Imperialisme dan kolonialisme Barat tidak sepenuhnya telah benar-benar mati, ada beberapa bangsa diluar sana yang masih dirongrong penjajah secara teritorial, politik dan ekonomi. Dan ada lebih banyak lagi bangsa atau kelompok masyarakat yang masih benar-benar sedang terjajah secara epistemologis.
Penjajah memang telah terusir dari menduduki teritorial, memonopoli politik dan merampok perekonomian mereka. Tapi ia meninggalkan luka epistemologis tentang sebuah amnesia kolektif yang membuat bangsa terjajah kehilangan daya untuk berpikir kreatif.Â
Penjajahan nyatanya tidak hanya berlangsung di wilayah teritorial, politik, dan ekonomi. Tetapi juga dalam wilayah epistemologi: tentang bagaimana cara kita memahami, memandang, dan menafsirkan realitas dunia.Â
Inilah yang oleh Anbal Quijano disebut dengan colonial matrix of power. Yakni bahwa kolonialisme tidak hanya menaklukkan wilayah, tetapi juga meninggalkan jaringan kekuasaan sebuah peta dominasi yang mengakar, di mana hierarki ras---kulit putih dianggap superior---dan epistemologi pengetahuan Barat menjadi pijakan universal.
Eurosentrisme yang terjadi ini menempatkan Eropa atau Barat secara umum sebagai pusat peradaban, standar kebenaran universal, dan ukuran kemajuan. Sementara budaya dan pengetahuan dari luar Eropa dianggap lebih rendah, tradisional, dan tertinggal.Â
Aktor genosida epistemologis ini tidaklah hanya melibatkan orang-orang Barat, tetapi banyak juga adalah orang-orang lokal itu sendiri yang telah mabuk kepayang dengan menyembah-nyembah pemikiran Barat dan amnesia terhadap potensi pemikiran lokal milik mereka sendiri. Maka benarlah  apa yang telah Ibn Khaldun katakan bahwa "Orang yang kalah dikutuk cenderung meniru penjajahnya."Â
Di sinilah pentingnya dekolonisasi yang menekankan perlunya mengembalikan kemampuan berpikir kreatif yang bebas dari monopoli epistemologi Barat. Kita tidak menolak Barat secara ontologis, karena ia tetap merupakan salah satu arus pengetahuan dunia. Tetapi kita menolak universalisme Barat sebagai satu-satunya sumber kebenaran.
Oleh karena itu, tujuan dekolonisasi pengetahuan setidaknya ada dua: yakni melawan monopoli epistemologi Barat dengan meruntuhkan klaim universalisme dan memulihkan dan merestorasi pengetahuan pra-kolonial yang telah diruntuhkan oleh kolonialisme.
Dekolonisasi adalah bentuk perjuangan melawan penjajah dan upaya kebangkitan kembali martabat epistemologis non-Barat yang selama ini berada dibawah bayang-bayang Eurosentrisme. Sehingga  warisan kolonial yang masih hidup dalam sistem pengetahuan kita dapat benar-benar sirna dan kita benar-benar menjadi manusia yang merdeka seutuhnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI