Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Book

Politik Identitas (5): Gejala Kuasi Pos-Islamisme

30 Maret 2023   00:23 Diperbarui: 30 Maret 2023   00:23 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: perpustakaan.jakarta.go.id

Tahun 2018, Sandiaga Uno yang diusung menjadi cawapres Prabowo Subianto dijuluki "Santri Pos-Islamisme" oleh PKS--lebih tepatnya Sohibul Iman sebagai Presiden PKS waktu itu. Orang-orang mempertanyakan, tetapi lebih kepada istilah 'santri' nya; apa indikatornya? Pos-Islamisme nya sendiri tidak disoal. Mungkin karena istilah ini tidak populer, sehingga ada kehawatiran blunder jika keliru dalam mendefinisikan.

Jawaban dari pihak yang menyematkan julukan itu akhirnya datang, sekaligus ini menjadi sedikit bonus untuk mengenali, bagi mereka yang ingin tahu, apa itu pos-Islamisme? Alasan mengapa Sandiaga Uno diberi julukan itu:

"Sohibul (Iman) melihat Sandi sebagai 'orang modern yang telah mengalami proses Islamisasi.' Sandiaga disematkan Sohibul sebagai 'santri di era post-Islamisme'." (Tirto.id, 13 agustus 2018)

Kepada Tempo.co (11 agustus 2018), Wakil Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Dewan Pimpinan Pusat PKS Sukamta menjelaskan:

"Salah satu ciri Sandiaga yang bisa dilihat sebagai sosok santri post-Islamisme adalah kedekatan dengan tokoh-tokoh agama. 'Kedekatan dengan ulama dan perilaku Islami yang menunjukkan kesalehan pribadi itu bagian tidak terpisahkan.'"


Lalu ia menambahkan:

"Ciri utama aktivis post-Islamisme adalah cenderung pragmatis, realistis, dan bersedia berkompromi dengan realitas meski tidak selalu ideal."

Kalau kita membaca "Making Islam Democratic: Social Movements and the Post-Islamist Turn" karya Asef Bayat, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi "Pos-Islamisme", definisi di atas semuanya tidak tepat. 

Pos-Islamisme bagi Asef Bayat lebih merupakan suatu kondisi yang mengharuskan para Islamisme menempuh jalan demokrasi, sebab terdapat celah dalam sistem Islamisme, yaitu lubang-lubang ketidakefektifan penerapan sistem Islam pada suatu negara. Islamisme sendiri merupakan sebuah gerakan yang menghendaki Islam diterapkan ke dalam sistem pemerintahan negara.

Asef Bayat mengambil kasus pada dua negara yang telah mengalami Islamisme, yaitu Iran dan Mesir. Di Iran, Islamisme berhasil diterapkan secara total dalam bentuk Wilayatul Faqih (pemerintahan ahli fiqih), melalui jalan revolusi, di bawah komando Imam Khomeini, yang kemudian dikenal dengan Revolusi Islam Iran 1979.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun