Tragedi runtuhnya bangunan musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, yang telah menelan puluhan nyawa santri saat mereka sedang melakukan salat Ashar berjamaah adalah musibah kemanusiaan yang mendalam. Berdasarkan informasi yang didapatklan dari Kompas.com per tanggal 6 Oktober 2025 menyebutkan 104 orang telah ditemukan dalam keadaan luka-luka, sementara itu 66 orang lainnya ditemukan sudah tidak bernyawa.Â
Namun, permintaan maaf, serta penyalahan atas "takdir Allah" bukanlah jawaban dari hal yang sudah terjadi sekarang. Harus ada bentuk tanggungjawab nyata dari pihak Pondok Pesantren. Bencana diduga berasal dari kelalaian fatal dalam proses pembangunan, salah satunya dari pondasi yang tidak memadai. Hal tersebut harusnya menjadi sebuah tanggungjawab dari pengelola pesantren untuk menjamin keselamatan para santri. Selain itu, adanya dugaan bahwa pihak pesantren tidak memiliki surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Bangunan tidak akan runtuh tanpa alasan. Pondok Pesantren Al Khoziny mempunyai fasilitas yang harusnya dapat menampung ratusan santri mereka sekaligus, mereka juga memiliki tanggungjawab untuk menjamin keamanan infrastrukturnya. Â Berdasarkan informasi dari beberapa sumber kegagalan konstruksi menjadi penyebab utama, dari berbagai jejak digital yang beredar di media sosial memperlihatkan pembangunan secara bertahap selama 10 bulan tidak disertai dengan bukti bahwa pembangunan dikerjakan sesuai standar yang seharusnya. Jika menurusi jejak digital melalui Google Street View, dapat dilihat bahwa proyek pembangunan ini sudah terjadi sejak tahun 2022.
Bahkan beredar foto-foto yang memperlihatkan pondasi yang seharusnya untuk satu lantai, dipaksakaan menjadi bangunan tiga lantai. Kelebihan beban tersebut yang menyebabkan runtuhnya bangunan. Maka dari itu, ketika pihak Pondok Pesantren Al Khoziny melakukan klarifikasi dan mengatakan bahwa peristiwa runtuhnya bangunan tersebut sebagai "takdir Allah" hal ini menjadi tidak tepat, karena justru sumber masalahnya berasal dari kelalaian Pihak Pondok Pesantren yang tidak menyediakan professional dalam bidang arsitektur ketika proses pembangunan.
Selain pihak Pondok Pesantren, pihak pembuat kebijakan juga turut bertanggungjawab karena mereka memiliki kewajiban sebagai pengawas dan pembuat regulasi. Bangunan yang runtuh dan telah merenggut nyawa puluhan santri diduga tidak memiliki IMB. Negara harusnya mengawasi fasilitas Pendidikan yang beroperasi tanpa standar keamanan. Lalu adanya pengakuan dari beberapa santri yang terlibat dalam praktik 'ngecor', singkatnya para santri yang melakukan kesalahan akan disuruh membantu proyek pembangunan yang sedang berlangsung. Hal tersebut yang mungkin membuat bangunan tidak tertata secara struktural, karena tenaganya berasal dari anak-anak santri yang sama sekali tidak berpengalaman atau tidak memiliki pengetahuan dalam hal membangun.
Dari isu kelalaian konstruksi lalu gagalnya pengawasan pemerintah, muncullah pertanyaan. "Anggaran yang diberikan untuk pembangunan musala ini, apa sudah digunakan secara semestinya?"Â
Mulai muncul adanya dugaan praktik korupsi, dengan bukti nyata, ditemukannya mobil Mercedes-Benz dibawah reruntuhan puing-puing bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny yang bernilai sekitar 1 miliar ke atas. Hal terebut menciptakan rumor adanya pengalapan dana, karena adanya aset mewah namun di sisi lain ada bangunan untuk para siswa/santri yang dibangun dengan material yang perlu dipertanyakan kualitasnya, hingga terjadi insiden seperti ini.
Fakta ini membuat aparat penegak hukum haus mengusut investigasi terkait penyaluran anggaran tersebut. Hal tersebut harus diusut tuntas, apakah ada pengurangan mutu material, sehingga membuat struktur bangunan menjadi rapuh.
Tragedi Pondok Pesantren Al Khoziny adalah contoh sebuah kelalaian yang terjadi di dunia pendidikan keagamaan, bangunan pendidikan harusnya menjadi tempat yang aman untuk beraktivitas. Lalu seharusnya pihak pondok harus bekerja sama dengan seorang ahli arsitektur maupun seorang yang handal dalam membangun, bukan seorang anak dibawah umur yang kurang paham dalam hal membangun. Sekaligus perlunya ada pengecekan secara mendalam menganai anggaran dana yang dialokasikan untuk pembangunan.Â
Tulisan ini dimaksudkan untuk menyadarkan publik bahwa musibah yang terjadi di Pondok Pesantren Al Khoziny bahkan mungkin di beberapa tempat lainnya di tanah air, bukanlah sekedar Takdir Tuhan, melainkan kelalaian dari pihak penyelenggara. Selayaknya semua lembaga swasta pun memiliki badan independen yang bisa melakukan audit mutu internal sehingga mampu menjaga kualitas Pendidikan dan pembangunan yang ada di institusinya.