Jika pembaca kebetulan kelahiran sebelum dan sampai tahun 1960-an, dan sempat mengecap pendidikan tingkat menengah dan perguruan tinggi, hampir bisa dipastikan ujung jari-jari Anda pernah bersentuhan dengan tuts (tombol huruf-angka-tanda baca) di mesin ketik manual, yang saat digunakan akan memproduksi bunyi bising tak-tik-tuk, dan bisa membuat jari-jari terutama kelingking terasa pegal serius. Dan sebagian dari generasi itu, khususnya para kuli tinta, mahir mengetik dengan sepuluh jari.
Kayaknya sih, sudah jarang banget generasi sekarang yang bisa mengetik dengan 10 jari. Dan generasi milenial memang bisa berargumen begini, untuk apa mahir mengetik 10 jari, yang notabene tak berguna ketika misalnya mengetik di layar handphone yang sempit (area layar handphone rata-rata sekitar 7x13 cm). Jika mengacu semata pada argumen ini, jelas tidak perlu lagi berupaya mahir mengetik dengan 10 jari.
Sebab pengguna handphone umumnya mengetik di layar handphonenya dengan dua jari jempol. Karena delapan jari lainnya di tangan kanan-kiri (telunjuk, jari tengah, jari manis dan kelingking) bekerja atau difungsikan menyanggah handphone ketika sedang mengetik.
Dan mengetik di handphone dengan dua jari jempol ini mirip dengan gurauan klasik tentang seseorang yang bisa mengetik di papan keyboard dengan 11 (sebelas) jari, padahal jumlah jari kan hanya sepuluh. Maksudnya hanya bisa mengetik dengan dua jari telunjuk (yang membentuk seperti angka sebelas: 11).
Tiap jari dibatasi wilayah tugasnya
Mahir mengetik 10 jari adalah kedisiplinan menjaga wilayah tugas setiap ujung jari tangan di atas papan tuts (keyboard) yang standar. Dan kemahiran ini umumnya diperoleh melalui kursus khusus. Catatan: saya tak pernah lagi melihat tempat kursus mengetik.
Sebagai gambaran, jari kelingking kiri, misalnya, hanya boleh memencet tombol huruf Q-A-Z. Artinya, kelingking kiri "tak diperkenankan" menyentuh tombol huruf W-S-X yang merupakan wilayah tugas jari manis kiri. Sementara jari telunjuk kanan hanya bertugas memencet huruf U-Y, J-H dan M-N.
Dalam mengetik sepuluh jari, telunjuk merupakan jari yang paling luas wilayah tugasnya karena jari telunjuk kiri bisa bergeser dari hurup F ke G (atau sebaliknya). Demikian juga jari telunjuk kanan, bisa bergeser dari huruf J ke H.
Adapun kedua jempol akan dan hanya memencet tombol/tuts spasi. Terkait dengan wilayah tugas tiap ujung jari di papan mesin ketik ini, bisa di-browsing sendiri.
Itulah sebabnya, orang yang mahir mengetik 10 jari bisa mengetik tanpa kesalahan, meskipun tidak melihat ke papan keyboard. Karena setiap ujung jarinya diasumsikan "memiliki mata" dan tahu wilayah tugasnya.

Secara personal, dulu, kalau lagi mengetik di mesin ketik manual, saya diam-diam suka "merasa iba" dengan kelingking kanan-kiri. Sebab jari yang paling mungil dan lentik-kurus itu diberi tugas berat: memencet tombol untuk menghasilkan huruf kapital (shift), dan pencetannya harus sempurna (full ke bawah) agar huruf kapital tercetak rata di kertas.
Ketika akhirnya dunia sains menemukan mesin ketik elektrik, lalu berkembang ke komputer dengan keyboard-nya, kemudian handphone, maka kelelahan jari-jemari yang muncul setiap usai mengetik di mesin ketik manual, sudah tak terasa lagi. Dan poin yang menarik di sini: mereka yang mahir mengetik 10 jari di mesin ketik manual, akan merasa enteng banget ketika mengetik di keyboard komputer.
Tiga manfaat utama mahir mengetik dengan 10 jari
Setidaknya, ada tiga manfaat yang bisa dinikmati oleh orang yang mahir mengetik dengan 10 jari:
Pertama, bisa mengetik lebih cepat, dibanding orang yang hanya bisa mengetik dengan 11 jari (dua telunjuk saja). Sebab mengetik dengan "sebelas jari", dua jari telunjuk itu memerlukan "waktu" mondar-mandir dan menjelajah dari tombol ke tombol di papan tuts.
Kedua, tetap rileks ketika sedang mengetik. Sebab orang yang mahir mengetik 10 jari bisa mengetik sambil merem, tanpa melihat tombol huruf di papan tuts keyboard, dan hasil ketikannya tetap benar semua, tak satu pun huruf yang salah. Artinya juga, ketika sedang mengetik, mata tetap bisa melihat ke layar komputer atau kertas/naskah yang ingin disalin/diketik. Dan proses mengetik tanpa melihat ke papan tuts ini sangat membantu memaksimalkan konsentrasi.
Dan orang yang benar-benar mahir mengetik 10 jari, bahkan bisa mengetik mengikuti semua kata-kalimat orang yang sedang berbicara, secara real-time dan nyaris tanpa kesalahan.Â
Dulu (saya nggak tahu apakah masih ada), di ruang pengadilan biasanya ada pegawai yang khusus bertugas mengetik semua kata-kalimat yang diomongkan hakim, terdakwa, penunut, pembela dan saksi untuk kepentingan dokumentasi jalannya proses persidangan.
Dua manfaat pertama di atas berkaitan langsung dengan manfaat ketiga, mengetik mengikuti ritme dan laju pikiran
Banyak penulis pemula yang mengeluhkan kendala ketidakmampuan menuntaskan tulisan (mandek dalam menulis). Tulisan sudah dimulai kemudian mandek di tengah jalan, dan artikel akhirnya tidak tuntas.
Kendala mandek menulis di tengah jalan ini antara lain disebabkan karena "pikiran" berproses lebih cepat dibanding kemampuan (kecepatan) tangan menuliskan atau mengetikkan pikiran itu.
Jika diilustrasikan dengan menggunakan skala 1 sampai 10, pikiran sudah tiba di angka 7, sementara kecepatan jari tangan menuliskan/mengetik baru sampai di angka 3. Akhirnya terjadi semacam keterputusan antara laju pikiran dan kecepatan jari mengetikkan pikiran. Akibatnya bisa ditebak: tulisan mandek, nggak tuntas.
Nah, persoalan mandek menulis di tengah jalan itu, antara lain, bisa diatasi dengan kemahiran mengetik 10 jari, yang mempersempit jarak antara laju pikiran dan kecepatan jari-jari menulis atau mengetikkan laju pengembaraan pikiran/ide.
Syarifuddin Abdullah | Amsterdam, 23-10-2020M/ 06-03-1442H
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI