Mohon tunggu...
Saefudin Sani
Saefudin Sani Mohon Tunggu... Buruh - Swasta

Orang Biasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Bagaimana Pak Yasonna, Masih Berminat Memberikan Remisi bagi Terpidana Korupsi?

15 Maret 2015   01:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:39 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14263800111386953234

[caption id="attachment_373118" align="aligncenter" width="635" caption="Sumber: www.pemasyarakatan.com"][/caption]

.

Menkumham Yasonna Laoly melemparkan wacana tentang pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana korupsi. Hal ini perlu dilakukan karena menurutnya telahterjadi diskriminasi dalam pemberian remisi lantaran harus mendapat persetujuan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) bagi terpidana korupsi. Masih menurutnya, bahwa pembinaan terhadap terpidana termasuk kasus korupsi, setelah ada keputusan pengadilan maka selanjutnya menjadi tanggung jawab kemenkumham. Dengan kata lain alur Sederhananya begini; polisi yang menyidik,lalu jaksa menuntut, pengadilan memutuskan, dan kemenkumham bagian pembinaan. Intinya, mau memberi remisi, pembebasan bersyarat, ataukah tidak untuk selanjutnya tak memerlukan persetujuan dari lembaga lain. Jadi murni kemenhukam yang punya wewenang.

Adapun diterbitkannya PP Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dinilai oleh Yasonna sebagai PP yang diskriminatif dan tidak tepat diberlakukan mutlak pada era Pemerintahan Jokowi-JK. Hal ini disebabkan oleh adanya aturan bagi narapidana kasus korupsi, terorisme, dan narkoba yang tidak bisa mendapat remisi atau pembebasan bersyarat dalam PP tersebut. "Jadi remisi itu hak siapapun dia narapidana,” ujar Yasona usai diskusi di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta Timur, Kamis (12/3/2015).

Namun Mantan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas punya pendapat beda. Ia menyatakan bahwa fakta menunjukkan terdapatnya jenis kejahatan khusus misalnya terorisme dan korupsi. Untuk kejahatan ini katanya, justruperlu didiskriminasi sebagai bentuk diskriminasi positif.

Sejalan dengan pemikiran tersebut, tentunya kita sama-sama maklum bahwa korupsi merupakan bentuk kejahatan dengan efek merusak yang amat membinasakan. Sedikit demi sedikit, dampak dari kejahatan korupsi akan membunuh rakyat pelahan-lahan, melumpuhkan tiap-tiap sendi pemerintahan dan kemudian menghancurkan hampir di segala lini kehidupan. Selanjutnya, sebagaimana rayap yang memakan tiang-tiang rumah, Negara menjadi sosok yang hanya terlihat kuat bila dilihat dari luar tapi sangat lemah dan keropos di dalamnya.

Oleh karena itu, melihat dampak buruk yang diakibatkan oleh tindakan korupsi tersebut, sungguh keliru bila beranggapan bahwa para pelakunya dikategorikan sebagai pelaku kejahatan umum. Mereka adalah para pelaku kejahatan khusus yang harus diperlakukan secara khusus pula. Negara sekarang bukan hanya status darurat narkoba, tapi juga darurat korupsi. Kalau tidak darurat korupsi lalu untuk tujuan apa KPK dibentuk di tengah-tengah perangkat hukum yang sudah mencukupi. Ini pasti karena Negara dalam situasi yang luar biasa. Dan untuk sesuatu yang luar biasa maka penanganannya pun harus juga luar biasa. Kalau perlu hapus remisi bagi semua terpidana korupsi dan berlakukan hukuman mati!

Sedang Terpidana narkoba dan teroris saja ada yang dihukum mati, mengapa untuk kejahatan korupsi tak diberlakukan aturan yang sama? Seharusnya Menkumham tidak menghabiskan energinya untuk membahas masalah remisi bagi terpidana korupsi dengan dalih adanya diskriminasi. Menkumham mestinya justru mempertanyakan mengapa tak ada terpidana korupsi yang dihukum mati. Bukankah ini sama saja dengan diskriminasi bagi terpidana kasus narkoba dan teroris? Padahal daya rusak yang disebabkan oleh korupsi tak kalah mengerikannya dibanding narkoba dan teroris.

"Korupsi, teroris, narkoba, itu kejahatan serius yang luar biasa. Dilakukan dengan cara yang luar biasa, penanganannya luar biasa. Nah, ketika kejahatan serius ini, mendapat perhatian publik, mereka mendapatkan keistimewaan, pengurangan, remisi berbeda dari yang lain, ini kan tanda tanya besar," ujar Pakar Hukum Pidana Asep Iwan Irawan dalam Program Metro TV, Bincang Pagi, Jumat (13/3/2015). “Tapi, sekali lagi, untuk kejahatan serius, tolong jangan sampai rasa keadilan masyarakat dilukai," tegasnya kembali.

Lantas bagaimana Pak Yasonna, masih berminat memberi remisi bagi terpidana korupsi?

======================================

Sumber Gambar:

http://www.pemasyarakatan.com/wp-content/uploads/2014/10/menkumham-baru-635x350.jpg

Sumber Tulisan:

1.http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/03/13/nl5h7j-busyro-hukuman-untuk-koruptor-perlu-diskriminatif

2.http://palingaktual.com/1535042/amp-8203-pakar-hukum-pidana-sesalkan-wacana-menkumham-akan-berikan-remisi-untuk-koruptor/read/

3.http://kabar24.bisnis.com/read/20150313/15/411548/kenapa-menteri-yasonna-ngotot-ingin-memberi-remisi-koruptor-simak-ini

4.http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/koruptor-bisa-peroleh-remisi/


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun