Mohon tunggu...
salahudin tunjung seta
salahudin tunjung seta Mohon Tunggu... Administrasi - Individu Pembelajar

Mohon tinggalkan jejak berupa rating dan komentar. Mari saling menguntungkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi Bukan Soal Mayoritas

10 Desember 2018   11:21 Diperbarui: 10 Desember 2018   11:30 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : https://www.brilio.net/creator/

Hari hari kita melihat semakin panasnya gesekan ditengah masyarakat, saya kira tidak sesederhana kita kaitkan dengan semakin dekatnya dilaksanakannya perhelatan 5 Tahunan pemilihan Wakil Rakyat dan pasangan Presiden serta Wakil Presiden, tetapi lebih dari itu. 

Perhelatan 5 tahun tersebut sudah biasa kita lalui bersama sejak 1955, walaupun memang iklim 1955, Orde Baru dan Pasca 1998 berbeda tetapi semua itu berhasil dilalui. 

Sebagai masyarakat yang terbilang muda dalam menghirup nafas demokrasi (Apabila kita ambil 1998 sebagai tonggak hancurnya Rezim Otoriter) maka pendewasaan memang masih dalam proses bagi masyarakat Indonesia (termasuk para pemegang kekuasaan). 

Demokrasi sebagai suatu sistem yang secara sederhana disampaikan oleh Abraham Lincon sebagai suatu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat tidak boleh diartikan sebagai suatu sistem kemayoritasan.

Masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk, dengan landasan berbangsa dan bernegara UUD NRI Tahun 1945 serta Pancasila sebagai "Bintang Pemandu", dengan singkat dapat ditarik bahwa Negara Indonesia adalah suatu negara kesatuan.

 Kesatuan dari berbagai etnis, agama, kepercayaan bahkan pandangan politik. Hal ini menjadi suatu alasan pentingnya pemahaman apa itu demokrasi. Tidak bisa kita memahami demokrasi sebagai suatu sistem kemayoritasan, hanya karena kita melihat sistem Pemilu (Siapa yang memperoleh suara terbanyak, dialah yang menang), tidak kawan !. 

Pandangan seperti itu dapat membawa ke kondisi polarisasi masyarakat menjadi beberapa kelompok yang saling menyerang membabi buta walaupun perhelatan Pemilu telah dilalui.

Sejatinya Demokrasi lahir adalah untuk perlindungan HAM bagi segala kelompok masyarakat dengan berbagai latar belakang. Akses informasi, serta saluran aspirasi menjadi alat dalam sistem Demokrasi, kelompok minoritas mempunyai tempat yang sama dalam sistem demokrasi bahkan memiliki Hak perlindungan yang sama dalam sistem demokrasi dan Negara wajib menjaminnya.

 Sungguh berbahaya ketika pemegang kekuasaan dalam negara ini pun tak mempunyai kedewasaan dalam berdemokrasi, memanfaatkan bahkan menonjolkan ekspresi dan identitas kelompok mayoritas untuk mendapatkan efek elektoral dibandingankan gagasan dan ide untuk meraih suara.

Pasca reformasi, kemandirian daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia mulai dibangkitkan. Kemandirian daerah sebagai salah satu agenda reformasi diharapkan dapat menghidupkan demokrasi serta geliat ide pembangunan bangsa dapat dimulai dari daerah dengan memanfaatkan potensi daerah-daerah diberbagai penjuru Indonesia. 

Namun angin segar demokratisasi di daerah belum sejalan dengan para aparatur dan pemegang kekuasaan di daerah, persepsi mengenai demokrasi masih saja dalam arti mayoritas. Produk Hukum daerah yang dalam pembentukannya sama sekali tidak transparan, serta mendiskriminasi kelompok-kelompok minoritas masih sering didapati di daerah-daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun