Mohon tunggu...
Sahel Muzzammil
Sahel Muzzammil Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Laman untuk berbagi pemikiran tanpa bermaksud menggurui

Bercita-cita menjadi pembelajar sampai akhir hayat

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Setop Meminta KPK Mengedepankan Pencegahan

3 Februari 2020   21:52 Diperbarui: 3 Februari 2020   22:04 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia belum bisa tutup buku menghadapi perilaku koruptif "oknum" pejabatnya. Padahal, tidak kurang dari dua dekade semangat membangun negara bebas korupsi telah digaungkan.

 "Apa yang salah dalam cara kita memerangi korupsi?", tanya banyak orang. Beragam jawaban kemudian diberikan, salah satunya mengatakan bahwa kesalahan ada pada lembaga anti rasuah (KPK) yang cenderung berfokus pada penindakkan, bukan pencegahan korupsi. Lantas, apa yang seharusnya diharapkan dari keberadaan KPK? Apakah tepat mengharapkan KPK berfokus pada pencegahan korupsi?

Ada pepatah yang mengatakan bahwa "mencegah lebih baik daripada mengobati". Tetapi, meminta para dokter untuk lebih sering meninggalkan rumah sakit dan mensosialisasikan hal ihwal kesehatan, jelas merupakan gagasan konyol. 

KPK lahir dengan alasan Kepolisian dan Kejaksaan (dua lembaga yang berfungsi utama menindak kejahatan) dahulu dianggap tidak cakap dalam menangani perkara korupsi. 

Fungsi penindakan itulah yang kemudian di take over KPK. Apabila sekarang ini KPK diminta lebih berfokus pada pencegahan daripada penindakan, maka ia tak ubahnya dokter dalam analogi di atas.

Mencegah korupsi adalah hal penting. Tetapi harus dipahami bahwa sejak semula, baik KPK, Kepolisian, maupun Kejaksaan, tidak didesain untuk mengedepankan pendekatan itu. 

Tentu saja, bukan soal tupoksi yang menjadi poin terpenting dalam soal ini, melainkan kemampuan. Siapa yang sejatinya paling efektif mengedepankan pencegahan terjadinya korupsi? Setidaknya ada 3 pihak, yakni partai politik, pemerintah, dan parlemen.

Partai politik adalah kendaraan menuju kekuasaan bagi siapapun, termasuk cikal bakal koruptor. Karenanya, sebagai upaya pencegahan korupsi, partai politik harus selektif dalam menominasikan seseorang untuk ikut pemilu. 

Secara mutatis mutandis, pemerintah dan/atau parlemen juga perlu melakukan hal yang sama dalam melakukan penunjukkan pejabat publik. Pemerintah bersama dengan parlemen semestinya juga memanfaatkan kewenangannya membuat peraturan dalam rangka menutup celah-celah yang memungkinkan terjadinya korupsi. Inilah beberapa bentuk pencegahan korupsi yang paling masuk akal, yang sayangnya kerap kali tidak terjadi.

Mengasosiasikan maraknya kasus korupsi hanya dengan cara kerja KPK tampaknya merupakan bias dalam mengidentifikasi permasalahan sesungguhnya. 

KPK tidak haram untuk dievaluasi, tetapi harus diingat bahwa lembaga ini hanyalah satu bagian dalam sistem yang bekerja untuk membersihkan Indonesia dari korupsi. Ada bagian-bagian lain dengan fungsi berbeda yang semestinya juga diperhatikan perannya, termasuk 3 pihak yang disebutkan sebelumnya.

"Narasi yang tepat tentang pemberantasan korupsi adalah 50% kemenangan menuju Indonesia bersih"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun