Mohon tunggu...
Ryan Charlie
Ryan Charlie Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Kolaborasi Dagang di Tengah Perang Dagang

25 Februari 2019   17:47 Diperbarui: 25 Februari 2019   17:54 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gemuruh perang dagang antar negara-negara adidaya pada hakikatnya masih berlangsung. Belum usai berkonflik dengan China, kini tersiar kabar Amerika Serikat juga menabuh genderang perang dengan negara Asia lainnya yakni, India.  

Dikutip dari harian CNN pada 14 Februari lalu, sejak beberapa bulan terakhir ketegangan antar kedua negara semakin memanas. Diawali dari strategi dagang Presiden Trump 'Buy American, Hire American' yang berbenturan dengan kampanye Perdana Menteri India Narendra Modi, yakni 'Make in India'.

Trump berulang kali mengecam bea masuk India atas barang-barang AS, terutama produk-produk otomotif seperti Harley Davidson. Meskipun, belum jelas Harley dikenakan tarif atau tidak. Bulan lalu, Trump membidik 150% tarif impor wiski India. Kebijakan tersebut tentu bisa dikatakan serangan mematikan dari Pemerintah Amerika Serikat.

Jadi, bisa sama-sama kita simpulkan bagaimana situasi saling sikut tengah mewarnai perdagangan global saat ini. Lantas bagaimana sikap Indonesia dalam menghadapi hal ini? Karena sebagaimana yang kita ketahui bersama, Indonesia juga tengah berusaha keras untuk menekan defisit perdagangan.

Namun jangan khawatir, pendekatan dagang yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Perdagangan, sudah cukup baik. Kemitraan dan kolaborasi adalah prinsip yang dikedepankan dalam menjalin hubungan dagang dengan negara-negara potensial.

Karena bagi Menteri Perdagangan saat ini Enggartiasto Lukita, perdagangan bukan hanya mengenai peringkat, atau surplus defisit saja. Perdagangan adalah mengenai kemitraan, bagaimana kedua negara mampu bekerja sama menyediakan kebutuhan negara mitra dan berkontribusi untuk perkembangan nasional dan negara lain.

Terkhusus bagi India yang merupakan mitra dagang terbesar ke-4 bagi Indonesia, Kemendag terus mengupayakan adanya penurunan bea masuk produk olahan kelapa sawit asal RI melalui skema ASEAN-India Free Trade Agreement. Karena saat ini, tarif bea masuk India untuk produk olahan tersebut  tercatat 5 persen lebih tinggi dari bea masuk produk serupa asal Malaysia.

Sebagai imbalannya, Indonesia bersedia membuka akses pasar untuk gula mentah dari India yang dibutuhkan oleh industri nasional. Karena menurut Mendag Enggar, India memiliki kualitas gula mentah yang baik dan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber impor untuk pasokan produk gula mentah yang selama ini berasal dari Thailand dan Australia.

Hasilnya pun positif. Menteri Perdagangan, Perindustrian,dan Penerbangan Sipil India, Suresh Prabhu menyepakati negosiasi Indonesia dan menginstruksikan pejabat teknis terkait untuk segera mengambil langkah memenuhi permintaan tersebut.

Inilah yang disebut dengan gotong royong dalam perkembangan antar negara. Karena minyak kelapa sawit bagi Indonesia memiliki nilai penting seperti gula bagi India. Ini karena industri tersebut mempekerjakan jutaan orang. Selain itu, komoditas itu bukan hanya sebuah produk, namun memiliki nilai yang merepresentasikan orang dan budaya kedua bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun