Mohon tunggu...
Sahisha Thursina Ikhwan
Sahisha Thursina Ikhwan Mohon Tunggu... Universitas Brawijaya

hobi saya adalah membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Senjata Makan Tuan: Ironi di Balik Kasus Penembakan Charlie Kirk

6 Oktober 2025   01:14 Diperbarui: 6 Oktober 2025   01:14 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dimana Kirk berdiri di atasa masalah-masalah utama kebijakan yang ada di Amerika? Kirk sangat vokal akan kebebasan bersenjata di Amerika. Dia percaya bahwa manfaat yang ada lebih banyak dan risikonya sepadan. Dalam sebuah acara yang diadakan oleh Turning Point USA (TPUSA), ia mengungkapkan sebuah pernyataan yang kontroversial, "Kita tidak akan pernah hidup di dalam suatu masyarakat yang memiliki apparat bersenjata dan tidak mengalami kematian yang diakibatkan oleh penembakan. Tetapi menurut saya, risiko yang ada itu sepadan." Tutur Kirk yang selanjutnya memancing keributan warganet. 

Berdasarkan data dari The Associated Press dan USA Today, pada tahun 2024 banyaknya kasus penembakan massa menyentuh angka 32 kasus dengan korban jiwa sebanyak 140 orang. Banyaknya kasus penembakan massa ini seharusnya sudah cukup menjadi bukti betapa tidak efektif peraturan kebebasan bersenjata, namun entah kenapa masih diberlakukan. Meskipun aturan tentang kepemilikan senjata ini sudah ada sejak tahun 1791, tetapi kebijakan ini menimbulkan banyak pertanyaan. Akses yang jauh lebih mudah terhadap kepemilikan senjata berapi menyebabkan masyarakat khawatir. Secara bersamaan, masalah-masalah sosial seperti ketimpangan ekonomi, kesehatan mental, dan konflik ideologis turut memperbesar risiko penyalahgunaan senjata api. Dalam situasi seperti ini, kebebasan individu sulit diterapkan tanpa mempertimbangkan keselamatan bersama. Kasus penembakan massal sendiri meningkat drastis pada tahun 2004. Pada kasus penembakan Charlie Kirk ini belum ada motif pasti dan masih dalam proses penyelidikan, namun ada dugaan sementara yaitu perbedaan ideologi atau sudut pandang politik.

Kasus ini membuktikan bagaimana suatu kebijakan yang dianggap kontroversial di masyarakat dapat berubah menjadi sesuatu yang mengancam saat suatu permasalahan tidak lagi dapat diselesaikan melalui dialog dan berujung dengan kekerasan. Kebijakan terkait kebebasan bersenjata ini pun akhirnya menyebabkan dilema, antara mempertahankan hak konstitusional atau melindungi keselamatan masyarakat. Kirk sendiri memilih untuk berpihak pada kebebasan individu dengan segala resiko yang ada, sedangkan sebagian besar masyarakat ingin perubahan demi kondisi sosial yang lebih aman dan damai. Menurut Kirk dan kelompok masyarakat yang mendukungnya, kebijakan ini adalah simbol kemandirian dan berhak untuk bisa melindungi diri sendiri juga keluarganya tanpa harus bergantung keseluruhan kepada aparat keamanan.

Sementara itu, menurut kelompok masyarakat yang kontra terhadap kebijakan ini, gun control diperlukan untuk membatasi siapa saja yang bisa memiliki senjata api. Mereka juga menilai bahwa kebijakan kebebasan bersenjata adalah kebijakan yang longgar dan memiliki celah besar yang dapat berujung pada penyalahgunaan. Mereka menuntut pembatasan yang lebih ketat terhadap penjualan, kepemilikan, dan distribusi senjata api. Banyaknya pelaku kejahatan penembakan massal membuktikan bahwa proses pemeriksaan latar belakang yang berlaku saat ini belum efektif. Mereka berpendapat bahwa hak konstitusional juga harus tetap diimbangi dengan tanggung jawab negara untuk menjamin keselamatan warganya.

Kebijakan kebebasan bersenjata ini menggambarkan konflik ideologis yang ada pada masyarakat Amerika, antara idealisme kebebasan dan kebutuhan akan keamanan. Perdebatan antara keompok kontra dan kelompok pendukung belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Sebagian warga tetap meyakini bahwa hak memiliki senjata adalah benteng terakhir kebebasan, sedangkan sebagian yang lain menuntut aturan yang lebih ketat demi melindungi nyawa manusia. Banyaknya kasus dan tragedi yang telah terjadi akibat kebijakan ini seharusnya menjadi refleksi bagi pemerintah untuk meninjau kembali efektivitas dari kebebasan itu sendiri. Apakah kebebasan yang menyebabkan kekerasan yang merenggut nyawa manusia masih layak disebut sebagai kebebasan, atau justru menjadi bentuk baru dari ketidakamanan yang dijustifikasi oleh hukum.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun