Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Provokasi Jelang Setahun Tragedi Penembakan Brutal di Masjid Selandia Baru

12 Maret 2020   18:35 Diperbarui: 12 Maret 2020   18:47 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PM Jacinda Ardern dengan latar Masjid Al-Noor yang dipenuhi tanda belasungkawa warga Selandia Baru paska tragedi 15 Maret 2019 (doc.NPR, Otago Daily Times/ed.Wahyuni)

Beberapa hari sebelum peringatan setahun penembakan di dua mesjid di kawasan Christchurch (Selandia Baru) yang menewaskan 51 jemaah Muslim pada 15 Maret 2019 silam, sebuah posting muncul di aplikasi pesan terenkripsi yang menunjukkan sosok seorang pria mengenakan balaclava berada di luar salah satu masjid yang pernah diserang itu lengkap dengan ancaman dan emoji senjata (Reuters, 11 Maret 2020).

Pesan itu merupakan yang terbaru dari rangkaian ancaman terhadap minoritas di Selandia Baru yang merupakan bukti bahwa opini para ahli tentang peningkatan kejahatan rasial dan xenofobia paska pembantaian jamaah masjid oleh seorang lelaki bernama Brenton Tarrant yang diduga berafiliasi dengan kelompok rasis supremasi kulit putih adalah benar adanya.

Brenton yang bersenjatakan senapan semi otomatis telah menyerang umat Muslim yang tengah menjalankan ibadah sholat Jumat di kota terbesar kawasan South Island dan menyiarkan secara langsung aksi biadabnya itu via Facebook. 

Dia dikenai 92 dakwaan terkait dengan serangan terhadap masjid Al Noor dan Linwood. Brenton mengaku tidak bersalah dan menghadapi persidangan pada Juni.

Serangan itu telah mengundang kasih sayang yang luar biasa dari segenap lapisan masyarakat Selandia Baru dan Perdana Menteri Jacinda Ardern yang secara frontal menunjukkan dukungannya. 

Dia memprakarsai penyusunan undang-undang baru  pemilikan senjata dan menginisiasi gerakan global untuk meredan kebencian di ranah online, dua langkah yang mendapat pujian sebagai teladan bagi para pemimpin lainnya.

Namun sayangnya, menurut para tokoh Muslim, aktifis dan pakar; serangan brutal itu juga telah menginspirasi kaum nasionalis kanan dan pegiat anti-imigran untuk menjadi lebih aktif baik secara online maupun offline. 

"Serangan itu telah mendorong orang-orang yang ingin menyebarkan kebencian menjadi lebih berani." Papar Anjum Rahman dari Dewan Wanita Islam Selandia Baru. Dewan pun telah berulang kali memperingatkan pemerintah dalam satu tahun terakhir tentang kebangkitan kelompok ekstrem kanan dan meningkatnya ancaman yang dirasakan oleh wanita Muslim di Selandia Baru.

Rahman pula yang melaporkan ancaman terbaru terhadap masjid Al Noor ke polisi setelah dia ditunjukkan gambar lelaki berbalaclava tersebut di atas yang tengah marak disebarkan melalui jejaring medsos Telegram.

Laporan media lokal mengaitkan lelaki itu dengan kelompok nasionalis kulit putih bernama Action Zealandia, yang dibentuk pada Juli 2019, hanya beberapa bulan setelah serangan Christchurch. Di situsnya dikatakan fokus pada "membangun komunitas untuk orang Selandia Baru Eropa".

Action Zealandia menanggapi insiden tersebut dalam pernyataan di Twitter bahwa tindakan yang dituduhkan pada terdakwa tidak sesuai dengan kode etik serta "tidak dewasa dan tidak produktif karena kami tidak menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun