Bukan hanya  karena namanya Peli Purlara, Pak menteri ini begitu disenangi para jurnalis kepresidenan.  Wajahnya yang lentur sehingga mudah tersenyum,  ia kerap dinanti pernyataan-pernyataannya, terutama selepas menghadap atasannya.  Ia rilek dan senang bercanda.  Dan sore itu, seperti biasa,  ia bermuka ceria.  Katanya kepada wartawan yang mengerumuninya, ia baru mendapat sepeda dari Presiden.  Ya, hadiah dari Bapak Presiden.Â
"Apa pesan dari Presiden kepada Anda?" tanya seorang reporter TV berita Oye. "Tak ada pesan apapun,"jawab Pak Menteri Peli Purlara,"Itu sepeda kenang-kenangan untuk Pak Menteri. Â Itu saja kata Beliau."
Ia pun bergegas meninggalkan kantor kepresidenan untuk kembali ke kantor kementeriannya. Â Dengan mengontel sepeda yang telah diberikan oleh staf kepresidenan, Pak menteri melenggang melewati jalan menuju pintu keluar. Â Tetapi ia harus tersendat. Â Kayuhannya terhenti. Â Tiga penjaga pintu menghalanginya. Â "Stop!" kata satu petugas jaga dengan tangan kanan ke atas dan telapaknya melebar. Â "Anda siapa? Anda tidak terdaftar sebagai tamu Presiden. Â Dari pagi belum ada tamu yang masuk dengan bersepeda." Pak menteri jadi gelagapan.Â
 "Saya petugas jaga harus waspada.  Jangan sampai ada penyusup.  Kami tengah khawatir dengan aksi terorisme!" timpal petugas jaga yang lain.Â
Pak menteri sadar diri, kemudian melepas helem dan masker yang menutupi hidung dan mulutnya. "Hai kawan... kau lihat tampangku sekarang?  Aku pembantu presiden.  Aku Menteri Peli  Purlara. Apa  Saudara pangling?"
Gantian,  petugas jaga  gelagapan.  "Oh, Pak Menteri.  Maaf, kami khilaf.  Kenapa tidak pakai mobil dinas?"
"Bro... woles aja! Lagi bosan pakai mobil, nih." Sejenak kemudian, Pak menteri pun keluar dari komplek kepresidenan. Â Ratusan, atau beribu kayuhan sepanjang jalan protokol telah dibuatnya, hingga sampailah ia ke gedung bertingkat sepuluh kementeriannya.
***
Pada malam harinya ketika di rumah, ia sampaikan kepada istrinya, bahwa sepeda yang ia bawa  adalah hadiah dari presiden.  "Oh, Papa hebat...!" ujar sang istri.
Hebat? Pak Menteri malah bertanya dalam hati. Â Istrinya paham isi hati suaminya:"Itu artinya Papa pembantu yang berprestasi. Â Makanya dapat hadiah. Â Masak nggak tahu bahasa simbolik, sih. Â Politik kan penuh simbol-simbol."
Pak Peli Purlara tidak merasa sebagai menteri hebat. Â Ada yang lebih hebat, menurutnya, tapi entah menurut Presiden. Â Dan ia tahu hak prerogratif yang dimiliki atasnya.