Mohon tunggu...
Fajrin Al Khomsa
Fajrin Al Khomsa Mohon Tunggu... -

Seorang Indonesia yang menolak dijajah dalam bentuk apapun

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Drama Jengkel Kepala Staf Kepresidenan Jokowi Bikin Jengkel Akal

14 Desember 2018   14:40 Diperbarui: 14 Desember 2018   14:56 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
orangindonesiabahagia.blogspot.com

Oh jengkel. Saya nobatkan hamba Tuhan yang kurang sabar ini sebagai Duta Jengkel Nasional. Tugas utamanya sudah dilakukan, setelah dia selalu jengkel, kini dia berhasil membuat semua orang jengkel. Dengan jengkel, tangan sang duta akan terus bersih, karena ulah jengkelnya ini adalah aksi cuci tangan yang terus menerus dilakukan. Pesan saya sebagai yang memberikan amanat duta jengkel ini pada si bapak, teruslah jengkel, teruslah hingga nanti anda tidak bisa jengkel lagi.

Mendengar orang teriak-teriak pasti kita jengkel. Namun bila yang berteriak-teriak adalah rakyat karena persoalan dapur dan kepala staf kepresidenan suatu negara malah jengkel, pasti kita juga jengkel. Ibu-ibu berteriak harga-harga pangan mahal adalah bahan paling efektif bagi pemerintah untuk instrospeksi diri. 

Karena logikanya, saat urusan perut saja pemerintah tidak bisa menjamin kehadiran  negara tidak bisa kita harapkan untuk persoalan yang rumit serta fundamental lainnya, like kedaulatan, ideologi, pembangunan manusia, pendidikan untuk kemajuan dan hal banyak sendi kehidupan negara lainnya yang sangat kompleks. Rakyat yang lapar akan mudah tersulut dan diarahkkan untuk berbuat kehancuran, kita tidak bisa pungkiri itu, mungkin... apa ini tujuannya? Ah saya tidak mau mengambil kesimpulan secepet itu, hehe

Apa negara hanya hadir untuk urusan beton, jalan, tugu, sertifikat dan upacara kepercayaan aliran anti nalar seperti kaum yang setuju dijajah lagi atau kita... kita... kita? Saya rasa tidak. Saat harga pangan stabil,  barulah negara bisa benar-benar melanjutkan kehebatan lainnya untuk menuju fase negara yang tidak jalan ditempat apalagi mundur.

Tidak butuh seorang kepala staf kepresidenan untuk sekedar memberi saran ibu-ibu itu untuk menanam seuatu untuk dimakan. Ibu-ibu tahu lebih dulu dari pada si bapak itu bagaimana dan harusnya bertanam-taman didalam plastik, namun sebagai seorang corong dari kepala pemerintahan, mungkin dia butuh sedikit berfikir untuk saran dan solusi yang lebih menghadirkan negara dalam kehidupan bangsa. 

Jengkelnya tidak lebih dari sekedar karena dia terusik kegagalan dia dan bosnya diteriakin berkali-kali, jengkelnya lebih karena itu adalah kebenaran yang dia sendiripun tidak bantah. Nyatanya dengan keadaan sulit seperti itu malah menyuruh ibu-ibu bertanam pohon, sekali lagi, kita sudah tahu sebelum disuruh, dan itu bukan solusi kelas negara yang kaya raya.

Bila pemerintah lantas tak mampu memberikan jaminan kesejahteraan bagi warga negara walau untuk hal paling dasar sekalipun, urusan perut, bolehkan kita sebut kita tinggal di negara tanpa negara? Tolonglah, hentikan praktik asbun a.k.a asal bunyi mulai dari situkang tabok, penggemar cacing, pencabut meteran dan kata-kata malas lain dari pemerintah yang hampir purna ini. 

Ada tugas yang kita semua tahu dari pemerintah, menjamin kehadiran negara dalam kehidupan setiap rakyat tanpa terkecuali, bila hanya melempar salah balik pada warga yang menjerit dan berteriak harga pangan mahal dan merasa jengkal maka jagalah kehormatan dengan tidak kepe-dean sekali lagi.

Negeri ini sedang butuh penanganan ekstra dan lebih pak Moeldoko, sebagai orang dekat presiden, sampaikan saja, jengkellah pada yang mau menghancurkan negara kita ini pak, siapa tau ada yang bapak kenal. Negara kita lagi butuh orang-orang dengan pengetahuan dan kapasitas lebih dari sekedar penyuluhan kelas RT untuk taman pakai plastik dan kawan-kawannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun