Mohon tunggu...
Ruslan Abdul Munir
Ruslan Abdul Munir Mohon Tunggu... Writer

Book Lover

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Ngabuburit dengan Membaca: Menyelami Kerasnya Hidup Lewat Novel Sisi Tergelap Surga

8 Maret 2025   14:50 Diperbarui: 8 Maret 2025   15:26 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramadan kali ini terasa lebih tenang dari biasanya. Mungkin karena aku mulai menemukan cara ngabuburit yang benar-benar berfaedah, yap membaca buku. 

Bukan sekadar membaca untuk mengisi waktu, tapi membaca untuk memahami, merasakan, dan tenggelam dalam dunia yang berbeda. 

Buku yang menemani ngabuburitku kali ini adalah Sisi Tergelap Surga karya Brian Khrisna. Entah bagaimana, novel ini terasa begitu dekat, seperti sebuah surat yang ditulis untuk seseorang yang sedang berusaha bertahan di tengah kerasnya kehidupan.

Sebetulnya, aku lebih suka membaca buku self-improvement, buku-buku yang membahas bagaimana cara menjadi versi terbaik dari diri sendiri. 

Tapi akhir-akhir ini, aku memutuskan untuk memberi jeda sejenak dan menikmati novel. Rasanya seperti mengambil napas di tengah perjalanan panjang, membiarkan diri tersesat dalam cerita yang lebih menguras emosional.

Aku memutuskan untuk membeli buku ini karena sempat membaca karya Brian Khrisna yang lain dan itu sangat menarik bagiku. Sampulnya sederhana, tapi ada sesuatu dalam judulnya yang memanggilku "Sisi Tergelap Surga" sebuah kata-kata yang kontras, seakan membisikkan rahasia tentang kehidupan yang tidak selalu hitam dan putih. 

Selain itu juga aku banyak mendapat rekomendasi dari teman-temaku agar aku segera membaca buku ini. Ketika mulai membuka halaman pertama, dan sejak itu, aku tahu bahwa novel ini akan membawaku dalam perjalanan emosional yang sangat panjang.

Novel ini bercerita tentang kerasnya hidup di Jakarta, tentang perjuangan seseorang menghadapi kegetiran, kehilangan, dan harapan yang selalu di ujung tanduk. 

Karakter-karakternya terasa begitu nyata, seakan aku bisa melihat mereka berjalan di gang-gang sempit ibu kota, berjuang untuk bertahan di tengah hiruk-pikuk kehidupan.

Kadang, aku berpikir bahwa membaca novel seperti ini saat Ramadan adalah keputusan yang aneh. Bukankah seharusnya aku membaca sesuatu yang lebih ringan, lebih menggembirakan, atau buku-buku yang mengandung nilai-nilai keislaman? 

Tapi semakin dalam aku menyelami kisah di dalam buku ini, semakin aku sadar bahwa Ramadan juga waktunya untuk aku merefleksikan hidup lewat kisah-kisah pedih yang ada di novel ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun