Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesan Fajar di Kota Batavia

15 November 2017   14:45 Diperbarui: 15 November 2017   15:04 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi : Tridi-Oasis.com

"Melirik sisi lain kota jakarta, kota dan perkembangannya meninggalkan jejah-jejak hitam. Sekat antara kaum kecil dan elit terlihat jelas dalam mata rantai seperti ini. Sebalik keseriusan dan harapan mereka kaum kecil, ada nafas hidup yang sama yang kita lupa bahwa hak mendapatkan kelayakan hidup juga harus berlaku adil untuk mereka"

Hujan deras meninggalkan jejak diantara kekosongan dan kebisingan kota pagi ini, daun-daun kering begitu malu berpisah dengan reranting yang sudah benci pada kebersamaan. 

Mungkin inilah keiklasan yang digambarkan alam kepada sesiapa yang lagi sibuk dan atau lelap merakit mimpi-mimpi tentang jelang akan ada kedamaian yang datang menghampiri mereka.

Sisa-sisa air hujan menggenang seisi tong sampah yang berserakan dijalanan, digang-gang gelap itu. 

Kota metropolitan ini seperti suatu keindahan yang sama seperti cerita-cerita kota lain:-seperti sudah banyak keindahan cerita negeri-negeri ditanah Persia atau belahan Yunani, telah banyak pula disadur dengan gejolak peradaban manusia yang belum kenal kehidupan yang sebenarnya. 

Ada banyak cerita yang dikemas dengan narasi yang begitu menggiurkan isi kepala dengan dialektis dan jejak para pecinta istana yang Erotis;-ini sama, dari sisi yang satunya kita membaca keindahan dan keramaian dikemas rapi seperti sebuah kado pernikahan atau ulang tahun anak konglomerat. 

Tapi, disatu sisi. mata kita tidak dapat menjangkau;-betapa tragisnya dan keras kota ini yang sengaja tidak disadurkan dalam cerita mistik atau kenaifan belaka.

Kota metropolitan tidak begitu melengking di telinga banyak orang, apalagi kalau alur dalam satu cerita disadur dalam bahasa erotis yang mistis dan melebelkan kota ini sebagai batavia;-yang sebelunya adalah tanah/negeri jajahan.

Banyak orang mengenal kota ini dengan sebutan Jakarta, Jakarta sudah begitu namanya disebut dalam fikiran kebanyak orang pasti terpaut dengan sebuah konstruksi peninggalan para tokoh pendiri bangsa;-Monas, 

Siapa yang tidak kenal dengan nama bangunan ini? Tetapi, kenapa harus monas yang melintasi fikiran orang-orang kalau nama Jakarta-atau batavia kembali disebut-sebut?

Sudahlah, itu soal sedikit penggambaran yang tidak begitu rill tentang Batavia yang banyak orang kenal.

*

Fajar pagi ini dibatavia tidak lagi bergizi;-entah apa yang ada dikepala orang-orang yang tidak dapat menikmati keindahan dan kenikmatan satu ini, kenikmatan yang digambarkan oleh sang arsitek alam (Allah). 

Siapa saja, siapa atau siapakah orang-orang yang dapat menikmati itu? sejatinya rasa ini seperti melayang dan terbang dialam yang lain;-sebab fajar dilangit batavia adalah rahasia. 

Rahasia, anak-anak remaja bercengkerama, rahasia anak-anak dan tangis lukanya, rahasia ibu-ibu mengejar pagi di pasar tradisional sudut-sudut kota, rahasia politis dan carut-marut kota di kemas dalam satu frame pikiran baru yang menjadikan manusia luba dengan keadaban. 

Setiap ada hujan dan mendung menjelang malam, dilangit batavia seperti tidak lagi punya harapan;-udara begitu dingin tapi menghadirkan sejuta kerusakan.Ya, pagi ini juga sama sampai kembali waktu malam.

Kerusakan dari keindahan, kerusakan moral di remang-remang lampu kota dan bahkan setetes air diberikan ikhlaspun tidak pernah kita dapati. Bukan berarti cerita kota ini begitu disulap oleh orang-orang yang durjana dengan kekayaan dan kekuasaan lantas menghilangkan segalanya itu. 

Kita bahkan lupa dengan siapa dan apa sebenarnya tujuan kota ini dijadikan sebagai salah satu kota termahsyur di tanah air. tapi apakah ketiadaan moral sosial juga ikut di preteli dan ditelanjang begitu saja? 

Belum lagi kesaksian fajar pagi, telah jelas digambarkan dalam kenyataan yang jelas nampak oleh mata-mata liar di penjuru bumi. Kemiskinan bukan keinginan atau tangis anak-anak terlantar tidak lagi peka terhadap telinga kita?

**

Bahkan ketidaksadaran mengusik mata kosong ini dan memohon air mata menagisi kenyataan, seperti fajar pagi ini. Disuatu sudut kelelahan dan jerih payah bercampur keringat mereka para pemulung;

Menyusuri setiap sudut gang dan ujung jalan dengan menggendong sebuah karung kosong dengan harapan mendapatkan seribu satu botol atau tempat air mineral dan kaleng-kaleng minuman berkarbohidrat. 

Mereka yang lelah setelah pulang mengemis dengan menjinjing anak-anak yang tak berdosa atau para pengagum uang yang siap berpacu dan melaju menuju pusat dari kota ini.

Kehidupan dengan segi yang terlalu keras ini menghalau naluri siapa saja, bahkan dalam satu certia menggambarkan kegamblangan moral dan kehidupan orang kecil yang dicekik keramaian dan tertindas. Seperti punya pesan kalau hukum alam mungkin berlaku adil dibatavia.

Begitu suara adzan subuh pagi tadi masih melengking dari pengeras suara setiap Masjid kota, keadaan seakan berhenti sejenak menghela nafas panjang dan kemudian bergerak lagi. 

Tetapi masih tetap sama, kehidupan seperti apa yang kami, meraka atau semua orang inginkan. Sedangkan realita kehidupan sebenarnya dibatavia tidak dapat disadur pada waktu siang atau malam, cerita demi cerita dititupi dan hanya sisi baik menampilkan wajah sumringah dihalam pertama majalah harian. 

Orang-orang sibuk, kota pun semakin sibuk. Mengajarkan matahari agar tidak begitu membagi terik panasnya dengan gegabah. Tapi disatu sisi fajar sudah mengusik kenyamanan mereka, memangil, membangunkan mereka dan menghantam wajah mereka alih-alih nafkah fajar dilangit batavia pagi ini menggelar sautu tradisi saling berebut dan mematok. 

Belum juga sadar dengan kekuatan pengaruh mistik bau keramaian dan kesibukan, dipunggung kita kembali di bebani, fikiran dan akal sehat tentang siapa sebenarnya orang-orang di kota ini?

Iya, orang-orang yang dengan raut lesuh, kurus, tak berdaya, kurang gizi dan banyak lagi lebel rupawan kelas minoritas;-kesetian dalam menjalani kehidupan dan keseringan menjemput fajar membuat mereka girang. 

Sampai-sampai lupa kalau Tuhan pun akan cemburu karena mereka lupa menemui-Nya di sepertiga malam hari ini. Tapi bukan itu materi dalam isi kepala mereka, sebab 100 botol kosong dan 100 kaleng bekas minum menjepit naluri berjuang orang-orang ini.

Hingga saatnya-; sautu hari pernah bertemu dengan seorang ibu dengan dua anak kakak beradik. Miris diwajah pada subuh waktu itu. Seperti ditampar, kesibukan dan isak tangis di waktu yang lain tetapi ada ceria sekali pada waktu itu datang. 

Sang ibu sibuk dengan barang yang pungutnya dari selokan air limbah di bangunan bertingkat,  sang kakak sibuk dengan kaleng-kaleng kosong mengisi karung bekas dan sang adik yang sibukkan diri membacakan huruf-huruf arab pada satu buku bekas tidak bersampul; (Iqra) 

Aktivitas ini, tepatnya memberikan suatu haru pada mata dan jiwa kosong ini. suara yang sedikit nyaring dan menggugah naluri setiap orang yang mondar mandir tak punya tujuan. 

Inilah letak sebuah keikhlasan yang dibicarakan alam pada fajar dilangit batavia pagi ini. Gambaran kelelahan dan kesibukan yang entah bisa dipahami dengan akal sehat;-dibalik itu mereka tidak lupa membuka mata kita tentang bagaimana pentingnya sebuah perjuangan usaha dan doa (baik pada Sang Penguasa Alam) atau pada siapa yang membutuhkan doa kita. 

Keikhlasan ini mengajari arti penting kucuran keringat yang basah dan sedikit membau itu mengiklaskan ketulusan dan semangat yang mereka dapat dari fajar yang cerah. 

Ya. meski pagi ini daun kering yang basah masih menaruh sedikit rasa marah pada hujan semalam. Para pedagang K5 berpesta senyum ria ditikar bekas dan meja tua mereka;-menjejakkan aneka jualan-jualan dan langkah-langkah kecil para pemulung mulai menghilang dalam keramain tradisi kota Batavia.

***

Sepertinya pagi ini mengajari banyak tentang alam, hidup, usaha dan doa. Belum lagi keringat yang basah dan dingin. Karena ada harapanku dan harapan mereka yang terpaut pada pesan fajar dilangit batavia;-tapi pernahkah kita lupa atau sengaja hilangkan pengetahuan sedikit ini. 

Kalau fajar pagi ini adalah harapan maka harapan itu datang dari ufuk timur seperti janji alam pada bumi dan mata kosong. Dibatavia, langit bisa mendung dan tak ada harap lebih, tapi matahari pagi ini menggadai panasnya demi sebuah doa.

Doa yang sengaja dititipkan dari mereka orang-orang bijak yang lupa kalau terbitnya matahari adalah tempat kami beradu dan kembali merebahkan tubuh lelah tanpa melupakan mereka yang lelah dan sibukkan diri di batavia.

Jejak Jakarta, 26 Mei 2016 silam*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun