Mohon tunggu...
Salamuddin Uwar
Salamuddin Uwar Mohon Tunggu... Penikmat Air Putih

Smart and Good Citizenship

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjaga Ketahanan Budaya Wandan

19 Mei 2025   08:47 Diperbarui: 19 Mei 2025   08:47 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jauh sebelum Indonesia merdeka, orang-orang Wandan di kenal sebagai kelompok masyarakat yang kosmopolit. Mereka terbuka terhadap beragam kebudayaan yang menghampiri pada setiap era. Tentu saja, keterbukaan ini mengindikasikan bahwa masyarakat Wandan bukanlah tipologi masyarakat yang tertutup terhadap pertemuan antar kebudayaan. Hal ini terbukti dengan  bertemunya berbagai arus kebudayaan besar seperti, China, Arab, Gujarat, dan Eropa di Kepulauan Banda sejak zaman pra dan pasca kolonial. Pertemuan antar budaya tersebut tidak lantas menggerus akar kebudayaan orang-orang Wandan ketika itu sebagai sebuah kelompok etnis.

Dalam kehiduapan sehari-hari, orang-orang Wandan cenderung menyesuaikan hidupnya dengan perubahan zaman, tapi tidak meninggalkan akar budayanya sebagai sebuah entitas. Orang-orang Wandan tidak bersikap ekslusif dalam menjalani kehidupan sosial budayanya. Hal ini sekaligus menjelaskan bahwa ketahanan budaya Wandan tidak dimaksudkan sebagai sebuah upaya oleh orang-orang Wandan untuk memproteksi atau bahkan menutup diri dari pengaruh budaya lain. Akan tetapi, ketahanan budaya Wandan dalam pengertian ini dimaksudkan sebagai strategi atau pola hidup orang-orang Wandan ketika berhadapan dengan perubahan di sekitarnya.

Dalam konteks ini, ketahanan budaya Wandan dimaksudkan sebagai upaya penyesuaian diri orang-orang Wandan terhadap situasi sosial di luar dirinya, tanpa banyak merusak atau mengubah kebudayaan yang telah menjadi tatanan kehidupan mereka. Yang dimaksud dengan kebudayaan yang telah menjadi tatanan hidup orang-orang Wandan adalah tentang pengunaan bahasa Wandan di ruang-ruang sosial, penghayatan atas ajaran agama dan kesenian, hubungan kekerabatan di antara mereka, serta sistem sosial kemasyarakatannya.

Tentu saja, ketahanan budaya Wandan dimaksud bukan hanya tentang bagaimana menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di sekitar, tetapi juga tentang bagaimana menjaga akar budayanya agar tetap tumbuh sebagai sebuah entitas suku bangsa. Orang-orang Wandan termasuk kelompok etnis yang sampai saat ini memiliki daya tahan kebudayaannya cukup kuat, karena telah banyak melewati berbagai fase kehidupan yang cukup berat.

Perang Pala dan Ketahanan Budaya Wandan 

Perang Pala adalah perang yang bukan hanya memperebutkan komoditas buah Pala, tetapi perang Pala juga merupakan perang dengan tujuan memusnahkan entitas orang-orang Wandan sebagai sebuah suku bangsa. Dalam berbagai literatur sejarah, para sejarawan cenderung melihat penguasaan Kepulauan Banda oleh VOC semata-mata hanya karena motif untuk menguasai komoditas Pala. Padahal di balik itu, ada upaya lain untuk melakukan pembersihan etnis seperti yang diungkapkan oleh Marjolein van Page bahwa orang-orang Belanda tidak suka terhadap orang-orang Wandan yang memeluk agama Islam yang mereka sebut sebagai Bangsa Moor. Peristiwa ini juga terrekam jelas dalam ingatan orang-orang Wandan, sehingga mereka menyebutnya dengan pristiwa Banda Moor. Peristiwa Banda Moor bukan hanya tentang perlawanan terhadap kesewenangan kolonialisme dan imprelisme, tetapi lebih dari itu adalah tentang mempertahankan harga diri serta keyakinan yang dianut.

Ketahanan budaya Wandan dalam konteks ini, bukan hanya tentang bagaimana cara orang-orang Wandan menghadapi perubahan pada setiap fase kehidupan mereka, tetapi lebih dari itu, orang-orang Wandan mampu bertahan dalam situasi apa pun, termasuk bertahan terhadap upaya pemusnahan etnis Wandan sebagai sebuah suku bangsa melalui Perang Pala yang terjadi 400 tahun silam. Bahkan menurut Timo Kaartinen, pemenang Perang Pala sesungguhnya adalah orang-orang Wandan, karena tidak seperti beberapa masyarakat  yang disingkirkan Belanda di wilayah lainnya, orang-orang Wandan justru mampu mempertahankan bahasa dan kedaulatan budayanya hingga kini.

Sebelum dan sesudah perang Pala, sebagian dari orang-orang Wandan memilih untuk meninggalkan tanah leluhur mereka, Kepulauan Banda. Dan di antara berbagai daerah tujuan eksodus, hanya Kepulauan Kei lah yang menjadi tempat bertahan serta tumbuh kembanganya kebudayaan Wandan. Tentu saja, selain menyelamatkan diri dan keturunannya, orang-orang Wandan juga menyelamatkan tatanan kebudayaanya berupa bahasa, agama, kesenian, serta sistem sosial kemasyarakatanya. Hal ini sebagaimana yang digambarkan pula oleh Alfred Russel Walace ketika ia mengunjungi Kepualauan Kei pada tahun 1857.

Budaya Wandan di Tengah Arus Modernisasi

Setelah Indonesia Merdeka, orang-orang Wandan terus melanjutkan hidupnya dengan segala kemampuan yang ada pada diri mereka. Orang-orang Wandan adalah kelompok masyarakat yang dianugerahi kemampuan daya cipta yang tinggi. Orang-orang Wandan dikenal sebagai pembuat perahu terbaik, dari tangan-tangan terampil mereka lahir ukiran-ukiran dari kayu, emas dan tembaga, mereka mampu memproduksi suram dan belanga serta peralatan rumah tangga lainnya yang dijadikan sebagai komoditas perniagaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun