Mohon tunggu...
Siska Fransisca
Siska Fransisca Mohon Tunggu... -

Pengamat Kompasiana dan Kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keyakinan Jitu Jokowi: Oktober, Ekonomi Kita Meroket ke Angkasa

13 Agustus 2015   13:49 Diperbarui: 13 Agustus 2015   13:49 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hebat. Optimisme Jokowi berkelebat tinggi. Katanya Oktober, ekonomi kita akan meroket ke angkasa. Jokowi begitu yakin bahwa di kuartal III dan IV ini ekonomi Indonesia akan melambung. "Mulai agak meroket September, Oktober. Nah, pas November itu bisa begini," kata Jokowi sambil tangannya menunjuk ke atas.

Jokowi kemudian membesarkan hati rakyatnya. Katanya, kita tak perlu cemas, sebab pelemahan yang terjadi sekarang ini tidak hanya dialami oleh Indonesia, tapi oleh banyak negara lain di dunia. Meskipun pertumbuhan ekonomi nasional kuartal II-2015 hanya 4,67%, tapi pertumbuhan seperti itu masih termasuk dalam lima besar dunia. Pada kuartal II, kata Jokowi, pertumbuhan Indonesia hanya turun 0,3%, sedangkan negara lain ada yang turun sampai 1,5% – 2%. Jadi kalau ada yang pesimistis itu keliru, katanya.

Alasan Jokowi untuk optimis memang cukup banyak. Saat ini,  belanja modal dan barang baru mencapai 12% dari yang ditetapkan. Artinya,  masih ada 88% yang akan dihabiskan di semester II ini. Belum lagi belanja infrastruktur yang nilainya sekitar Rp 130 triliun. Itu juga baru dimulai semester II. Itulah sebabnya, pemerintah akan all out mempercepat belanja modal dan belanja barang supaya pertumbuhan ekonomi melesat.  “Saya ngomong, masa enggak percaya,” kata presiden.

Masalahnya, ini bukan soal percaya atau tidak percaya. Tapi masih perlu dibuktikan di kemudian hari. Apakah benar akan terjadi belanja habis-habisan yang kemudian disusul dengan pertumbuhan yang spektakuler? Sebab, kalau melihat gejalanya, agak susah mencapai apa yang ditargetkan Jokowi.

Kinerja perekonomian China, sebagai negara pengimpor terbesar dari Indonesia, masih suram. Rilis data perdagangan negeri itu, periode Juli 2015 melaporkan bahwa jumlah permintaan, baik dari luar negeri maupun domestik masih sangat lemah.

Tidak hanya itu, harga produsen pabrik di China juga membukukan penurunan, memperpanjang tren yang tercatat selama tiga tahun terakhir. Selain itu, indeks harga produsen di China pada Juni lalu juga akhirnya menyentuh level terendahnya dalam kurun hampir enam tahun terakhir. Itu baru dari China, belum lagi kalau The Fed benar-benar menaikkan suku bunga acuannya pada September depan, jelas tekanan terhadap perekonomian bakal semakin besar.


Sebenarnya, selain belanja pemerintah, permasalahan terbesar Indonesia selama tahun 2015 ini adalah masih rendahnya investasi dan semakin pesimisnya laju konsumsi di sektor rumah tangga. Padahal, dua faktor ini merupakan komponen lain pembentuk PDB yang sangat penting. Sementara itu dari sisi perdagangan, meskipun impor turun, aktivitas ekspor pun terpantau tetap, tidak membaik meski beberapa bulan terakhir ini rupiah terus melemah. 

Secara singkat terlihat bahwa impor barang modal menyusut 20% di kuartal II. Sementara investasi (penanaman modal tetap bruto/ PMTB) hanya tumbuh 4% atau lebih rendah daripada perkiraan awal 5,5%. Selain itu, laju impor bahan baku juga turun hingga 21% pada periode ini, terburuk sejak 2009. Melihat penurunan impor yang lumayan pada kuartal kedua lalu, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja ekspor Indonesia tidak maksimal pada kuartal tersebut.

Kondisi ini dapat dilihat dalam rilis data neraca perdagangan yang membukukan surplus sebesar US$ 2 miliar secara kumulatif pada kuartal II-2015, namun volume ekspor aktual justru turun 13,1% secara tahunan.

Dengan kondisi seperti itu, dan pemerintah baru mencanangkan belanja infrastruktur pada kuartal III, jelas pertumbuhan ekonomi sebesar 5% tidak akan terkejar. Jadi, mungkin benar ramalan sebagian ekonom, yang menyatakan bahwa dengan tumbuh 4,7% saja Indonesia sudah bagus.

Bank dunia pun memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tak akan lebih dari 4,7%. Alasannya, pertumbuhan investasi jangka panjang dan belanja konsumen Indonesia masih melemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun