Mohon tunggu...
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri) Mohon Tunggu... Guru - Guru SD, Penulis buku

Hidup bermanfaat lebih beruntung

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Yuk, Ambil Bagian Peduli Lingkungan dengan Cara Memilah Sampah di Rumah Sendiri

21 Maret 2024   13:27 Diperbarui: 22 Maret 2024   09:39 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memilah sampah kardus dan botol. Dokpri

Tertantang untuk menulis topik pilihan yang bertemakan sampah dari Kompasianer sekaligus pegiat dan ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YASKINDO), Nara Ahirullah, yang berjudul "Mungkin Nggak Bulan Ramadan Minim Sampah".

Sampah, sampah dan sampah lagi selalu menjadi perbincangan yang tak akan putus mata rantainya. Mengapa? Selama kita masih berkehidupan sampah akan selalu ada di dunia. Di lingkungan kita, keberadaan sampah tak lepas karena aktivitas kita sehari-hari.

Contoh, saat kita masak, pasti akan terkumpul sampah dari bekas bahan-bahan yang kita masak. Misalnya saat masak sayur yang sederhana saja, oseng-oseng kangkung. Maka kita akan mendapat sampah dari beberapa bahan, seperti batang kangkung yang tidak terpakai, kulit bawang merah dan bawang putih, sisa cabai yang tidak terpakai, bungkus kecap atau saus dan sebagainya.

Contoh di atas hanya untuk satu masakan, padahal kita sekali masak bisa beberapa menu masakan. Misalnya setelah masak sayur, membuat lauk, aneka camilan, dan tidak ketinggalan minuman seperti kolak, es dan lain-lain.

Dari apa yang kita masak, terkumpul sampah rumahan dari bahan yang tersisa. Nah, jika setiap rumah tangga memasak tiga kali sehari, so pasti sampah akan terkumpul tiga kali di kantong sampah. Dan itu kita lakukan setiap hari, makanya selama masih ada kehidupan keberadaan sampah akan selalu ada.

Saat Ramadan tiba, mestinya sampah rumahan tidak sebanyak dengan hari-hari biasa. Saya sendiri misalnya, di bulan Ramadan ini, saya bisa mengurangi sampah.

Apa sebabnya? Karena saya masak hanya sekali saat sore hari. Jika pun masak lagi hanya memanasi saja atau goreng saja, jika pun ada sampah hanya bekas bungkus tempe atau tahu.

Beruntung di lingkungan tempat saya tinggal sampah-sampah rumahan diarahkan oleh warga setempat, Pak Man namanya, dibuang ke tempat pembuangan yang sengaja untuk urug pekarangan sebelum ditimbun dengan tanah.

"Bu, untuk sampah bisa dibuang di pekarangan Pak Karto, karena ke depan pekarangan itu akan diurug", ujar Pak Man yang mengetahui rencana Pak Karto.

Menurutnya, Pak Karto punya rencana akan buat rumah di pekarangannya. Pekarangan tersebut masih berbentuk sawah. Datarannya agak rendah sehingga harus menambah ketinggian tanah. Jika harus ditimbun akan menghabiskan tanah sekitar 20 rit.

Sehingga diimbau tetangga-tetangga di sekitar pekarangan untuk membuang sampah di situ, selanjutnya akan ditimbun dengan tanah sehingga pekarangan bisa disiapkan untuk lahan perumahan.

Untuk memilah sampah sudah saya lakukan sejak dulu. Sebelum membuang sampah saya pilah terlebih dahulu. Misalnya bahan-bahan kardus atau kertas bekas kotak nasi, kotak jajan biasanya saya pisahkan, demikian juga botol-botol bekas. Sementara sampah-sampah organik lainnya dibuang di pekarangan Pak Karto.

Selanjutnya, setelah terkumpul setiap satu bulan sekali abang sampah akan mengambilnya. Julukan abang sampah di desa namanya, 'Hoyak-Hayik', mereka mencari sampah bekas dari kertas atau karton dan botol-botol bekas atau sejenisnya. Terkadang juga bekas onderdil motor atau mobil.

Memilah sampah kardus dan botol. Dokpri
Memilah sampah kardus dan botol. Dokpri

Sebagai imbalannya dia menyediakan beberapa pilihan barang misalnya piring, mangkok, ataupun uang. Pertama-tama sampah yang sudah disendirikan menurut jenisnya ditimbang dulu, nanti jika sudah dapat sekian kilo abang sampah akan menukarnya dengan beberapa pilihan, bisa piring, mangkok atau uang, sesuai permintaan.

Dia akan memberikan piring atau mangkok setelah dikalkulasikan berapa harga semuanya. Harga 1 kg kardus tidak sama dengan 1 kg botol. Misalnya jika 5 kg, setiap 1 kg-nya dihargai Rp 2000,maka saya akan menerima Rp 10.000

Untuk menukarnya, tergantung tuan rumah boleh diambil uang atau barang. Biasanya saya akan mengambil piring atau mangkok.

Alhamdulillah dari sampah-sampah berupa kardus dan botol tersebut, saya sudah mendapat lebih dari 5 dosin piring, yang berguna untuk menambah perabot dapur kita.

Bapak dan Ibu, sampah memang selalu menjadi sorotan dari hari ke hari karena tidak pernah berkurang kuantitasnya, namun malah bertambah, bahkan sampah di bulan Ramadan ini meningkat hingga 20%.

Untuk itu marilah kita mengambil bagian untuk bijak memilah dan mengelola sampah, terutama di bulan Ramadan ini. Dengan demikian kita sudah bisa ambil bagian untuk peduli dengan lingkungan, terutama dimulai dari rumah sendiri.

Salam sehat selalu semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun