Sebuah survei data yang dilakukan oleh Yudistra Nugroho dan Ilham Samudera, sebagaimana dirilis dalam laman thinkwithgoogle.com per Juli 2018, menunjukkan bahwa 48 persen perempuan Indonesia usia 25-28 tahun serta 46 persen yang berusia 29-34 tahun sudah biasa menggunakan e-money alias uang digital untuk berbelanja  online barang kebutuhan mereka sehari-hari dari mulai makanan sampai produk supermarket.
Jumlah itu lebih tinggi dibanding 28 persen dan 32 persen laki-laki pada kelompok usia yang sama dan hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan lebih sering menjadi pembuat keputusan dalam urusan pengeluaran rumah tangga dan belanja grosir secara  online. Fenomena tersebut memudahkan berbagai produk e-money untuk diterima oleh kaum perempuan dibanding laki-laki yang biasanya bertanggungjawab untuk membayar tagihan/biaya pengeluaran rutin rumahtangga seperti tagihan listrik/air, pajak, uang sekolah anak, dan sebagainya.
Tahun inipun laporan bertajuk "2019 Year in Search Indonesia: Insights for Brands" yang dirilis Google Indonesia pada ekshibisi Google4ID per 20 November 2019 lalu menunjukkan bahwa 86 persen perempuan Indonesia pengguna internet tercatat telah menggunakan pelayanan pembayaran digital dan jumlah itu jauh lebih tinggi dari hanya 32 persen pada tahun 2017 (The Jakarta Post, 28 November 2019).
Dominasi perempuan pengguna e-money pun nampak pada frekuensi berbagai kata yang digunakan untuk melakukan pencarian data di internet. Kata 'Beauty', 'Auto', dan 'Travel' adalah merupakan kata kunci yang paling sering digunakan oleh para pengguna internet. Laporan yang sama juga menyebutkan adanya peningkatan searching di Google sebanyak 82 persen terkait kata 'Auto', 80 persen terkait kecantikan dan produk perawatan tubuh, dan 90 persen terkait 'flights to' dari kalangan pengguna internet area kota non-metropolitan yang membutuhkan jasa penerbangan.
Fakta menarik lainnya, menurut laporan itu, adalah para pengguna internet di kota-kota metropolitan memang mencari kenyamanan lebih dan nilai yang lebih tinggi untuk pengalaman digital maupun kehidupan nyata mereka, sementara pengguna internet non-metropolitan biasanya melakukan searching  aneka produk maupun layanan mewah yang dalam kondisi aktual belum mampu mereka dapatkan. Sekedar cuci mata untuk mengecap kenyamanan digital. Selama tak merugikan orang lain, kenapa tidak?