Mohon tunggu...
Rusdi Mustapa
Rusdi Mustapa Mohon Tunggu... Administrasi - Guru sejarah yang suka literasi, fotografi, dan eksplorasi

Guru sejarah yang menyukai literasi, fotografi dan eksplorasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lokakarya Kepenulisan di Seluruh Soloraya

2 Mei 2018   10:41 Diperbarui: 2 Mei 2018   11:19 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto koleksi pribadi

Budaya menulis sangat sedikit peminatnya dibandingkan budaya yang lain. Hal ini dikarenakan dibutuhkan keterampilan saat menulis seperti mengolah kata, memilih kata serta keterampilan dalam mengaitkan kalimat yang satu dengan yang lain. Wajar apabila tak sedikit guru yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan karya pengembangan diri, misalnya membuat Penelitian Tindakan Kelas (PTK). 

Dalam pelaksanaannya membuat PTK tidak semudah yang diperkirakan. Banyak guru yang mengalami kendala dan hambatan dalam melaksanakan kegiatan pengembangan profesi guru yang satu ini. Secara umum, permasalahan melaksanakan kegiatan PTK sering berawal dari keterbatasan yaitu pertama, terbatasnya waktu.

Keterbatasan waktu dikaitkan dengan beban mengajar per minggu dan tugas lainnya. Guru sertifikasi mempunyai beban mengajar tatap muka 24 jam per minggu. Belum lagi tugas tambahan lain di sekolah, tugas administratif dan bimbingan. keterbatasan saat mengikuti prosedur kenaikan pangkat. Kedua, kemampuan menulis laporan. Kegiatan ini berhubungan dengan kemampuan guru menyampaikan gagasan kepada orang lain melalui karya tulis dalam bentuk makalah, diktat, hand out, tulisan ilmiah populer, dan lain sebagainya. Guru dituntut bisa membuat karya tulis ilmiah dan mempublikasikannya.

Sebagai seorang guru sudah seharusnya mampu memberi contoh kepada peserta didik untuk menulis. Ada banyak manfaat yang bisa diambil dari menulis seperti tambahan penghasilan dan wawasan. Kata kuncinya adalah jangan berhenti belajar. Haram hukumnya jika guru sampai berhenti belajar karena mereka harus mengajar. Apa jadinya jika seorang guru malas atau berhenti belajar. Ilmu yang disampaikan pasti tidak berkualitas. Maka jika guru sudah malas belajar, guru tersebut harus bersiap meninggalkan pekerjaannya. 

Di negara maju menulis telah menjadi gaya hidup masyarakatnya. Aktivitas menulis biasanya berbanding lurus dengan aktivitas membaca. Dengan kata lain budaya literasi masyarakatnya sudah tinggi. Membudayakan membaca dan menulis perlu proses jika dalam suatu masyarakat kebiasaan tersebut belum terbentuk. 

Menurut data statistik UNESCO 2012, menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Angka UNDP juga mengejutkan bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen saja. Sedangkan Malaysia sudah 86,4 persen.

Pasal 1 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. 

Secara sederhana dapat digambarkan bahwa tugas guru adalah mengajar dan mendidik. Sebagai seorang pengajar, guru mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) kepada para siswa. Hal ini berkaitan dengan penguasaan pada ranah kognitif dan membekali keterampilan pada ranah psikomotorik, sedangkan tugas guru sebagai pendidik adalah menanamkan sejumah nilai, moral, normal (transformation of value) kepada siswa agar menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur. Dengan kata lain, mendidik bergerak pada ranah afektif, dan hal ini menjadi fondasi terhadap ranah kognitif dan psikomotor. 

William Arthur Ward menyampaikan bahwa guru biasa hanya memberitahu, guru baik menjelaskan, guru yang sangat baik menunjukkan, guru hebat menginspirasi. Kalimat inspiratif tersebut sudah sangat sering dikutip atau disampaikan baik melalui buku, poster, atau pada saat pelatihan. Tujuannya untuk memotivasi guru agar jangan hanya jadi guru biasa-biasa saja, tapi meraih level yang paling tinggi yaitu guru yang hebat.

Salah satu karakter guru sebagai pendidik yang hebat adalah mampu mengembangkan profesionalismenya dan salah satu bentuknya adalah menulis. Berdasarkan Permenegpan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, seorang guru wajib menulis Karya Tulis Ilmiah (KTI) untuk dapat naik pangkat.

 Dengan kata lain, menulis dapat menunjang untuk pengembangan karir guru. Guru yang rajin atau terampil menulis adalah guru yang istimewa, karena tidak setiap guru mampu melakukannya. Berkaca dari hal tersebut, kemarin senin (30 / 4 / 2018), penulis mengikuti acara "Lokakarya Kepenulisan dan Sayembara Literasi se Soloraya" yang dihelat oleh Gerakan Menulis Buku Indonesia (GMBI) bersama Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun