Mohon tunggu...
salman imaduddin
salman imaduddin Mohon Tunggu... Sales - Komunitas Ranggon Sastra

Control by eros

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yang Lebih Penting dari Menang adalah Sadar

7 Juni 2022   20:12 Diperbarui: 7 Juni 2022   20:55 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lomba membaca puisi, satu kegiatan yang biasa di kalangan penyuka sastra, mahasiswa, dan pelajar ataupun dalam hari-hari besar nasional. Beberapa waktu lalu kegiatan tersebut juga kulakoni. Bukan sebagai peserta melainkan sebagai pembimbing peserta. FeLSI akronim nama kegiatan tersebut. Membimbing sesorang membaca puisi pernah kulakukan. Tapi baru kali ini saja untuk lomba.

Perbedaan perspektif bagaimana membaca puisi yang tepat dan yang bagus belum juga terpecahkan. Sependek pengetahuanku hampir semua event serupa terfokus pada volume suara dan aksi panggung si pembaca. Kali ini dalam pengarahan oleh panitia pemahaman kolot tentang pembacaan puisi yang tepat dan bagus tersebut mulai terkikis. Beberapa point yang menjadi penting sudah mulai dipakemkan.  Antara lain: bahwa membaca puisi bukan berdeklamasi, membaca puisi bukan pertunjukan monolog dan yang lainnya. Sangat positif. Bagiku membaca puisi ialah mengejakan rasa dalam puisi melalui kata yang terucap.

Sekitar6 mata lomba dalam ajang tersebut salah satunya membaca puisi. FeLSI sendiri memiliki tujuan dalam meningkatkan literasi baik siswa, guru, atau juga setiap elemen dalam dunia pendidikan. Perlu disepakati bersama kata Literasi sendiri bukan hanya kemampuan menulis dan membaca, lebih dari itu ialah mengelola informasi dan pengetahuan demi mencapai derajat manusia yang lebih tinggi baik secara moral, intelektual, ataupun watak bersosial. Ya, sebab sering kali watak bersosial manusia hanya sebatas tegur sapa. Di depan senyum, di belakang ngenye. Bahkan sebagai manusia sering kali tidak memanusiakan manusia lainnya. Atau bahkan tidak memanusiakan dirinya sendiri. Tidak wajar. Manusia yang wajar ialah manusia yang menghargai dan peduli terhadap makhluk lain atau minimal manusia itu sendiri.

Tulisan ini pun muncul berdasarkan gelagat penyadaran watak bersosial peserta didikku yang aku yakin tidak pernah mendalami sebuah puisi, tenggelam di dalamnya dan keluar seraya segar dalam pemikiran, peka terhadap sekitar. Alam raya Tanah Air Mata, karya bapak presiden Penyair kita yang menjadi setting kehidupanku dan peserta didikku dalam proses lomba.

Tanah air mata tanah tumpah darahku. Larik pertama yang pada mulanya dibacakan secara tegas dan mengancam oleh peserta didikku adalah interpretasi kosong dan sepintas. Aku tersadar ada pola yang terlewatkan dalam latihan membaca puisi. Seperti juga seni pertunjukkan berbahan sastra manapun alat utama adalah olah pikir. Langsung saja kupotong pembacaannya dan kumulai dengan memintanya menyalin puisi tersebut dengan tulisan tangannya. Setelah itu kami mencoba menelaah per larik puisi tersebut. Meski dapat dipastikan terdapat kelalaian ini tetap menjadi jalan yang paling baik mengawali latihan membaca puisi. Tanah air mata. Sangat mungkin maksud penyair adalah air mata yang berceceran di tanah. Air mata yang ada di tanah. Ataupun adalah tanah tempat berpijak berbahan air mata manusia. Tanah tumpah darahku, kami menganggap larik tersebut berarti menyatakan posisi tanah yang sangat menyedihkan itu adalah tanah air kami sendiri, Indonesia. Mata air, air mata kami Larik tersebut begitu menggelepak di kepala ku. Dan ku sodorkan beberapa pertanyaan pada si aktor pembaca puisi itu.

"kamu pernah ke curug?" tanyaku

"Belum pak" jawabnya.

"Tapi tau ya mata air?"

"tau pak. Sumber air yang ga habis-habis" dengan kesadaran ia menjawab.

"nah kalau dalam puisi ini air yang habis-habis itu berarti terbuat dari?"

"air mata pak" jawabnya dengan sangat serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun