Suasana pagi nampaknya kurang bersahabat ditandai mendung tanda akan turun hujan. Sekitar jam 9 pagi saya dan teman mengawali hari dengan tujuan melakukan pendakian ke salah satu gunung yang ada di perbukitan Menoreh Kabupaten Kulonprogo. Salah satu destinasi wisata yang sedang populer di kalangan gen z. Perjalanan dimulai berboncengan menggunakan sepeda motor dari Jalan Timoho menuju  Seyegan hingga tembus ke Kabupaten Kulonprogo. Tiba di perbatasan Sleman dengan Kulonprogo jalan semakin mengecil dan menanjak. Pada saat sampai lokasi di suatu jalan daerah Kalibawang Kulonprogo disinilah rute ekstrem dimulai.  Jalan berkelok hingga ada himbauan untuk menggunakan persneling rendah.Â
Parahnya karena saya tidak terbiasa melewati jalan yang begitu menanjak di tanjakan pertama sangat tinggi hingga motor saya seperti akan mundur karena tidak kuat nanjak. Teman saya kemudian turun dan mendorong motor hingga ke sisi jalan atas yang sudah tidak menanjak. Tangan dan Kaki bergetar begitu berhasil melewati tanjakan ekstrem pertama. Saya memutuskan istirahat sebentar di pinggir jalan mengisi tenaga, dan untungnya kondisi jalan sepi karena bukan di hari libur.Â
Sebenarnya mau kemana sih kok rutenya sampai nanjak banget?
 Tujuan spesifik adalah ke Gunung Kendil. Gunung ini mungkin bukan destinasi populer dalam daftar pendakian, namun baru populer di media sosial karena spot sunset atau sunrise yang indah. Hal itu menjadi menarik perhatian saya.  Ketika sudah sampai di destinasi tersebut ternyata sepi hanya ada beberapa orang saja sebagai penjaga parkir, namun kesegaran dan hawa sejuk menambah kepuasan ketika telah berhasil melewati berbagai tanjakan ekstrem. Jauh dari keramaian dan kebisingan, begitu pertama melihat gunung ini menyuguhkan pengalaman berbeda. Suasana sekitar lebih senyap, lebih personal, dan tetap memukau. Ternyata gunung ini tidak terlalu tinggi serta rute pendakian berupa buatan manusia sehingga dapat dibilang sangat aman.
Saya memulai pendakian dari tempat parkir, ketika matahari baru saja meninggi namun ditutupi oleh awan mendung. Jalan setapak langsung menyuguhkan berbagai jenis tumbuhan dan terasering dengan bersih. Nafas mulai tersengal, jantung berdebar lebih cepat. Saya sebut itu "pemanasan paksa". Tanpa basa-basi, jalur naik gunung di awal langsung menguji stamina. Tapi saya tahu, seperti dalam hidup, di balik kesulitan sering ada hadiah tak ternilai berupa pemandangan indah yang abadi.
Rute ini cukup sempit, dengan tanah yang lembap dan bebatuan yang licin karena embun pagi. Vegetasi di kiri kanan begitu lebat, menambah nuansa alami yang segar. Sesekali saya berhenti, bukan hanya untuk menarik napas, tapi juga untuk menyimak bisikan angin yang menerpa dedaunan. Suasananya begitu tenang, membuat saya sejenak lupa bahwa tubuh ini sedang lelah.
Tak banyak orang di jalur ini. Hanya sesekali saya bertemu warga lokal yang membawa hasil kebun. Salah seorang dari mereka tersenyum sembari berkata, "Sebentar lagi sampai, nanti pemandangannya bikin lupa tanjakannya." Kalimat itu seperti suntikan semangat.
Benar saja. Ketika akhirnya mencapai puncak, segala rasa letih seakan luruh begitu saja. Hamparan hijau Perbukitan Menoreh terbentang luas namun berkabut. Langit biru tanpa batas, udara segar tanpa cela. Terdapat pos selfie, tidak ada keramaian hanya alam dan ketenangan yang jarang ditemukan di tempat lain.
Saya duduk lama di atas batu besar, memandangi bentang alam yang luas di bawah sana. Gunung Kendil bukan sekadar tempat mendaki, melainkan ruang mengagumi ciptaan Sang Pencipta. Sebenarnya, saya tak sedang menaklukkan gunung, tapi belajar menundukkan ego. Alam seperti bicara pelan, meminta kita diam sejenak, dan mendengar.