Teriknya sengatan matahari dan keringnya cuaca beberapa waktu belakangan ini, menghancurkan petani kita. Baik di sawah, ladang, hingga hati dan jiwa mereka.Â
Beberapa petani bahkan kehilangan semangat untuk bertani lagi. Mereka mengambil langkah putus asa bercampur amarah. Seperti yang terjadi di Blitar, Jawa Timur. Beredar info, para petani di sana mencabut dan membakar sayuran yang mereka tanam sendiri.Â
Sebab sayuran yang mereka tanam pada menguning akibat kekurangan air. Contohnya kubis yang mereka tanam, kualitasnya jadi buruk. Jangankan dijual, diberikan secara gratis pun sepertinya tidak ada yang mau.
Putus asa, kesal, dan marah bercampur, maka para petani pun mencabut tanaman mereka dan membakarnya. Mereka terpaksa harus merugi hingga jutaan rupiah. Ada pula yang memutuskan untuk tidak bertani dulu sampai musim kemarau selesai.
Musim kemarau memang tidak bisa terhindarkan. Dan sebagai petani tradisional yang bergantung pada curah hujan, mereka makin kesulitan. Harapan mereka ada pada Pemerintah, dalam hal ini Menteri Pertanian Amran Sulaiman agar memberikan mereka bantuan.
Secara jangka pendek, yang paling cepat bisa diberikan oleh pemerintah adalah bantuan bibit atau pupuk tanaman. Karena dua hal itu memakan modal paling besar dari sisi petani.Â
Tapi secara jangka panjang, Menteri Pertanian harus bisa menyediakan solusi pengairan. Bangun irigasi sehingga para petani tidak bergantung pada curah hujan saja.Â
Pada saat seperti ini, Pemerintah memang harus hadir. Menteri Pertanian harus menunjukkan keberpihakannya pada petani. Sudahi saja polemik mengenai data beras. Akui kesalahan data yang sudah dihitung Kementerian Pertanian. Menteri Pertanian dan anak buahnya tidak perlu lagi berpanjang-panjang lagi membela diri.Â
Ketimbang berakrobat dengan data-data yang dikarang-karang, lebih baik Menteri Pertanian turun langsung ke lapangan. Beri para petani harapan untuk terus berusaha memenuhi kebutuhan pangan kita.