Mohon tunggu...
Said Iqbal
Said Iqbal Mohon Tunggu... Buruh - Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh

Posisi yang pernah dan sedang dijabat Said Iqbal adalah ketua serikat pekerja tingkat pabrik selama hampir 18 tahun, pimpinan serikat pekerja di tingkat cabang, tingkat wilayah provinsi, Sekretaris jenderal DPP FSPMI, Central Comittee Serikat Buruh Metal Sedunia (IMF) yang berkedudukan di Geneva Swiss, Wakil Presiden Serikat Pekerja ASEAN (ATUC) berkantor di Singapura, General Council Konfederasi Serikat Buruh Sedunia (ITUC) berkedudukan di Brussel Belgia, Presiden DPP FSPMI, Presiden KSPI, dan pengurus pusat ILO Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (International Labour Organization Governing Body) berkantor di Geneva, Swiss.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

4 Alasan Menolak Revisi Undang-undang Ketenagakerjaan

11 Agustus 2019   08:55 Diperbarui: 15 Agustus 2019   18:41 1439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Koranperdjoengan.com

Kalangan pengusaha dan pemerintah menyebut bahwa Undang-Undang Ketenagakerjaan terlalu kaku sehingga menghambat investasi. Oleh karena itu, agar lebih fleksibel, maka beleid ini harus direvisi.

Benarkah Undang-Undang Ketenagakerjaan menghambat revisi? Saya berpendapat bahwa undang-undang ini tidak terkait langsung dengan investasi. Alih-alih akan meningkatkan investasi, yang pasti, revisi yang dimaksud justru berakibat pada berkurangnya hak-hak buruh. Inilah yang memicu kemarahan kaum buruh, sehingga mereka bergerak untuk melakukan penolakan.

Setidaknya ada 4 (empat) alasan, mengapa kaum buruh menolak rencana revisi terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan.

1. Menurunkan Nilai Perlindungan dan Kesejahteraan

Di seluruh dunia, sifat dasar dari Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan dan kesejahteraan terhadap kaum pekerja. Perlindungan ini dimaksudkan agar pekerja tidak tereksploitasi oleh kerakusan pengusaha hitam.

Berkaitan dengan hal itu, jika kita cermati, arah dari revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan justru menurunkan perlindungan dan kesejahteraan kaum pekerja. Akibatnya, sifat dari Undang-Undang Dasar Ketenagakerjaan menjadi hilang.

Sebagaimana yang dilakukan kaum buruh di berbagai dunia yang melakukan pemogokan besar-besaran, hal yang sama juga akan dilakukan oleh buruh Indonesia apabila perlindungan dan kesejahteraan yang terdapat di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dipreteli.

2. Menghilangkan Nilai Historis Keberadaan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Secara historis, materi Undang-Undang Ketenagakerjaan merupakan kompilasi dan kodifikasi dari undang-undang yang sudah ada sebelumnya.

Sebelum Undang-Undang Ketenagakerjaan lahir, regulasi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan tersebar di dalam beberapa undang-undang. Di era Presiden Megawati yang saat itu Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi-nya adalah Jacob Nuwa Wea, Undang-Undang Ketenagakerjaan berhasil disahkan.

Beberapa peraturan yang kemudian dinyatakan tidak berlaku setelah Undang-Undang Ketenagakerjaan lahir adalah: 

  • Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1887 Nomor 8);
  • Ordonansi tanggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang Pembatasan Kerja Anak Dan Kerja Malam Bagi Wanita (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 647); 
  • Ordonansi Tahun 1926 Peraturan mengenai Kerja Anak-anak Dan Orang Muda Di Atas Kapal (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 87); Ordonansi tanggal 4 Mei 1936 tentang Ordonansi untuk Mengatur Kegiatan-kegiatan Mencari Calon Pekerja (Staatsblad Tahun 1936 Nomor 208);
  • Ordonansi tentang Pemulangan Buruh Yang Diterima Atau Dikerahkan Dari Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 545);
  • Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 tentang Pembatasan Kerja Anak-anak (Staatsblad Tahun 1949 Nomor 8).

Selain itu, 

  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Kerja Tahun 1948 Nomor 12 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia;
  • Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan Antara Serikat Buruh Dan Majikan;
  • Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Asing;
  • Undang-undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana;
  • Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1963 tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (Lock Out) Di Perusahaan, Jawatan, dan Badan Yang Vital;
  • Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja;
  • Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;
  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan; dan
  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Menjadi Undang-undang.

Di dalam undang-undang yang saya sebutkan di atas, orientasinya adalah memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada kaum buruh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun