Beberapa hari ini Ustad Abdul Somad (UAS) lagi berkeliling dakwah di beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Seperti biasa antusias jamaah yang ingin mendengar tausiah Beliau sangat besar. Terbukti ribuan bahkan puluhan ribu jamaah tumpah ruah ingin mendengarkan cerama Beliau. Hal ini menandakan dakwah beliau sangat diterima disemua kalangan mulai dari masyarakat umum sampai kalangan pejabat.
Umumnya masyarakat di  Sulawesi memandang Ust Abdul Somad seorang dai pemersatu umat. Tanpa meliahat latar belakang organisasi keagamaan atau golongan. Semuanya bisa menerima Beliau. Ceramah-cemahnya juga mudah dicerna karena kerap diselingi dengan candaan. Inilah menjadi ciri khas gaya berdakwah Beliau.
Pertanyaan besar saya adalah kenapa di beberapa tempat di Jawa (Jawa Tengah, Jawa timur, Yogyakarta) safari dakwahnya di tolak oleh beberapa kalangan masyarakat? Bahkan Ust. Abdul Somad sendiri menyampaikan di akun pribadinya bahwa Beliau mendapat ancaman, sehingga harus membatalkan rencana dakwahnya?
Sekali lagi kenapa? Apa karena ada yang menyangkutpautkan dengan nama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Tapi bukankah juru bicara HTI Ismail Yusanto sendiri dalam penyataanya sudah menjelaskan bahwa UAS bukan bagian atau anggota HTI. Masalah UAS pernah menjadi pembicara di acara HTI, bukankah Pak Ngablin, Pak Wiranto, Maruarar Sirait dan banyak tokoh nasional lain diundang di acara-acara HTI sebelum status pengesahan pendirian badan hukum (BH) dicabut oleh pemerintah.
Ada yang mempermasalahkan atribut syahadat yang digunakan oleh tim UAS, katanya dianggap sebagai simbol HTI. Pada hal atribut itu bukan atribut HTI. Karena kalimat syahadat itu merupakan milik umat islam bukan milik HTI.
Atau boleh saya berpendapat bisa jadi pelarangan dakwah UAS dibeberapa tempat di Jawa karena pengaruh politik? Karena sebagian sudah mahfum arah pilihan politik UAS di pilpres 2019.Â
Kalau memang dugaan ini tentu kita berpendapat bahwa sejatinya ceramah-ceramah yang disampaikan tidak pernah menyinggung pilihan capres tertentu. Semuanya ceramah disampaikan murni mengajak masyarakat untuk lebih taat pada ajaran agama. Bukan pilihan politik praktis.
Indonesia yang katanya negara yang menjunjung tinggi kebebasan berbicara yang penting tidak melanggar norma sosial dan undang-undang akhirnya kebebasan ini dikebiri dengan adanya ancaman tersebut. Ketakutan saya kedepannya Indonesia akan menjadi ladang persekusi dan pelarangan kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum bila ada perbedaan pendapat diantara beberapa kalangan masyarakat.
Sejatinya aparat keamananlah yang menjadi penengah (wasit) yang berhak melarang aktivitas yang dianggap bertentangan dengan aturan negara. Apalagi yang disampaikan oleh UAS adalah nasehat agama untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Mudah-mudahan kedepan kita berharap budaya saling menghargai dan tabayyun (konfirmasi) agar terbangun masyarakat yang mengedepankan diskusi bukan persekusi. Indonesia akan kuat dengan bersatu dan akan mudah berpecah belah bilah tidak ada ruang diskusi.