ilmu yang diperdalam untuk memahami pelajaran yang diutamakan. SMA adalah masa seseorang lebih memahami akan adaptasi dan mengetahui tugas.

Dulu aku dapat masuk ke SMA terunggul di negaraku lewat jalur undangan. Aku harus meninggalkan keluarga dan beredukasi disana. Berjuang bersama pelajar lainnya. Tahun ini tak ku sangka adalah tahun terkenanya Virus Corona atau COVID-19.

Virus yang menyerang pernapasan sedangkan orang menjalankan aktivitas perlu bernapas. Teman-teman satu kamarku sibuk menelepon keluarganya dan ada juga yang ditelepon selama satu jam. Sementara aku harus mengingat kenangan yang terkesan umum namun terkesan baru untukku.

Sebelum pergi, aku seperti dinasehati dan ada yang harus ku jaga selama jauh dari keluarga. Aku mencari-cari keberadaannya, rupanya ia berada di resleting kecil di koperku. "Eh, antiseptik dan masker kain belum dibuka!"

Ibu memberiku satu buah antiseptik berukuran kecil yang masih terbungkus dan masker kain bergambar Putri Aurora berwarna merah muda yang sama sekali belum ku ketahui tekstur kainnya. Aku terharu, ini adalah perhatian yang sangat dipusatkan untukku.

COVID-19 membuat jarak yang tadi mendekat diharuskan menjauh karena rentan akan tertular Virus Corona. Lho, aku sudah jaga jarak sungguhan berbulan-bulan yang lalu dengan memori dahulu yang takkan ku buang.

Aku harus berjuang dengan banyak materi yang lebih diperdalam. Bahkan dengan teman-teman di sekolah juga harus jaga jarak. Satu-satunya solusi adalah aku harus berani beraktivitas sendiri. Sudah kadang-kadang berteman, kini aku hanya berteman sebuah tubuhku sendiri. 

Bagaimana aku dapat berbicara sebanyak dulu lagi? Ditambah komunikasiku dengan guru mengenai materi untuk memajukan sekolah tidak ku dengar, guru lebih memilih mencerna materi itu sendiri. Demi hilangnya wabah Virus Corona. Aku rindu dua suasana, yaitu rumah dan sekolah.

Hari ke hari, tak ku sangka aku harus sakit. Mulainya aku sakit, membawaku pada antiseptik dan masker kain yang tak terhiraukan. Aku benar-benar menyingkirkan ingatan bahwa aku menyimpan kedua benda ini. Sejak aku sakit, aku jadi memakai antiseptik dan masker kain jika keluar dari kamar.

Apalagi akhir-akhir ini aku harus keluar demi aktivitas bermanfaatku yaitu meneliti apa yang menjadikan objek demi provinsi sekolah ini. Waktu itu aku membaca buku tentang provinsi ini dan nyatanya banyak sekali hal yang tidak memadai.

Tak ku sangka, inti kunci jarak ini membawaku pada perhatian keluarga terutama ibu yang senang dan waspada pada anaknya. Sekolah benar-benar sepi, tak ada lagi obrolan yang meramaikan, apalagi obrolan pelajaran. Semua memilih diam demi satu kata, jarak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun