Mohon tunggu...
Mr Sae Becik
Mr Sae Becik Mohon Tunggu... -

Pemerhati Pembangunan Pertanian dan Aktivis Pemberdayaan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pertanian dalam Genggaman Sistem Kapitalis

13 Oktober 2014   22:43 Diperbarui: 4 April 2017   17:29 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14131896161789714665

salah satu negara yang mendapatkan anugerah terbesar di dunia oleh Tuhan, tidak hanya letaknya secara geografis yang strategis yaitu di lintasan katulistiwa sekaligus sebagai negara agraris terbesar, namun Indonesia juga mendapatanugerah limpahan sumberdaya alam yang sangat besar dan beragam yang tidak dimiliki oleh negara lain. Dibalik semua ini Tuhan tentu telah memperhitungkan maksud dan tujuannya untuk masyarakat Indonesia khususnya dan masyarakat dunia umumnya.

Namun seluruh sumber kekayaan tersebut secara riil belum dioptimalkan pengolahan dan pemanfaatanya untuk sumber devisa dan kesejahteraan rakyat. Minimal ada 3 penyebab utama yang menyebabkan pengelolaan dan pemanfaatan SDA tersebut tidak optimal: (1) rendahnya kapasistas/kualitas sumberdaya manusia dalam pengusaaan teknologi, (2) lemahnya regulasi terkait investasi/pengusaan sumberdaya alam yang lebih kuat berpihak atau menguntungkan investor/asing, dan (3) tekanan sistem pasar dunia terhadap Indonesia yang memberikan kemungkinan kemungkinan negatif terhadap pasar dalam bentuk sistem ekonomi yang tidak berpihak pada pelaku produksi (petani, nelayan, pekebun dll).

Ketiga hal utama tersebut yang memungkinkan khususnya sektor pertanian Indonesia belum berkembang dengan baik dan pesat apalagi jika berbicara soal daya saing dan kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat desa khususnya yang hidupnya menggantungkan dari sektor pertanian dan perkebunan. Atas dasar pemikiran tersebut munculah suatu pertanyaan besar!, yaitu: mengapa produksi dan produktivitas sektor pertanian tinggi namun impor selalu tinggi?

Berangkat dari pertanyaan ini kemudian kita patut mengoreksi dan mendiaknosa sebenarnya apa yang menyebabkan hal ini terjadi?apakah disebabkan oleh sektor pertanian itu sendiri atau berhubungan dengan sektor lainya.

Secara umum ekonomi Indonesia dalam pusaran kekuatan ekonomi kapitalis, dimana karakter dari kapitalis selalu dan tidak akan pernah memihak kepada kelompok kecil/lemah (petani/masyarakat). Kapitalis sebagai pemilik modal dan penguasa kapital selalu memposisikan dirinya sebagai kekuatan utama yang mementingkan orientasi ekonominya. Untuk itulah sektor pertanian Indonesia tidak terlepas dari cengkraman sistem kapitalis yang membuat sistem pertanian tidak pernah eksis/kuat baik dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran.

Peningkatan produksi dan produktivitas yang tinggi yang diikuti oleh impor yang tinggi mencerminkan 2 hal, yaitu pasar kita dalam intervensi asing dan kita lemah dari sisi regulasi. Jika impor tidak tidak terbendung, maka akan menyebabkan supply atau produksi domestik meningkat, sehingga membuat pasar domestik (mis gabah kering panen) menjadi lebih murah sehingga petani mendapatkan income yang lebih rendah. Tidak hanya aspek harga, membanjirnya produk produk impor memungkinkan gairah petani untuk memproduksi semakin melemah.

Namum ironisnya, di sektor perkebunan produksi di genjot seoptimal mungkin yang diikuti oleh ekspor bahan baku mentah sehingga nilai tambah (sumber devisa negara) tidak optimal. Hasil pembelian negara lain dari Indonesia semisal CPO (sawit) menjadi produk produk turunan yang memiliki nilai tambah tinggi sehingga pihak luar mendapatkan keuntungan berlipatlipat daripada Indonesia sebagai produsen. Bayangkan, bagimana nasip dan tingkat pendapatan petani/pekebun saat ini?

fenomena kecil ini memberikan gambaran nyata bahwa pembagunan ekonomi Indonesia melalui sistem kapitalisnya selalu dan tidak memberikan keuntungan yang optimal terhadap Indonesia dan petani. Sehingga ini menjadi agenda khusus pemerintah ke depan yang harus diperbaikii. Jika tidak, makaIndonesia ke depan akan menjadi penonton bahkan korban dalam pasar persaingan global khuususnya produk produk pertanian.Sungguh Ironis!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun