Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lalu, Apa Makna Perjuangan Kalau Tidak Merdeka?

21 Oktober 2017   00:35 Diperbarui: 21 Oktober 2017   01:31 1477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: pinterest.com/koki4122

Tahun 1945 Bangsa ini baru saja mendeklarasikan kemerdekaannya menjadi sebuah Republik yang merdeka. Selayaknya hidup telah sampai pada menemukan siklus perdamain bangsa dan segenab tumpah darah Indonesia. Republik yang dengan ketegasan pemuda pelajar dan para tentara diorganisir dalam satu tujuan kemerdekaan, melawan penjajahan jepang dan kolonialisme belanda. 

Perjuangan usai deklarasi kemerdekan bukanlah perjuangan biasa, yang gampang goyah. Revolusi terjadi sampai pada tahun 1966. Artinya darurat ini menjadikan Republik yang merdeka tidak lagi stabil sampai tahun 1980an.  Di daerah terluar pulau jawa, pemberontakan masih terjadi beberapa faksi, organisasi berhaluan islam tak kalah sebagai sebuah organanisasi pergerakan menyatukan pemuda terbaik dari solo, surabaya, jogja dan sampai pada bandung. 

Pemuda terbentuk dalam jong-jong tergabung sebagai kekuatan yang satu. Mengatur siasat menjaga dinamika darurat paska Kemerdekaan. Pergolakan terjadi dimana-mana. Republik sudah merdeka ini tidak pernah goyah. Berdiri dalam kesatuan utuh sebagai bangsa Indonesia, berdiri sebagai orang-orang pribumi. Membela dan berperang demi harapan kemerdekaan seutuhnya. 

Pada saat kemerdekaan indonesia melewati berapa fase kepemimpinan, instabilisasi bergulir bersama kekuatan secara politik berbangsa, datang ancaman dari koloni dan negara tetangga berbuat ulah, semua bisa diatasi. 

Orde lama, orde baru berganti reformasi. Terlihatlah pertiwi dengan sumringah menjemput kemerdekaan seutuhnya. Dari tangan anak-anak pribumi kemerdekaan itu di daulat. Dari lidah anak-anak pribumi kemerdekaan di pekikkan, dari kepalan tangan pemuda dan pemudi bangsa ini berjanji sebuah cita-cita merdeka kepada pertiwi. 

Hari ini, pertiwi biarkan pemuda dan pemudi dengan gusar dan enteng melarang kata pribumi dipakai dalam sebuah pidato politik salah seorang anak pribumi. Tekanan hidup dinegara ini semakin terlihat daruratnya. Unsur-unsur konflik sengaja dikorek oleh mereka yang merasa bangsa ini sudah saatnya dipimpin oleh selain orang pribumi. 

Internal konflik mulai merejalela melalui banyak jembatan. Kiat cepat dan dahsyat melejit menyentuh telinga orang-orang dipelosok Negeri. Akankah ini sebuah pertanda konflik antara anak bangsa sudah mulai nampak? 

Sama-sama kita khianati amanat para pahlawan bangsa ini, diplomasi politik yang dibangun, kerjasama ekonomi dan lain sebagainya bukan lagi merupakan memperkuat tubuh negara kesatuan. Melainkan negara ini terlihat seperti kapal pecah. Semua menganga, tergelatak pasrah seakan tidak memiliki tanggungjawab menjaga kutuhan. 

Jika pun pertiwi melarang pribumi bersuara, kita lihat K. H. Hasyim Asy'ari tidak berjuang keras membina anak-anak mencintai republik, kita tidak melihat HOS Tjokroaminoto berkeras hati membina beberapa tokoh bangsa untuk mandiri menjadi pemuda andalan. Kita lihat tidaklah pemuda dan pemuda santri habiskan begitu banyak waktu hanya mendapat sedikit pengetahuan dengan keadaan saat itu yang tegang. 

Bung Karno teriak pekikkan telinga pemuda dari sabang sampai merauke, Jenderal sudirman dengan tegas membela jiwa juang tentara, Bung Tomo berapi-api dalam berpidato ingatkan kepada pribumi atas sebuah ketegasan merdeka harus segera dan deretan tokoh bangsa ini memiliki mimpi yang sama sebagai pejuang pribumi. 

Toh, sekarang pribumi di perkarakan hanya persoalan ucap. Lalu bagaimana tindakan pribumi? Bagaimana makna perjuangan pemuka untuk jadikan bangsa ini merdeka? 

Analisa kita sederhana, peribumi yang mana yang berhak melarang menggunakan kata pribumi dalam setiap pidato, secara hukum/UU sudah jelas dilarang menggunakan dengan alasan politis rasional. Seperti membuka katup Keraan untuk orang asing datang dan menggantikan posisi pribumi dalam menjaga kehidupan tanah airnya? 

Jangan sampai larangan ini berbau konfrontasi atau sebuah konspirasi besar seperti tahun awal kemerdekaan bangsa. Siapa bertanggungjawab atas itu? Pada akhirnya pribumi menjadi tersisih, ditindas lalu dijajah Kembali? Meskipun Republik ini sebagai negara dengan dinamika politik serta segenab polemik kehidupan yang makin meningkat. Orang pribumi sebagai orang asli sangat peka terhadap penjajahan dan kolonialisme gaya baru. 

Dalam meghadapi hal demikian, suara-suara kecil masih teriak dan sesekali terjadi sengit dalam beda pendapat arah perubahan dikendalikan oleh siapa dan siapa. Sebagai sejarah paling kelam dalam hidup orang pribumi sebelum bangsa ini merdeka adalah sejarah pahit, agaknya negara yang sudah merdeka ini tidak akan diserahkan nasibnya kepada orang asing. Orang-orang yang bercita-cita merusak negara ini dan menikmati kekuasaan tanpa kedaulan rakyat. 

Haruskah penduduk pribumi digantikan dengan penduduk Indonesia? Banyak jawaban dalam menelaah perkara yang satu ini. Penggunanan fresa pribumi sekarang menjadi PR untuk kita semua. 

Prinsipnya, menggantikan atau tidak frasa dari kata pribumi sebab dinggap akan memicu konflik seperti masa lalu. Kita masih tetap berpegang kepada semboyan rakyat adalah satu, sebagai orang asli indonesia, sebagai penduduk asli bangsa ini.  Dan kalau nilai dalam memaknai frasa dari pribumi tidak lebih dari pada ada tujuan memecah belah kesatuan, maka nilai perjuangan para pemuka bangsa akan dipertaruhkan. Siapa yang akan disalahkan jika perkara demikian akan membuat tensi makin meninggi? 

Benar, pesan para pemuka bangsa. Negara ini akan hancur seketika oleh tangan orang pribumi yang menjadi asing. Hancur oleh tangan asing sudah menganggap dirinya sebagai pribumi.  Asing dalam hal ketidakhormatnya mereka kepada cita-cita bangsa, UUD 45 dan pancasila. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun