Fungsi rangkap manusia sebagai hamba Allah sekaligus khalifah di muka bumi menuntut penguasaan ilmu sebagai syarat mutlak tercapainya kesempurnaan dalam pelaksanaan kedua tugas itu. Ibadah yang disertai dengan ilmu yang benar dapat menempatkan manusia pada posisi sejajar atau bahkan lebih terhormat dari malaikat. Jadi, budaya ‘iqra’ (membaca) memang merupakan hal yang menyatu dan tak terpisahkan dalam eksistensi manusia.
Pengkaitan perintah membaca dengan penyebutan nama Tuhan dalam lima ayat pembuka Surah Al-Alaq, yang juga merupakan wahyu pertama dalam kerasulan Muhammad Saw,  menuntun manusia untuk melakukan seleksi terhadap materi-materi yang akan dijadikannya obyek penelaahan agar tidak terjadi pemborosan energi sia-sia karena keliru memilih obyek ‘iqra’ yang ujung-ujungnya akan menjerumuskan pada kekufuran atau kemusyrikan. Jadi jelas diperlukan keikhlasan dan kecerdasan untuk memilih materi yang tepat.
Selain itu hubungan perintah membaca dengan Tuhan Yang Maha Mulia bisa pula  bermakna bahwa dengan kemuliaanNya, Rabb akan menganugerahkan ilmu yang sebelumnya tidak diketahui manusia melalui syariat membaca ini. Istilah ‘iqra’ pun memiliki arti mengulang-ulang bacaan yang sama namun berkat kemuliaanNya, repetisi itu dapat membidani lahirnya pandangan atau pengertian baru yang sebelumnya tidak dijumpai pada proses membaca yang pertama kali. Atau dapat pula dipahami sebagai konsep bahwa membaca dan mengulang bacaan yang sama akan mendatangkan manfaat yang tak terbatas sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Mulia.
Ada beberapa karakteristik dalam kandungan Al-Qur’an yang perlu dipahami sebagai bekal awal membaca Al-Qur’an (Machmud Ranusemito, 2000); antara lain untuk hal-hal metafisika yang berpeluang besar memancing persepsi keliru akibat keterbatasan jangkauan akal dan hati manusia, Allah memberikan batasan/pernyataan/definisi yang sangat tegas dan jelas. Misalnya tentang keberadaan Allah, mahluk-mahlukNya yang gaib, surga-neraka, dan sejenisnya.
Karakteristik berikutnya adalah bahwa ajaran-ajaran yang menyangkut masalah duniawi dalam Al-Qur’an secara umum hanya diberikan garis besarnya saja untuk memberikan kebebasan yang seluas-luasnya bagi manusia dalam mengeksploitasi akal budinya. Namun untuk beberapa bahasan,seperti hukum waris, Al-Qur’an memberikan panduan yang sangat rinci. Satu pokok bahasan bisa dibahas dalam lebih dari satu ayat atau tersebar di beberapa surat dengan cara penyampaian yang berbeda. Pencantuman sejarah para nabi, tamsil-tamsil dari dunia binatang atau tumbuhan, dan kisah-kisah gaib ditujukan untuk mempertajam pengertian dan pemahaman seputar aqidah, akhlak, muamalah, dan hal-hal lain.
‘Iqra’ yang tepat sasaran memang hanya bisa dicapai; bila sebelumnya kita menyiapkan diri untuk mempelajari, memahami, dan menjalankan segenap sistematika prosesnya dalam urutan yang sebisa mungkin sama persis dengan panduannya. Di sinilah kita butuh tuntunan sosok ulama, seorang guru,  agar dapat berproses dengan baik untuk dapat meraih manfaat sebesar-besarnya dari salah satu mukzizat teragung sepanjang jaman, yakni Al-Qur’an.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI