Di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi, umat Islam sering kali dihadapkan pada dilema antara tradisi dan inovasi, antara teks suci dan realitas kontemporer. Dalam konteks ini, Al-Qur'an tak hanya hadir sebagai kitab suci yang dijaga kesuciannya, tetapi juga sebagai sumber utama bagi kebangkitan intelektual umat Islam. Sayangnya, fungsi Al-Qur'an sebagai pendorong daya pikir dan pengembangan ilmu pengetahuan kerap dilupakan atau disempitkan hanya sebatas bacaan ritual. (Mawaddati 2021)
Padahal, sejarah mencatat bahwa peradaban Islam mengalami masa keemasan ketika Al-Qur'an dijadikan sebagai sumber inspirasi intelektual. Ayat-ayat tentang penciptaan alam semesta, fenomena kehidupan, serta dorongan untuk berpikir (tafakkur), merenung (tadabbur), dan menggunakan akal ('aql), menjadi fondasi bagi kemajuan ilmu pengetahuan di dunia Islam klasik. (Masita, Khirana, dan Gulo 2020)
Perintah eksplisit seperti "Iqra'" (bacalah) dalam surah Al-'Alaq bukan sekadar ajakan membaca teks, melainkan seruan untuk memulai proses berpikir kritis dan pencarian ilmu. Banyak ilmuwan Muslim awal seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, hingga Ibnu Khaldun memulai langkah intelektualnya dengan spirit Qur'ani---yakni memandang ilmu sebagai bagian dari ibadah dan jalan menuju pemahaman terhadap ciptaan Allah. (Arkoun dan Books t.t.)
Namun dalam realitas kekinian, relasi antara Al-Qur'an dan intelektualitas kadang tereduksi menjadi sekadar simbol keagamaan. Diskusi ilmiah tentang Al-Qur'an sering dianggap tabu atau terbatas hanya pada tafsir klasik tanpa ruang pembaruan. Di sisi lain, sebagian justru memisahkan antara agama dan ilmu, seolah Al-Qur'an tidak relevan untuk menjawab tantangan zaman.(Salamah 2018)
Mestinya, pendekatan terhadap Al-Qur'an tidak berhenti pada tataran spiritual semata, tetapi juga menyentuh dimensi epistemologis---bagaimana kita memperoleh, mengelola, dan mengembangkan pengetahuan. Al-Qur'an bisa menjadi lensa untuk memahami fenomena sosial, politik, ekonomi, bahkan sains, selama pendekatannya dilakukan dengan keilmuan yang jujur dan kontekstual.(Faishal Agil Al Munawar dan Mirwan 2020)
Sudah saatnya umat Islam kembali menghidupkan tradisi berpikir yang Qur'ani. Bukan sekadar menghafal ayat, tetapi mentadabburi isinya. Bukan hanya menjadikannya pajangan, tetapi menjadikannya pedoman berpikir dan bertindak. Dengan menjadikan Al-Qur'an sebagai sumber intelektual, umat Islam tidak hanya akan lebih paham tentang agamanya, tapi juga lebih siap menghadapi kompleksitas dunia modern tanpa kehilangan akar spiritualnya.(Shaifudin 2019)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI