Mohon tunggu...
Safira Ummah
Safira Ummah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Fakultas Pertanian Universitas Jember

Open-Minded

Selanjutnya

Tutup

Money

KOMPLEKSITAS USAHATANI TEBU DI INDONESIA

18 Juni 2020   14:06 Diperbarui: 20 Juni 2020   09:17 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pendahuluan

Pertanian dapat menjadi bahan perbincangan yang sangat menarik, karena mengingat adanya kompleksitas permasalahan pada sektor tersebut. Pertanian sebenarnya memegang peranan yang sangat penting terutama bagi negara Indonesia yang memiliki julukan sebagai negara agraris. Melimpahnya sumber daya hayati di Indonesia telah menjadikan sektor pertaniannya sangat berpotensial. Pertanian yang berpotensial bisa menjadi sebuah kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk dapat memajukan sektor pertaniannya. Kemajuan dalam sektor pertanian tentu akan membantu dalam meningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia, karena sejatinya pertanian merupakan napas kehidupan bagi bangsa Indonesia. Pertanian dapat memberikan sumber kehidupan karena telah membantu sebuah bangsa untuk mencukupi kebutuhan pangan rakyatnya. Pangan menjadi faktor penting karena dapat menjaga keberlangsungan seluruh aspek kehidupan sebagaimana perkataan dari salah satu the founding fathers Ir. Soekarno, “Pangan merupakan soal mati hidupnya sebuah bangsa.”

Pertanian selain sebagai sumber pemenuhan kebutuhan pangan juga memiliki peran bagi perekonomian bangsa Indonesia, karena telah memberikan kontribusi dalam peningkatan devisa negara, membantu dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, dan dapat mensubsidi semua sektor dalam pembangunan. Pertanian meskipun memiliki peranan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia, nyatanya belum dijadikan sebagai fondasi utama dalam pembangunan perekonomian nasional dan pengurangan tingkat kemiskinan secara menyeluruh. Realita yang ada juga menunjukkan, bahwa belum ada kebijakan yang secara sadar memanfaatkan keunggulan komperatif di sektor pertanian untuk dijadikan sebagai dasar dalam pembangunan industri berbasis pertanian. Fase pembangunan pertanian di Indonesia juga mengalami pasang surut, hal tersebut dapat terjadi karena pertanian sangat dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi makro yang diterapkan. Pertanian juga dipengaruhi oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal, sehingga menjadikannya sebagai sebuah sektor yang memiliki risiko dan ketidakpastian dalam produksi pertaniannya. Permasalahan yang begitu banyak dalam sektor pertanian sudah pasti akan dirasakan oleh para petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian, tak terkecuali pada petani yang mebudidayakan komoditas tebu.

Menurut Sudiarso dkk (2016), petani tebu untuk dapat meningkatkan produktivitasnya maka harus memiliki kemampuan manajemen yang baik dan bisa menyusun sebuah strategi yang dapat mempermudah dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) pertanian akan berpengaruh nyata pada perolehan produksi dan pendapatan petani, maka hal tersebut dapat menjadi masalah yang harus segera diatasi. Permasalahan yang terdapat di sektor pertanian bisa dikatakan cukup banyak dan sangat kompleks, maka hal tersebut dapat menjadi tantangan tersendiri bagi para petani. Petani tebu dalam budidayanya juga harus menghadapi banyaknya permasalahan yang bisa terjadi dari on farm hingga off farm. Petani tebu juga akan terlibat dalam permasalahan pangan, yaitu dalam penyediaan gula. Komoditas tebu yang banyak ditanam di Indonesia sebagian besar produksinya memang digunakan untuk keperluan industri gula. Petani tebu sebagai pemasok bahan baku industri gula sudah pasti akan menghadapi berbagai masalah yang cukup serius. Penulisanan ini bertujuan untuk memberikan informasi dan solusi terhadap berbagai permasalahan yang harus dihadapi oleh petani tebu di Indonesia.

 

Pembahasan

Menurut Lubis dkk (2015), tebu yang merupakan tanaman perkebunan bernilai ekonomis akan dapat ditunjang keberhasilan dalam budidayanya melalui beberapa hal, seperti pengolahan tanah dan sistem penyediaan air yang dilakukan dengan tepat. Pengolahan lahan tebu yang umum dilakukan, yaitu dengan membuat saluran untuk pembuangan dan penampungan air. Cara tersebut dilakukan pada lahan sawah, yang mana sebelumnya tebu memang banyak ditanami pada lahan tersebut. Kondisi yang terjadi sekarang, yaitu sudah banyak tebu ditanam pada lahan kering karena lahan yang digunakan sebelumnya lebih diutamakan untuk produksi pangan. Penyebab lainnya yaitu karena adanya alih fungsi lahan menjadi bangunan. Alih fungsi lahan tersebut tentu akan mengakibatkan terjadinya penyusutan lahan para petani tebu, sedangkan lahan atau tanah itu sendiri merupakan sumberdaya modal yang dapat mendukung proses produksi pertanian. Luas lahan yang mengalami penurunan tentu juga akan mempengaruhi produksi gula nasional, karena tebu merupakan bahan baku industri gula. Dilansir dari laman Tempo.co, “Di zaman modern luas areal kita terus berkurang. Tiga tahun lalu ada sekitar 470 ribu sampai 500 hektare, tapi tiga tahun belakangan luasnya berkurang hampir 70.000 hektare,” ujar Arum Sabil ketua Umum Dewan Pembina APTRI (28/06/19). Upaya dalam mengatasi permasalahan penyusutan lahan tebu dapat dilakukan dengan cara pemantapan areal usahatani melalui penyusunan areal pengembangan tebu, pengelompokkan lahan milik petani yang terpisah menjadi satu hamparan, dan menerapkan pola mekanisasi.

Berkurangnya lahan tebu dari tahun ke tahun juga disebabkan karena adanya penurunan minat para petani tebu, hal tersebut terjadi karena para petani selama ini kerap mengalami kerugian. Kerugian yang dialami menyebabkan para petani tebu memilih untuk menanam komoditas lain yang dianggap lebih menguntungkan. Penyebab dari kerugian yang harus dialami petani, yaitu dikarenakan rendahnya rendemen tebu dan harga gula. Pelaksanaan teknis budidaya dalam usahatani yang dirasa masih kurang baik disertai dengan penggunaan bibit yang berkualitas rendah dapat menjadi pemicu pada terjadinya penurunan produktivitas dan rendemen tebu. Kualitas bibit yang rendah dapat terjadi karena selama ini para petani tebu menggunakan bibit yang berasal dari bibit sendiri, petani lain, dan penangkar setempat. Upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan tersebut, yaitu melalui penataan varietas, penyediaan bibit unggul, pengolahan lahan yang tepat, pembuatan sistem penyediaan air, dan penggunaan pupuk organik yang ramah lingkungan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian juga mulai mengembangkan benih-benih unggul yang sangat berpotensi untuk meningkatkan produktivitas dan rendemen tebu.

Peningkatan produktivitas dan rendemen tebu juga dapat dilakukan dengan mendorong investasi pembangunan pabrik gula. Efesiensi pabrik memang sudah seharusnya dilakukan agar dapat meningkatkan kapasitas giling, sehingga proses pengolahan berjalan secara efektif tanpa adanya tenggang waktu tebu dari tebang ke giling yang tentunya akan menurunkan kualitas rendemen. Rendahnya harga gula yang merupakan alasan lain dari turunnya minat para petani tebu, terjadi sebagai sebuah imbas dari adanya kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan impor gula. Permasalahan tersebut dapat terlihat dari terjadinya kasus impor gula rafinasi yang telah menciptakan tekanan harga pasar gula putih akibat membaurnya gula tersbut di pasar konsumsi. Kebijakan yang dibuat menengarai belum adanya aspek-aspek efesiensi dan keadilan, sehingga diharapkan akan ada sebuah kebijakan yang menjadikan pertanian dan pangan sebagai kepentingan nasional.

Dilansir dari laman detik.com (13/04/20), “Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menolak keras rencana pengalihan 250. 000 ton gula rafinasi menjadi gula konsumsi. ” Rencana pengalihan tersebut justru akan semakin mempermudah beredarnya gula rafinasi di pasaran, sehingga menyebabkan kerugian bagi para petani tebu. Pemerintah juga menerbitkan kebijakan impor gula di saat pandemi Covid-19 yang bertujuan untuk menciptakan stabilisasi harga dan memenuhi kebutuhan stok gula dalam negeri. Kebijakan impor tersebut justru menyebabkan harga gula di tingkat petani mengalami penurunan, seperti yang dilansir dari laman Tirto.id (11/06/20), “Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mencatat harga gula di tingkat petani di Pulau Jawa sudah mencapai Rp10.800/kg. Nilai itu turun dari posisi akhir bulan puasa Rp12.500-13.000/kg.” Kenyataan yang terjadi juga menunjukkan, bahwa harga gula di pasaran masih terbilang cukup tinggi, sehingga adanya kebijakan tersebut justru lebih menguntungkan para pemburu rente daripada para petani tebu. Sulitnya pemasaran gula juga dapat manambah beban para petani tebu karena harus menanggung biaya operasional yang cukup tinggi. Petani yang kerap mengalami kerugian akhirnya lebih cenderung memilih untuk menjual hasil produksinya ke pabrik swasta karena dirasa lebih menguntungkan.

Keuntungan tersebut diperoleh karena petani tebu dapat menjual hasil produksinya dengan harga yang lebih tinggi dengan disertai kepastian waktu pembayaran. Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut sudah tentu dengan meningkatkan daya saing dengan pihak swasta dalam menyerap hasil produksi tebu dari petani rakyat. PG BUMN akan dapat bersaing dengan pihak swasta jika mampu membeli hasil produksi tebu dari petani rakyat dengan harga tinggi dan siap untuk melakukan sistem beli putus (SBP). Permasalahan lain yang juga harus dihadapi petani tebu, yaitu keterbatasan modal dan rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) pertanian. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan adanya peranan kelembagaan dalam pertanian. Kelembagaan memegang peranan penting, karena dapat membantu dalam mensejahterakan petani melalui adanya pengembangan SDM pertanian. Kesejahteraan petani dapat menjadi indikator keberhasilan dari kelembagaan pertanian, yang mana melalui peranannya akan terjadi peningkatan dan efesiensi skala usahatani.

Menurut Soetriono dan Suwandari (2016), kelembagaan dalam pertanian merupakan organisasi baik formal maupun informal yang memiliki peranan dalam pemantapan perilaku sekelompok orang dengan cara mengatur tindakan atau perilakunya yang berkaitan erat dengan penghidupan di bidang pertanian. Kelembagaan pertanian tentu memiliki peranan penting bagi petani tebu, tetapi yang terjadi peranan tersebut justru dirasa belum optimal. Kelembagaan pertanian tebu ternyata didominasi oleh para elite petani, sehingga menyebabkan kepintangan para petani tebu rakyat kurang dikedepankan. Kelembagaan pertanian justru lebih mengedepankan kepentingan kelompok tertentu, maka hal tersebut perlu segera diatasi supaya dapat mengembalikan peranan dari kelembagaan pertanian yang seharusnya terjadi secara optimal. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut, yaitu melalui adanya penguatan kapasitas kelembagaan pertanian tebu. Penguatan kapasitas kelembagaan pertanian dapat dilakukan dengan banyak cara yang salah satunya, yaitu dengan memperbaiki manajemen kelembagaan sebagai upaya penataan kapasitas kelembagaan. Cara lain yang dapat dilakukan, yaitu dengan memberikan pendampingan dan pembinaan melalui pelatihan, memperluas jaringan kerjasama dengan lembaga atau institusi lain, dan diterapkannya inovasi pelayanan. Inovasi pelayanan yang diterapkan bertujuan untuk dapat meningkatkan kapasitas pelayan, sehingga sangat diharapkan akan mempermudah para petani tebu dalam mendapatkan kredit tanpa harus melalui birokrasi yang terlalu rumit serta angsuran yang mengikat. Kredit yang didapatkan akan membantu petani dalam memenuhi kebutuhan terhadap modal. Kemudahan dalam akses permodalan tentu akan membantu dalam mengembangkan skala usahataninya.

Penutup

Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi. Pertanian memiliki peranan yang sangat penting karena telah menjadi inti kehidupan bagi bangsa Indonesia. Kenyataan yang terjadi justru menunjukkan, bahwa belum ada kebijakan yang secara sadar menjadikan pertanian sebagai kepentingan nasional. Petani sebagai pelaku utama dalam pembangunan pertanian juga belum memiliki kehidupan yang sejahtera, karena harus terus menghadapi risiko dan ketidakpastian produksi pertaniannya. Permasalahan dalam sektor pertanian bisa dikatakan cukup banyak dan sangat kompleks, termasuk juga dalam usahatani komoditas tebu. Petani tebu harus menghadapi berbagai permasalahan mulai dari penyusutan lahan, teknis budidaya yang buruk, penurunan produktivitas dan rendemen tebu, penurunan pendapatan, keterbatasan modal, kualitas SDM pertanian yang rendah, dan kurangnya kapasitas kelembagaan pertanian tebu. Penurunan produksi dan minat para petani tebu tentu akan berimbas pada industri gula, sedangkan yang terjadi permintaan gula terus mengalami peningkatan. Tingginya permintaan gula yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi tebu akan menjadi sebuah masalah, maka pengambil kebijakan harus segera dapat menjadikan pertanian sebagai bagian dari kehidupan masyarakat yang sangat vital dan dapat menjaga eksistensi kedaulatannya. Upaya dari seluruh komponen masyarakat juga sangat diperlukan karena akan dapat membantu dalam mewujudkan kedaulatan dan swasembada gula.

Referensi                               

Lubis, M. M. R., L. Mawarni., dan Y. Husni. 2015. Respons Pertumbuhan Tebu (Sacharum officinarum L.) terhadap Pengolahan Tanah pada Dua Kondisi Drainase. Agroekoteknologi. 3(1): 214-220.

Prasongko, D. 2019. “Luas Lahan Tebu Berkurang 70 Ribu Hektare, Produksi Gula Tertekan.” https://bisnis.tempo.co/read/1219340/luas-lahan-tebu- berkurang-70-ribu-hektare-produksi-gula-tertekan, diakses pada 17 Juni 2020 pukul 10.30.

Purwanto, M. Y. J. 2015. Penilaian Kebutuhan Petani atas Prasarana Usaha Tani pada Hamparan Sawah Beririgrasi. Pengabdian kepada Masyarakat. 1(1): 75-79.

Soetriono dan A. Suwandari. 2016. Pengantar Ilmu Pertanian. Malang: Intimedia Kelompok Intrans Publishing.

Sudiarso, S. Budi., H. Tarno., dan S. Sari. 2016. Optimalisasi Budidaya Tanaman Tebu (Sccharum officinarum. L) di Lahan Kering Berbasis Varietas dan Perbanyakan Bibit Berorientasi Hamparan, Mekanisasi dan Kebijakan. Cakrawala. 10(1): 67-79.

Thomas, V. F. 2020. “Jerit Petani Tebu saat Harga Anjlok, Gula tak Terserap Akibat Impor.” https://tirto.id/jerit-petani-tebu-saat-harga-anjlok-gula-tak-terserap-akibat-impor-fGy1, diakses pada 18 Juni 2020 pukul 13.53.

Vadhia, L. 2020. “Petani Tebu Tolak Gula Rafinasi dialihkan Buat Konsumsi.” https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4975523/petani-tebu-tolak-gula-rafinasi-dialihkan-buat-konsumsi, diakses pada 17 Juni 2020 pukul 10.30.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun