Mohon tunggu...
Sahat Marihot Tua Silaen
Sahat Marihot Tua Silaen Mohon Tunggu... Full Time Blogger - _

_

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hentikan Hustle Culture agar Lyfe Style Menjadi Lebih Produktif

6 Maret 2021   22:22 Diperbarui: 6 Maret 2021   23:08 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hustle Culture/ shondaland.com

Buat sebagian orang pekerja pemahaman ini menjadi motivasi buat mereka agar dapat menyelesaikan kerjanya dengan pola yang sehat, sehingga ini jadi kesempatan besar untuk bekerja secara normal.

Kebiasaan ini tidak melulu harus kita andalkan agar dapat kita jadikan sesuatu hal yang harus dijadikan sebagai budaya kerja kekinian, hal ini tentu bakalan dapat merusak moral pekerja sesaat bekerja.

Berbagai pola dalam budaya kerja sangat beragam tergantung aturan yang telah ada pada suatu perusahaan yang memberikan kerja pada serikat kerja tersebut. Budaya kerja tersebut tergantung yang ada seperti budaya kerja buruk maupun budaya kerja yang sehat.

Kompasiana mari kita ambil suatu landasan masalah yang perlu di pertimbangkan sebagai tolak ukur bagi para pekerja tentang hustle culture

Budaya kerja yang terus menerus tidak menjadi tolak ukur agar kita dapat sukses dapat mencapai produktivitas kita dalam bekerja. Agar dapat mencapai kinerja yang memuaskan maka perlunya ada dorongan dalam memprioritaskan budaya kerja yang perlu jadi contoh buat teladan tanpa harus merusak moral.

Ilustrasi ini mengibaratkan seorang pekerja yang selalu telaten dan siap bekerja lembur bahkan bekerja shift sampai tiga kali dalam sehari misal shift pagi 8-13 wib, siang 13- 18 dan malam 18 - 22 wib saking ketatnya dia bekerja sampai dia juga kalau ada deadline yang ingin dikerjakan besok dia tidak segan untuk mengerjakannya di rumah bukan di kantor. Selain itu juga dia sering stress bahkan tidak memperhatikan kesehatan mentalnya.

Dia memang dapat menghasilkan kinerja yang baik dan menjadi pekerja teladan namun dia lupa bahwa menjaga kesehatan itu juga penting untuk selalu dijaga. Ada juga yang menjadikan hal ini menjadi acuan untuk hidup yang sukses dikemudian hari, sudah banyak orang pekerja yang menerapkan pola hidup hustle culture ini.

Progres kerja dalam budaya kerja ini secara terus menerus berjalan seiring berjalannya waktu yang berlandaskan kepada pengharapan kinerja yang tinggi tanpa memperhatikan produktivitas, dengan pikiran yang penuh tanda tanya seperti

  • Hal apa saja yah yang harus di kerjakan agar semester ini dipromosikan? Ih sebal deh jadinya si itu sudah naik promosi sehingga tahun ini akan naik jabatan
  • Hal apa saja yah agar deadline saya yang telah diberikan oleh si boss dapat diselesaikan tepat waktu? Padahal saya sudah kerja dan menjadikannya kebiasaan yang tidak pernah saya tinggalkan
  • Aduh gimana nih tahun ini kalau saya tidak capai target? Bisa ruwet nih masalah nanti tidak capai target jadi gak bakalan dapat bonus deh tahun ini, kan saya jadi ikut malu

Pertanyaan maupun pernyataan tersebut menjadikan suatu keharusan yang perlu kita jadikan landasan dalam mencari permasalahan. 

Dalam kebudayaan yang secara terus menerus berulang tanpa mempertimbangkan moral yang baik untuk kesehatan jiwa dalam kerja.

Kekawatiran membuat pola yang tidak baik yang membuat hilang arah terhadap hal. Pekerja tersebut kawatir terhadap suatu yang tidak baik seperti takut gak dapat promosi, deadline kerja yang tidak kelar dan tentunya juga tentang ketakutan tidak capai target kerja tahun ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun