Beberapa tahun terakhir, dunia jualan online makin ramai dibicarakan. Sekarang hampir semua orang bisa jadi penjual hanya lewat ponsel. Mulai dari baju, skincare, sampai makanan rumahan --- semua bisa dipasarkan lewat media sosial dan platform e-commerce seperti Shopee, TikTok Shop, dan Instagram.
Fenomena ini menarik banget kalau dilihat dari sisi ekonomi mikro, karena di sini kita bisa lihat langsung gimana perilaku konsumen dan produsen muda berubah. Anak muda yang dulu cuma jadi pembeli, sekarang banyak yang beralih jadi penjual aktif. Mereka nggak cuma ikut tren, tapi juga mulai belajar tentang strategi harga, promosi, sampai analisis pasar kecil-kecilan.
Dalam teori ekonomi mikro, perilaku konsumen biasanya dipengaruhi oleh tiga hal utama: harga, pendapatan, dan selera. Tapi sekarang, faktor-faktor itu bercampur dengan pengaruh media sosial. Banyak orang beli barang bukan karena butuh, tapi karena takut ketinggalan tren (alias FOMO). Kadang cuma karena lihat influencer pakai sesuatu, langsung deh pengen punya juga. Akibatnya, pola konsumsi anak muda jadi lebih impulsif.
Tapi di sisi lain, perubahan ini juga bikin banyak peluang baru. Banyak mahasiswa dan pelajar yang mulai jualan online buat nambah uang jajan, bahkan ada yang bisa jadi penghasilan tetap. Dunia digital membuka jalan bagi siapa pun buat berwirausaha tanpa modal besar. Kreativitas jadi kunci utama.
Dari kacamata ekonomi mikro, ini bisa dibilang sebagai pergeseran kurva penawaran dan permintaan di pasar digital. Jumlah penjual yang meningkat bikin persaingan makin ketat. Konsumen punya banyak pilihan, dan itu memaksa penjual buat mikir lebih kreatif --- gimana caranya biar produk mereka menarik, punya ciri khas, dan bisa bersaing harga.
Tentu, fenomena ini nggak lepas dari sisi negatif juga. Kemudahan transaksi online kadang bikin orang jadi konsumtif. Diskon besar-besaran, gratis ongkir, atau promo kilat sering kali bikin kita belanja barang yang sebenarnya nggak terlalu dibutuhkan. Di luar itu, ada juga risiko lain kayak penipuan online atau ketergantungan terhadap platform tertentu.
Meski begitu, jualan online tetap jadi bukti kalau anak muda sekarang punya semangat adaptif yang tinggi. Mereka bisa memanfaatkan teknologi buat jadi peluang ekonomi, bukan cuma sarana hiburan. Ini juga nunjukin kalau kegiatan ekonomi di level mikro bisa berkembang pesat seiring kemajuan digitalisasi.
Pada akhirnya, yang paling penting adalah kemampuan buat ngatur diri. Anak muda harus bisa bedain antara kebutuhan dan keinginan, biar ekonomi digital ini nggak cuma bikin konsumtif tapi juga produktif.
> "Kalau dulu yang penting punya barang, sekarang yang penting bisa jual barang."
Kalimat itu mungkin sederhana, tapi menggambarkan perubahan besar dalam cara generasi sekarang melihat dunia ekonomi. Siapa yang bisa beradaptasi, dia yang bakal bertahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI