Tempat yang sering dikunjungi oleh banyak orang dengan berbagai tujuan menikmati alam. Angin sepoi-sepoi, aroma asin, dan debur ombak menjadikan tempat itu perpaduan seni alam yang menenangkan. Sangat disayangkan di balik keindahannya, tersimpan ancaman sisi gelap ibarat air tenang menghanyutkan. Kebanyakan orang hanya terpesona dengan keindahannya saja. Tanpa mereka sadari, garis pantai kian mundur perlahan tergerus deburan ombak, dan pohon pohon cemara roboh diterpa gelombang. Padahal dahulu pasir pantai masih berupa gundukan dan jarak dengan laut masih jauh. Fenomena ini bukan sekedar perubahan alami, melainkan potret pesisir yang kian rapuh.Â
Kerusakan yang paling menonjol adalah banyak pohon di bibir pantai yang roboh karena abrasi hebat. Perlu diketahui bahwa pantai selatan jawa memiliki ombak yang cenderung lebih besar. Khususnya seperti fenomena abrasi parah di wilayah pesisir pantai di Kabupaten Bantul. Â Hingga saat ini, jarak antara laut dengan dengan jalan atau warung makan milik warga semakin dekat. Berdasarkan update berita abrasi di web Pemerintah Kabupaten Bantul, bahwa kasus abrasi ini sudah beberapa kali dibahas dan menunggu penaatan yang tepat. Selain penataan juga penegakan aturan tentang garis sepadan pantai dan potensi abrasi yang terjadi di pantai selatan Bantul sudah masuk dalam Perda No.9/2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Bantul 2025-2045. Namun hal tersebut akan tinggal sebagai dokumen formal saja jika tidak dibarengi dengan tindakan nyata yang konsisten di lapangan.Â
 Upaya dukungan pencegahan abrasi telah dilakukan beberapa desa yang di sekitar pesisir diantaranya sudah menggerakkan penanaman pohon mangrove salah satunya ada di Baros yang sekarang menjadi tempat wisata terkenal. Bahkan di bulan Mei lalu terdapat aksi penanaman pohon mangrove pemuda pemudi Baros dan ketua DPRD DIY. Selain mangrove pemerintah juga akan melaksanakan pelepasan tukik (anakan penyu) ke pantai dalam acara Keroncong Pesisiran di Pantai Goa Cemara sebagai bentuk menjaga kelestarian ekosistem pada tanggal 21 Juni 2025 tepatnya besok hari sabtu.
"Sebenarnya saya juga ingin kondisi pantai itu seperti dulu pasirnya masih banyak tapi bingung mau melakukan apa", tutur Pak Slamet saat sedang memancing di pantai. Tampaknya menjaga alam tidak hanya bisa dilakukan pada momen tertentu. Diperlukan adanya budaya sadar lingkungan yang tumbuh dari masyarakat sekitar. Sampai saat ini meskipun sudah beberapa kali dibahas dan dilakukan upaya menjaga lingkungan, abrasi tetap menjadi masalah yang belum selesai di pesisir pantai Bantul. Hal ini ditandai makin sedikitnya pasir di bibir pantai, dan pohon cemara sudah terlihat akarnya akibat terjangan ombak yang besar ditambah di beberapa lokasi pantai terdapat banyak bekas kayu berserakan.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa abrasi bukan hanya sekedar fenomena alami.melainkan bentuk peringatan dari alam atas segala kesalahan kita sendiri yang kurang peduli. Kini saatnya berhenti memandang laut hanya sebagai pemandangan yang memesona. Di balik ketenangannya, laut menyimpan pesan bahwa keseimbangan harus dijaga, atau kita sendiri yang akan menanggung akibatnya. Mari bersama-sama jaga pesisir Bantul dan seluruh pesisir Indonesia dari abrasi. Karena ketika laut menelan daratan, yang hilang bukan hanya tanah, tetapi juga harapan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI