Mohon tunggu...
rwp siska
rwp siska Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat perspektif yang terselip

Mari Mengencani Perspektif Saya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pulang Kampung Saat Corona, Kebutuhan Emosional Vs Evaluasi Rasional

6 April 2020   10:37 Diperbarui: 7 April 2020   15:57 2521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemudik yang menggunakan KM Dobonsolo tiba di Pelabuhan Penumpang Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (9/6/2019). KM Dobonsolo mengangkut 1.542 orang peserta mudik balik gratis sepeda motor yang berangkat dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. (ANTARA FOTO/DHEMAS REVIYANTO)

Lebih global, pemerintah ingin kita belajar dari Italia. Meskipun pemerintah meliburkan warganya, mereka tetap pulang kampung yang menyebabkan virus menyebar ke seluruh wilayah. Kondisi tersebut mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia (sumber).

Sama halnya dengan PM India Narendra Modi juga berulang kali mengimbau warga India untuk tidak pulang ke kampung halaman yang disuarakan melalui tweet-nya (sumber).

"Khawatir dengan Corona, banyak saudara saya meninggalkan kota tempat mereka bekerja dan kembali ke daerah asalnya. Bepergian dalam kemacetan meningkatkan risiko penyebaran Corona. Ke mana pun Anda pergi juga akan membahayakan orang lain. Kembali ke daerah asal juga akan menambah kesulitan keluarga dan daerah asal Anda."

Narendra Modi menekankan bahwa masyarakat India sebaiknya mengisolasi diri di rumah sendiri untuk mengurangi risiko penularan Corona. Uniknya, ditemukan di India bahwa peningkatan jumlah warga yang terinfeksi virus Corona, terjadi pada hari Sabtu. 

Hal ini dipicu oleh banyaknya warga yang kembali ke desa atau kota asal dengan menggunakan kereta api dan bus di hari Sabtu, sehingga ada peningkatan jumlah yang terinfeksi virus ini di hari yang sama.

Perantau yang mudik karena Corona terjadi di berbagai negara di dunia ini. Secara emosional mereka mencari sendiri rasa aman dengan berkumpul bersama keluarga di kampung halaman.

Orangtua dan keluarga di kampung pun tak kalah bersikerasnya mendukung mereka untuk pulang. Di satu sisi, mereka mendamba rasa aman yang didapatkan jika bersama keluarga. 

Namun di sisi lain merasa cemas jika berkumpul bersama keluarga akan menyebabkan peredaran virus yang menjadikan itu sebagai menit-menit pertemuan terakhir.

Apakah pulang kampung dan berkumpul bersama keluarga menjadi solusi yang tepat? Atau malah akan menjadi reuni terakhir? Bagaimana menjelaskan kepada keluarga betapa bahayanya pertemuan berkelompok selama pandemi ini? 

Tidak adanya jaminan bahwa Corona akan segera berakhir menyebabkan rasa takut muncul, sehingga keinginan bersama keluarga menjadi sangat kuat. Sebagai perantau, sebagian besar dari diri kita hanya ingin bersama keluarga selama pandemi ini.

Tidak jarang juga perdebatan di lingkup keluarga hadir dalam bencana ini yang menyebabkan terciptanya kondisi yang emosional. Misalnya, perdebatan antarsaudara untuk bepergian dan berkumpul dengan orang tua dari dari Pantai Barat yang penuh Corona ke Pennsylvania. Perdebatan yang emosional tidak terelakkan dan berakhir membuat perasaan semakin buruk di situasi yang buruk (sumber).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun