Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Membebaskan Indonesia dari Jebakan "Middle Income"

17 Juli 2019   08:49 Diperbarui: 17 Juli 2019   09:00 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb


Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan pada rata-rata 5,27 persen year of year selama kurun waktu 2000-2018, menurut ekonom senior INDEF Nawir Messi, dikuatirkan akan membuat negeri ini kesulitan meloloskan diri dari jebakan kategori negara berpendapatan menengah alias middle income trap (Bisnis.com, 12 April 2019, 09:54 wib).

Bila sebuah negara berpenghasilan menengah bertahap menjadi tidak kompetitif pada sektor industri bernilai tambah (value added industries), contohnya industri manufaktur, disusul dengan berpindahnya basis industri padat karya ke negara-negara lain yang memiliki skema upah buruh lebih murah hingga pertumbuhan ekonomi di negara tersebut terancam stagnan atau bahkan menurun. 

Maka selanjutnya negara yang bersangkutan akan sulit bersaing bukan hanya dengan negara dengan tingkat upah rendah namun juga dengan negara-negara yang berteknologi tinggi. Situasi-kondisi semacam itulah yang dimaksud dengan middle income trap (MIT).

Karakteristik negara dalam kondisi MIT adalah tingkat investasi rendah, pertumbuhan sektor manufaktur rendah, diversifikasi terbatas, dan kondisi pasar tenaga kerja buruk.

Dhani Setyawan (2014) dalam opininya di situs resmi Kemenkeu yang berjudul 'Indonesia Dalam Bayang-bayang Middle Income Trap' menyebutkan bahwa beberapa studi telah menyimpulkan MIT terjadi karena rendahnya dukungan infrastruktur, ketidakberdayaan membangun pangan dan perlindungan sosial, serta rendahnya kualitas sumber daya manusia, birokrasi, dan supremasi hukum.

Menurut Asian Development Bank (ADB), jangka waktu MIT bagi setiap negara adalah 42 tahun dan Indonesia yang telah menjadi negara berpendapatan menengah sejak 1985 diharapkan bisa keluar dari MIT pada tahun 2027 setelah pendapatan per kapitanya melampaui USD 12.476 (okefinance, 2 Februari 2018, 12:35 wib).

Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan bahwa berdasarkan skenario perekonomian jangka panjang, pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen per tahun adalah prasyarat agar Indonesia mampu keluar dari MIT (Kompas.com, 16 Juli 2019, 15.46 wib), namun kapasitas pertumbuhan ekonomi jangka pendek yang berkisar pada 5 -- 5,5 persen merupakan tantangan tersendiri.

Ada dua solusi yang diajukan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Moneter, Fiskal, dan Publik Raden Pardede (JPPN.com, 25 Mei 2019, 11.32 wib) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jangka pendek; yaitu meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia (TKI) dan memajukan sektor pariwisata. 

Dia membandingkan pendapatan yang diperoleh Indonesia dari remitansi senilai USD 10 milyar atau hanya sepertiga dari penerimaan Filipina di sektor tenaga migran yang mencapai USD 30 milyar. Hal serupa terjadi di sektor pariwisata dimana Indonesia hanya mampu merogoh kocek turis senilai USD 11 -- 12 milyar dibanding Thailand yang sukses meraup USD 30 milyar.

Langkah kedua yang direkomendasikan Raden Pardede untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi jangka pendek adalah dibangunnya sinergi antara Pemerintah dengan Kadin dalam merancang kebijakan usaha hingga kelak peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah dapat diterima semua kalangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun