Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kedemba, Heroin Herbal Indonesia yang Dilematis

7 Oktober 2019   12:15 Diperbarui: 7 Oktober 2019   12:25 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kedemba/kratom antara obat dan narkotika (doc.Scientific American/ed.Wahyuni)

Kedemba (Mitragyna speciosa) yang di mancanegara dikenal dengan nama komersial 'kratom'adalah pohon liar yang banyak ditemukan di wilayah tertentu di Indonesia, Thailand, Malaysia and Papua New Guinea. Daunnya mengandung semacam senyawa yang dapat mempengaruhi pikiran, tepatnya pada reseptor-reseptor otak yang sama seperti kinerja morfin, dan hal itu menjadikannya salah satu obat herbal yang populer.

Penggunaan kratom kini tengah diawasi secara ketat di AS dimana lebih dari 130 orang tewas setiap hari akibat overdosis penggunaan opioid (obat penghilang rasa sakit yang bekerja dengan reseptor opioid dalam tubuh, terbuat dari tanaman opium atau bahan sintetiknya, -pen.). US Food and Drug Administration, meski sudah berhenti mendeklarasikannya sebagai bahan ilegal, telah memberikan peringatan untuk berhati-hati dalam mengkonsumsinya (South China Morning Post, 6 Oktober 2019).

Sementara itu di Indonesia, Badan Nasional Narkotika (BNN) tengah memperjuangkan agar kementerian kesehatan mengklasifikasikan kratom sebagai psikotropika kelas satu, seperti heroin dan kokain, yang pelanggaran penggunaannya bisa dikenai hukuman maksimum 20 tahun penjara. Deputi rehabilitasi BNN, seperti dikutip South China Morning Post (SCMP), menyatakan bahwa,"Bahaya yang ditimbulkan (kratom) sepuluh kali lipat lebih besar dari kokain atau mariyuana."Tuturnya,"Diskusi kami masih berjalan."

American kratom Association memperkirakan pada bulan Juni di AS tercatat ada 15.6 juta pengguna dan nilai industrinya mencapai lebih dari satu milyar dolar. Kratom dinyatakan ilegal di enam negara bagian AS , termasuk Alabama dan Wisconsin, dan di kawasan Eropa sebagian menyatakan ilegal (Irlandia, Swedia, Latvia, Lithuania, dan Inggris), sedangkan sebagian lain (Jerman, Perancis, Spanyol) melegalkannya. Kratom diperjual-belikan di internet dalam bentuk bubuk hijau, teh, atau permen karet.

Kratom adalah tumbuhan asli di Tuana Tuha, sebuah desa berpenduduk 3.000 orang, sekitar empat jam dari ibu kota Kalimantan Timur, Samarinda. Penelusuran Resty Woro Yuniar/SCMP menunjukkan bahwa kedamba/kratom yang termasuk famili kopi-kopian ini sejak akhir tahun 2017 telah menjadi sumber mata pencaharian utama penduduk lokal, menggantikan minyak sawit dan mencari ikan. Sementara di Pontianak (Kalimantan Barat) kratom telah dibudidayakan untuk kepentingan perdagangan sejak tahun 2004.

Bahkan penduduk setempat dengan yakin mengatakan,"Jika kita menemukan pohon kedemba, berarti kita dapat uang."

Memetik daun kedemba liar di pohonnya yang rata-rata setinggi hampir 7 meter memang memerlukan ketrampilan tersendiri. Seorang pemetik berpengalaman mampu memetik sampai 200 kilogram daun per hari dan mendapat penghasilan harian sebesar Rp.400,000 untuk kerja tujuh jam. Sementara untuk jangka waktu dan kepayahan serupa saat melaut mencari ikan, penghasilannya tidak menentu dan sulit dijadikan pegangan. Maka jangan heran jika budidaya kedemba segera bersiap menyusul perkebunan sawit.

Upaya BNN memasukkan kratom pada golongan psikotropika kelas satu untuk mencegah penyalahgunaannya akan berbenturan dengan kepentingan para penduduk Kalimantan yang telah menjadikan budidaya dan pengelolaan kratom sebagai mata pencaharian utama mereka. Apalagi mereka berpendapat bahwa soal penyalahgunaan kratom di luar negeri bukan salah mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun