Mohon tunggu...
RuRy
RuRy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Demak Jawa Tengah

Orang biasa dari desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meredam Budaya "Salah Kaprah" yang Masih Menjadi Wabah

12 Maret 2018   11:08 Diperbarui: 12 Maret 2018   19:25 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah-kaprah bisa dikatakan beda sedikit dengan "amburadul". Sesuatu yang tidak semestinya atau tidak pada tempatnya, kurang pas, tidak proporsional atau asal-asalan. Misalnya; penempatan, penyampaian, pemakaian, dan sebagainya.

Jika kita sedikit kepo menelisik jauh, semua yang berbau "salah-kaprah" tidak selalu identik dilakukan oleh orang yang kurang berpendidikan, nyatanya justru aksi dan tindakan nyeleneh ini sering dilatarbelakangi atau malah digawangi oleh orang yang bukan hanya pintar namun punya peranan penting dibidang yang spesifik, baik yang ada di lembaga swasta maupun negara.

Sedikit-sedikit viral. Dari hal yang remeh-temeh yang sama sekali tidak bermanfaat untuk dibahas dan diperdebatkan, sampai yang masalah cadar belum lama ini.

Kembali ke tema

Kita hidup di Indonesia dengan ragam suku, budaya, ras, dan agama. Indonesia adalah suku bangsa seperti halnya Arab. Orang Arab belum tentu Islam, dan orang Islam juga belum tentu orang Arab. Budaya antara Arab dan budaya Indonesia tentu berbeda, seperti halnya cara berpakaian. Kita sering mendengar ungkapan kebarat-baratan atau ketimur-timuran yang biasanya berorientasi cara berpakaian atau bahasanya.

Sebenarnya tidak usah jauh-jauh mendefinisikan ungkapan "salah-kaprah" tersebut. Sebagai contoh, kita hidup bermasyarakat namun tidak bisa menyesuaikan/adaptasi dengan lingkungan dimana kita berada, mungkin sebagian masyarakat akan menganggap kita salah kaprah. Mengapa demikian? Karena manusia adalah makhluk sosial, untuk berkembang dan bertahan hidup kita selalu membutuhkan bahkan bergantung pada orang lain. Tidak harus seperti mereka, namun bagaimana menempatkan diri kita berada sebagaimana mestinya.

"Dalam hidup sejatinya kita selalu diberi materi untuk belajar terus-menerus. Apakah kita mampu dan tidaknya mencerna materi pelajaran komprehensif tersebut kembali pada individu masing-masing".

Salah kaprah membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang mudharat.

Masyarakat kita sebagian belum bisa membedakan mana yang opini, mana yang hoax, dan mana yang realitasnya. Apapun yang mereka dengar dan mereka lihat seolah dianggap suatu kebenaran tanpa menelisik sumbernya. Tidak heran sedikit-sedikit viral dan heboh, kebanyakan masyarkat kita belum bisa memilah sumber berita apakah bermanfaat atau hanya mudharat.

Sebenarnya tidak ada sesuatu yang diciptakan-Nya tidak bermanfaat atau sia-sia. Begitu juga alat yang diciptakan manusia, seperti halnya internet. Namun tidak sedikit dari kita menyalahgunakan fasilitas alat tersebut tidak semestinya. Misalnya; arus informasi yang punya peranan besar membentuk persepsi masyarakat, bagi yang biasa berfikir rasional tentu akan mencerna, hati-hati,dan menganalisa sumber dan kebenaranya. Lalu bagaimana bila penerima informasi itu menelan mentah-mentah tanpa ada filter pilah-pilah. Maka munculah istilah "salah- kaprah" tentang persepsi itu sendiri, endingnya pihak yang dirugikan adalah masyarakat pada umumnya.

Memahami secara mendalam entitas "iqra" (bacalah)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun