Mohon tunggu...
Ryandhika Rahman
Ryandhika Rahman Mohon Tunggu... Guru - Seorang penulis yang usianya selalu 19 tahun

Penulis, penggemar fotografi dan videografi, pengantusias seni serta penyuka film bollywood yang mencintai Arsenal

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sukarnya Memasyarakatkan Pendidikan Broadcasting, Sebuah Opini Jujur

16 Maret 2021   13:26 Diperbarui: 16 Maret 2021   13:57 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Masih ingat bagaimana sebuah akun twitter bernama Zarry Hendrik dengan modal cuitan dengan 140 karakter bisa membawanya menjadi salah satu penulis ternama dengan penghasilan ratusan juta rupiah tanpa harus repot-repot mengirimkannya dulu ke berbagai media cetak? atau bagaimana Raditya Dika angkat nama lewat curhatan isengnya lewat blog pribadinya? apakah mereka semua perlu media mainstream seperti penerbit besar dan sebagainya? Tidak kan? Tapi mereka bisa sukses mendulang gelimang rupiah dan tentu saja ketenaran.

Hal ini sebenarnya memicu fenomena yang lebih serius, yaitu semakin bebasnya orang akan kreasi dan bukti eksistensi diri sehingga kerap melupakan batas norma dan tanggung jawab sosial. Sehingga terjadi yang sering kita temukan konten yang seharusnya tidak layak dipublish untuk umum atau bahkan tidak layak untuk dilakukan, mulai dari video viral bagi-bagi sampah, sosial eksperimen atau prank kepada ojek online, video kekerasan, tulisan yang sarat muatan kebencian, dan hal-hal lain yang parahnya bisa dengan mudah diakses oleh generasi mudah bahkan anak-anak yang belum mengerti apa itu arti tanggung jawab.  Ini tentu saja berdampak pada moral para penonton yang mengakses konten-konten seperti itu, hal-hal negatif jadi semakin cepat menyebar tanpa bisa dikontrol karena saking cepatnya arus informasi. 

Di saat inilah harapan pada para generasi dengan pengetahuan dan kemampuan broadcaster yang didapat dari jalur pendidikan bertumpu.  Sebagai orang yang tidak hanya diajari untuk mengenal tapi juga memilah dan mengorganisasi media dengan segala kontennya, tentunya mereka diharapkan mampu menetralkan informasi-informasi negatif dan memolesnya dengan konten-konten kreatif yang jauh lebih positif dan memberi inspirasi bagi orang lain.

Namun sekali lagi, tak banyak orang yang aware terhadap pendidikan broadcasting ini - setidaknya di kota saya - karena ada juga yang beralasan jenjang kerjanya tak jelas, peluang kerjanya masih sempit, modal kerjanya mahal, dan sebagainya. Padahal seandainya kita menyadari bahwa kita selalu butuh mereka para lulusan broadcasting ini, bukan hanya untuk membuat konten informasi untuk massa, tapi juga sesederhana mendokumentasikan berbagai kegiatan kita. Saya punya banyak teman yang bekerja di bidang videografi yang harga jasa mereka untuk sehari rekaman video pernikahan aja minimalnya 2-4 juta rupiah, untuk video lain beda lagi harganya. Atau teman saya yang seorang copy writter yang mengaku bisa menghasilkan 1,5 - 3 juta rupiah untuk setiap tulisan yang dipesankan kepadanya.  Itu semua adalah bukti nyata betapa ternyata pendidikan Broadcasting bukan hanya penting dalam mengontrol konten informasi yang beredar di masyarakat tapi juga menyiapkan para generasi yang siap berkarya positif, kreatif, dan tentu saja memiliki nilai jual tinggi di industri kerja.

Apa yang saya tulis tentang rendahnya minat orang terhadap pendidikan broadcasting ini bisa jadi tak berlaku di beberapa daerah, terutama di daerah yang kultur industrinya tak melulu tentang menjadi PNS atau pekerjaan yang 'terlihat menjanjikan' karena di Banjarmasin pun sebagai salah satu kota terdekat dengan kota saya tinggal jurusan broadcastingnya menjadi primadona, karena mungkin pola pikir masyarakatnya sudah jauh lebih terbuka tentang betapa besarnya bidang ini untuk dieksplorasi. 

Hal yang saya selalu harapkan bisa menjadi magnet yang juga terjadi di kota saya, Palangka Raya, dan kota-kota lain di Kalimantan Tengah dan daerah lain yang bernasib sama. Karena hanya di tangan orang-orang terpelajar dan berpendidikan sejalur lah moral masyarakat yang kadung terbentuk dari informasi yang mereka serap bisa lebih dikontrol ke arah yang lebih postif.

Sekali lagi saya ingat ungkapan agung itu, "Jika ingin menguasai dunia, maka kuasailah media."

Namun, jangankan menguasai, menyentuhnya pun kita tak akan bisa jika terlalu segan atau takut untuk memulai.

Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun