Batang Merangin sungai Batanghari # Selamat datang di provinsi Jambi # Meski bertemu kita jarang # Smoga kunjunganku membuat girang.
Ya, saya baru saja sehari berada di Jambi, dan belum juga bertemu banyak orang, tapi saya merasa seakan sudah menjadi sastrawan Melayu, yang lincah berpantun ria. He he he he.
Inilah kunjungan pertama saya ke Kota Jambi. Dan seperti kota-kota provinsi kelas B lainnya di Indonesia, kota Jambi tidak menawarkan banyak hal. Kelasnya rata-rata saja. Namun semua yang bersifat rata-rata, tetap saja memiliki ikon khas dan langka.
Salah satunya: Jambi memiliki Sungai Batanghari, terpanjang di Sumatera (800 km), yang mengiris kota Jambi, dan dua tepiannya dihubungkan jembatannya yang dinamai Jembatan Aur Duri 2 (panjang 1.251 meter, lebar 9 meter, yang baru diresmikan pada 22 Februari 2010).
Dan setiap kota yang diiris sungai besar,selalu punya daya tarik tersendiri, dan umumnya menjadi pusat peradaban. Kita mengenal misalnya Sungai Tigris dan Euphrat di Baghdad, Sungai Nil di Kairo, Sungai Thames di London. Namun saya tidak/belum melihat jejak-jejak legasi peradaban kuno di sungai Batanghari di jantung kota Jambi.
Tradisi berpantun ria di Jambi pun, mungkin belum bisa disandingkan dengan kentalnya tradisi syair Melayu di Sumatera Barat. Kita pun tidak/belum banyak mendengar sastrawan legendaris ataupun penyair kondang modern asal Jambi. Saat ini minimal kita mengenal sastrawan asal Jambi: Asro Al Murthawy dan Dimas Arika Mihardja. Dan salah satu karya Asro Al Murthawy yang layak dinikmati adalah buku puisinya yang berjudul "Sahadat Senggama". Judulnya saja sudah membuat penasaran, dan menunjukkan kualitas imajinatif penulisnya.
Hasrat hati mengenal jauh kota Jambi # Cerita tentang Sepucuk Jambi Sembilan Lura # Apa kuasa waktu kunjugan hanya berbilang hari # Tidaklah cukup untuk mengenal Sembilan Lura.
Syarifuddin Abdullah | Jambi, 16 Oktober 2017 / 26 Muharram 1439H