Mohon tunggu...
Billa
Billa Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Komunikasi

Seorang fresh graduate yang menyukai dunia pertelevisian, media, dan industri kreatif

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jurnalis Media Online dalam Menghadapi Tantangan Jurnalisme Online

5 Oktober 2017   03:57 Diperbarui: 5 Oktober 2017   04:28 5042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
media online (pict by https://www.maxmanroe.com/wp-content/uploads/2015/02/5-Tipe-Bisnis-Media-Online.jpg)

Pencarian dan penyebaran informasi di zaman yang semakin modern ini nampaknya bukan lagi menjadi hal yang sulit didapatkan. Semakin banyak cara yang digunakan untuk mencari dan mendapatkan informasi. Salah satunya dengan adanya media massa maupun media berbasis digital. Dulu, informasi didapat melalui media cetak yang harus menunggu paling tidak satu hari untuk mendapatkan informasi terbaru. Media siar pun memberlakukan hal yang sama, paling tidak harus menunggu satu jam untuk updateinformasi. 

Namun,  dengan adanya media berbasis digital, informasi bisa didapatkan dalam waktu singkat yaitu dalam hitungan menit bahkan detik. Masyarakat saat ini banyak yang lebih media digital daripada cetak atau siar. Alasan yang paling sering dilontarkan adalah bahwa media digital lebih cepat, murah, mudah, serta selalu update.   

Berbicara mengenai media berbasis digital tentu saja tidak bisa dipisahkan dari konsep jurnalisme online.Jurnalisme onlinesebenarnya sama saja dengan jurnalisme pada umumnya. Yang membedakan adalah konten yang diberitakan oleh jurnalisme onlinedidistribusikan melalui internet. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Yovinus Guntur, jurnalis media online Super Radio, yang menyatakan, "Secara prinsip tidak berbeda. Mekanisme dan cara kerjanya sama. Yang membedakan cuman gaya penulisan dan penyajiannya saja.". 

 Media onlinememang identik dengan prinsip menghasilkan berita yang cepat. Namun, terkadang berita yang dihasilkan hanya mementingkan kecepatan tanpa memperhatikan prinsip lainnya, yaitu akurasi. Hal ini biasa terjadi di media onlinekarena media onlinebanyak yang memegang prinsip kecepatan serta mengabaikan akurasi.

Perkembangan media onlinememang menguntungkan publik. Namun, di balik itu tetap saja ada masalah-masalah yang harus menjadi perhatian baik oleh masyarakat maupun jurnalis media onlineitu sendiri. Jurnalis media onlineharus bekerja dalam siklus produksi yang lebih singkat dibandingkan rekan jurnalis lain yang bekerja di media cetak maupun siar. Ini disebabkan oleh tenggat waktu yang terus menerus, serta tekanan dari persaingan organisasi berita untuk berita yang terus diperbarui dalam waktu cepat (Jorgensen, 2009). 

Dikutip dari Syaefullah (t.t), terdapat beberapa masalah etik dalam media online. Problem etik tersebut antara lain interaktivitas komunitas, antara cepat dan akurat, cover both sides, mendidik pembaca, dan juga persoalan lain sepertinya adanya content agregator.Dengan adanya masalah-masalah etik tersebut, tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi para jurnalis media online.

Interaktivitas Komunitas

Saat ini, berita tidak hanya bisa diproduksi oleh pemilik industri media. Siapa saja bisa menjadi 'wartawan' yang menyebarkan informasi lewat berbagai perantara, salah satunya media online. Dikutip dari Lister (2009), saat ini kita berada di zaman trans-medialitas atau migrasi dari konten dan bentuk media. Ketika dulu publik hanya bisa menjadi audiences, sekarang mereka bisa menjadi users.

Ketika dulu publik menjadi konsumen, sekarang bisa menjadi produsen. Ketika dulu publik cenderung pasif, sekarang bisa ikut aktif terlibat berbagi informasi. Salah satunya adalah dengan menjadi citizen journalism. Citizen journalismmembuat semua masyarakat bisa berpatisipasi aktif mencari, memproses, serta menyebarluaskan informasi yang didapatnya tanpa perlu menjadi jurnalis maupun belajar ilmu jurnalistik.

Namun, nampaknya ini menjadi tantangan besar bagi jurnalis media online.Publik saat ini bisa dengan mudahnya menjadi 'jurnalis' meski terkandang informasi yang disampaikan belum sesuai dengan prinsip jurnalistik. Selain itu, yang disampaikan terkadang belum jelas sumbernya dan mencampuradukkan fakta dan opini sehingga cenderung berujung menjadi berita rancu dan informasi yang hoax.Kita bisa mengambil contoh dalam media sosial, terutama Facebook, seringkali tersebar informasi suatu peristiwa dengan embel-embel"Maaf, cuma copas dari grup sebelah". Dengan adanya kejadian tersebut, jurnalis 'yang sudah lebih mendalami ilmu jurnalistik' dituntut untuk bisa menghasilkan berita yang tepat dan akurat.

"Tantangan terbesar adalah bagaimana melawan media sosial yang semakin deras arusnya. Apalagi banyak masyarakat yang secara tidak langsung sudah berperan sebagai 'wartawan'. Yang harus dilakukan adalah menyajikan informasi yang tepat dan akurat tidak hanya sekedar cepat" --Yovinus Guntur, 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun