Mohon tunggu...
Saepul Alam
Saepul Alam Mohon Tunggu... Penulis

Geopolitics, Democracy, Activism, Politics, Law, and Social Culture.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Dalang di Balik Hambatan Pembangunan Kilang

3 Oktober 2025   14:01 Diperbarui: 3 Oktober 2025   16:11 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, kepentingan asing juga menjadi variabel penting dalam kegagalan Indonesia membangun kilang baru. Perusahaan-perusahaan minyak global memiliki kepentingan besar untuk mempertahankan pasar ekspor BBM ke Indonesia. Dengan menjadikan Indonesia sebagai importir terbesar di Asia Tenggara, mereka memperoleh keuntungan stabil dari penjualan produk hilir.

Bagi negara-negara produsen minyak, posisi Indonesia sebagai pembeli tetap harus dipertahankan agar neraca perdagangan mereka tetap surplus. Dengan kata lain, membiarkan Indonesia bergantung pada impor BBM merupakan bagian dari strategi geopolitik energi global. Melalui berbagai mekanisme, mulai dari tekanan diplomatik, lobi politik, hingga pengaruh dalam negosiasi investasi, kepentingan asing kerap menghambat realisasi pembangunan kilang nasional.

Kegagalan proyek kilang seringkali ditutupi dengan jargon modernisasi atau upgrade kilang lama. Misalnya, proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) yang digagas Pertamina sejak 2014, hingga kini banyak yang belum mencapai target signifikan. Proyek kilang Tuban yang sempat digadang-gadang sebagai proyek strategis nasional dengan investasi puluhan miliar dolar juga tertunda karena tarik-menarik kepentingan.

Tidak jarang, proyek tersebut kandas setelah proses panjang akibat tidak adanya kesepakatan dengan investor asing yang sejak awal lebih mengedepankan keuntungan ketimbang kepentingan nasional. Hal ini memperlihatkan betapa pembangunan kilang di Indonesia rentan dijadikan arena permainan politik ekonomi global.

Di sisi lain, retorika pemerintah mengenai kemandirian energi seringkali tidak sejalan dengan praktik di lapangan. Setiap pergantian pemerintahan, wacana pembangunan kilang selalu digaungkan sebagai bagian dari visi kedaulatan energi. Namun, kenyataannya, proyek-proyek tersebut selalu terbentur masalah birokrasi, korupsi, dan tarik-menarik kepentingan.

Banyak studi mengungkap bahwa regulasi di sektor migas justru memperkuat peluang rente. Misalnya, mekanisme penunjukan langsung dalam pengadaan impor BBM membuka ruang besar bagi mafia untuk bermain. Bahkan, pembentukan badan khusus pengawas migas, seperti BPH Migas, kerap dipolitisasi sehingga tidak efektif dalam mengawasi praktik rente.

Dampak dari ketergantungan impor BBM tidak hanya terbatas pada masalah fiskal, melainkan juga merembet pada aspek geopolitik. Sebagai negara dengan kebutuhan energi besar, Indonesia sangat rentan terhadap fluktuasi harga minyak dunia.

Setiap kenaikan harga minyak mentah otomatis menambah beban subsidi energi dan memperlebar defisit anggaran. Selain itu, ketergantungan terhadap impor membuat posisi tawar Indonesia lemah dalam diplomasi energi internasional. Dalam konteks ketahanan nasional, kondisi ini jelas membahayakan karena energi merupakan sektor vital yang tidak boleh dikendalikan pihak asing.

Mafia migas, pejabat korup, dan kepentingan asing membentuk segitiga kekuasaan yang sulit ditembus. Mafia migas menikmati keuntungan dari rantai impor, pejabat korup mendapatkan rente melalui jabatan, sementara kepentingan asing memastikan pasarnya tetap terbuka. Ketiga aktor ini saling menopang dan menciptakan status quo yang merugikan rakyat.

Mereka menghalangi reformasi struktural dan mempermainkan kebijakan energi agar tetap menguntungkan kelompok terbatas. Dalam logika ekonomi politik, hal ini disebut sebagai "path dependency", di mana sistem yang koruptif menciptakan mekanisme yang mengunci diri sehingga sulit untuk diubah tanpa intervensi besar.

Korupsi dan rente yang mengakar juga menjelaskan mengapa investasi asing dalam pembangunan kilang seringkali gagal. Banyak investor yang mundur setelah menyadari bahwa proyek kilang di Indonesia sarat dengan praktik rente dan ketidakpastian hukum. Mereka khawatir modal besar yang ditanamkan justru tersandera oleh birokrasi dan politik rente.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun