“Ninja sawit” adalah istilah populer di kalangan pekebun sawit rakyat yang merujuk pada pelaku pencurian tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, biasanya dilakukan saat malam hari atau dini hari secara sembunyi-sembunyi. Aksi ini tidak hanya merugikan secara ekonomi tetapi juga memicu ketakutan dan ketidaknyamanan dalam komunitas petani.
Keresahan utama yang dialami oleh pemilik kebun sawit rakyat antara lain:
Kehilangan hasil panen: Setiap kilogram TBS yang hilang berarti potensi pendapatan yang sirna.
-
Rasa tidak aman: Aksi pencurian sering melibatkan kekerasan atau intimidasi terhadap penjaga kebun.
Minimnya perlindungan hukum: Proses pelaporan sering kali berakhir tanpa tindak lanjut karena keterbatasan bukti atau lambannya penegakan hukum.
Dampak psikologis dan sosial: Terjadi ketegangan antara petani, pekerja kebun, bahkan sesama warga jika ada dugaan keterlibatan pihak internal.
Kebun Sawit Rakyat: Antara Kemandirian dan Kerentanan
Sebagian besar kebun sawit rakyat dikelola secara mandiri oleh petani kecil, dengan luas lahan 1–5 hektare. Dengan keterbatasan sumber daya (tenaga kerja, modal, teknologi), petani sering tidak mampu melakukan pengawasan intensif. Dalam kondisi ini, “ninja sawit” tumbuh subur memanfaatkan celah lemahnya pengamanan.
Situasi ini diperparah dengan: