Mohon tunggu...
Ryh2267
Ryh2267 Mohon Tunggu... Sukses=Belajar Dari Kegagalan

Menjalani Hidup Apa Adanya dan Mencari Kesuksesan Untuk Dapat Bermanfaat Bagi Banyak Orang

Selanjutnya

Tutup

Financial

Efisiensi atau Exploitasi? Ketika Pekerja Dipaksa Melampui Kapasitas

16 Oktober 2025   03:04 Diperbarui: 16 Oktober 2025   06:07 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar AI

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak perusahaan di Indonesia gencar melakukan langkah efisiensi demi menekan biaya operasional dan menjaga keberlangsungan bisnis. Strategi ini sering diwujudkan melalui perampingan struktur organisasi, pengurangan jumlah karyawan, digitalisasi proses kerja, hingga penggabungan beberapa fungsi jabatan. Meskipun terlihat menguntungkan dari sisi perusahaan, dampak efisiensi ini seringkali menimbulkan tekanan besar terhadap pekerja.

Salah satu konsekuensi utama adalah beban kerja yang meningkat drastis. Pekerja yang sebelumnya fokus pada satu bidang kini harus menangani beberapa tugas sekaligus di luar kapasitas awalnya. Hal ini membuat karyawan kelelahan, kewalahan, dan berisiko tinggi melakukan kesalahan. Dalam jangka panjang, produktivitas justru bisa menurun, bukan meningkat.

Selain beban kerja, efisiensi juga kerap diikuti oleh pengurangan kesejahteraan. Misalnya, tunjangan dipangkas, fasilitas kerja dikurangi, hingga kesempatan promosi semakin sempit. Banyak karyawan tetap yang dulunya memiliki posisi dan status jelas, akhirnya diubah menjadi tenaga kontrak atau outsourcing demi menekan biaya. Perubahan status ini bukan hanya berdampak pada penghasilan, tapi juga pada rasa aman dalam bekerja.

Tekanan psikologis pun meningkat. Hilangnya kenyamanan dalam bekerja membuat semangat kerja menurun. Karyawan yang merasa "terpaksa" bekerja dalam tekanan cenderung tidak mampu memberikan hasil maksimal. Lingkungan kerja yang awalnya kondusif berubah menjadi penuh ketidakpastian.

Di sisi lain, kebijakan outsourcing juga berpotensi membuka celah kebocoran kerahasiaan perusahaan. Tenaga outsourcing tidak memiliki keterikatan jangka panjang, sehingga tingkat loyalitas dan kepedulian terhadap integritas perusahaan tidak sekuat karyawan tetap. Hal ini dapat menjadi risiko besar bagi perusahaan yang bergerak di bidang strategis.

Dampak lainnya yang tak kalah penting adalah hilangnya rasa bangga bekerja di perusahaan yang tadinya bonafide. Ketika kesejahteraan berkurang, status kepegawaian tidak jelas, dan tekanan kerja meningkat, maka citra perusahaan di mata karyawan pun merosot. Karyawan yang dulunya loyal dan bangga mengenakan atribut perusahaan, kini mulai kehilangan ikatan emosional dengan tempat kerjanya.

Dengan semua konsekuensi tersebut, sudah saatnya efisiensi tidak lagi dipandang semata-mata sebagai pemangkasan biaya. Efisiensi seharusnya diiringi dengan strategi manajemen sumber daya manusia yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Memberi pelatihan, membagi beban kerja secara proporsional, serta menjaga kesejahteraan dasar karyawan dapat menjadi kunci agar efisiensi tidak berubah menjadi "pengorbanan sepihak" dari pekerja.

Perusahaan yang bijak adalah perusahaan yang tidak hanya menghitung angka di atas kertas, tetapi juga memahami bahwa keberhasilan jangka panjang sangat bergantung pada kesejahteraan dan loyalitas para pekerjanya.Ryh_2267

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun